Suara azan Asar dari telephon genggam membangunkan Shofia yang tengah terlelap.
“Mas, Jihan udah datang. Aku mau pulang dulu.” Shofia berucap serak ketika melihat kedatangan sang adik. Perlahan ia bangkit dari posisnya berbaring.
“Kak Shofi pulang aja, biar aku yang jaga Abah. Nanti juga akan ada Syifa nemenin aku.” Kali ini suara Jihan terdengar lebih lembut, karena ia sadar tengah berada di kamar Abah.
Shofia mengangguk. Kemudian pamit kepada Abah yang kondisinya sudah lebih stabil.
Abah memeluk putri sulungnya cukup lama. Seolah sedang mentransfer kekuatan pada wanita yang rela memilih jalan diduakan tersebut.
“Kak Shofi pulang sama siapa?” Jihan bertanya dengan nada sarkas begitu sang kakak menjauhkan tubuh dari Abah.
Shofia terdiam. Ia masih gengsi untuk meminta antar pada sang suami.
“Pulang sama saya.” Ustaz Subhan dengan sigap menjawab, seolah ia mengerti kegundahan S
Berjalan melewati koridor rumah sakit, Kiyada tiada henti membaca salawat dan istighfar dalam hati. Baru saja Ustaz Subhan bersikap manis padanya, kini ia harus siap jika kembali diabaikan. Sebab sampai kapanpun posisinya tetaplah sebagai yang ke dua.“Di sana, Mbak, ruangannya Abah.” Syifa menunjuk ruangan yang terletak nomor dua dari ujung.Kiyada mengangguk, mengikuti langkah Syifa. Gadis belia itu masih tampak canggung terhadapnya. Begitu langkahnya sampai di depan pintu, dari dalam Kiyada mendengar suara yang tak asing di telinganya.“Di dalam ada siapa?” Kiyada bertanya lirih pada Syifa.“Mungkin santrinya Abah. Tadi Ning Jihan bilang mau ada santri alumni yang mau jenguk Abah.”Mendengar penuturan Syifa, entah mengapa perasaan Kiyada menjadi tidak tenang. Namun, tidak mungkin juga ia berbalik arah, sementara pintu telah dibukakan oleh Syifa.“Assalamualaikum,” ucap Syifa dan Kiyada bersa
Sungguh Kiyada seperti terjebak dalam sebuah labirin yang cukup menguras hati dan emosi. Tersesat dalam sebuah rasa yang tak pernah terencana. Ingin Kiyada juga bergelayut manja seperti Ustazah Shofia. Namun, siapakah ia. Hanya pemeran figuran yang dipakai saat pemeran utama tak ada.Tak ingin berpapasan dengan Ustaz Subhan dan Ustazah Shofia, Kiyada memilih keluar melalui pintu belakang Rumah Sakit. Kebetulan ia sudah tak asing dengan lorong-lorong di sini. Sebab ibu beberapa kali juga di rawat di tempat ini.“Kamu mau kemana?” Lagi-lagi Farhan mengikutinya.Kiyada mengembuskan napas kasar. Dari jarak sekian meter Ustaz Subhan dan Ustazah Shofia terlihat semakin mendekati lobi.“Motor aku tadi parkir di bagian belakang, Kak,” kilah Kiyada. Dengan tergesa ia menuju lorong yang terhubung ke arah bagian belakang.Farhan memilih lewat pintu depan. Meski hatinya ingin menemani Kiyada, tetapi pernyataan Kiyada yang mengatakan telah
Keadaan bangsal di lantai tiga tengah sepi. Hanya ada dua orang perawat yang langsung sigap menghampiri Shofia yang tiba-tiba tak sadarkan diri. Mereka memberi instruksi pada Ustaz Subhan untuk membawa istrinya ke ruang pemeriksaan. Raut kekhawatiran tampak jelas di wajah Ustaz Subhan saat menunggu dokter memeriksa keadaan Shofia. Sejak awal kedatangan sang istri, Ustaz Subhan sudah memiliki firasat jika ada yang disembunyikan oleh Shofia. Wanita itu tidak seceria dan seaktif biasanya. Wajahnya tampak lebih pucat meski tertutupi make up. Tubuhnya yang dulu cukup berisi terlihat semakin kurus. Bahkan meskipun ingin, dirinya tak berani meminta jatah pada Shofia. “Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” Begitu dokter keluar dari ruang pemeriksaan, Ustaz Subhan dengan sigap menghampiri. “Sepertinya istri Anda butuh pemeriksaan lebih lanjut. Saya menangkap ada gejala penyakit yang cukup kronis pada tubuhnya.” Penjelasan dokter muda berhijab tersebut me
Kiyada sengaja tidak langsung pulang ke rumah. Ia ingin sekalian salat Magrib di masjid depan rumah sakit. Kebetulan tadi ia sempat berbincang juga dengan salah satu suster yang pernah merawat sang ibu.Saat hendak mengambil motor di parkiran, Kiyada kembali disajikan kemesraan sang suami dengan istri pertamanya. Sesuatu yang tak pernah didapatkannya dari Ustaz Subhan. Meski telah dua kali melakukan hubungan suami istri, tetapi sikap Ustaz Subhan masih kerap kaku kepadanya.Wanita itu memilih bersembunyi di balik tiang parkir. Hatinya sakit, tentu saja. Namun, Kiyada sadar di mana posisinya saat ini. Pesan yang Kiyada harapkan dari sang suami tak kunjung muncul di notifikasi. Paling tidak, hanya sekadar pamit jika mau bermalam di rumah istri pertama.Setelah mobil pajero hitam itu benar-benar lenyap dari pandangan, barulah Kiyada berani melangkah menuju parkiran motornya berada. Pujian salawat dari masjid besar di seberang jalan telah berkumandang. Ia tak ingin
Sesampai di depan rumah, Ustaz Subhan sengaja tidak membangunkan Shofia yang tengah tertidur pulas di dalam mobil. Dengan gagahnya di gendong tubuh semampai sang istri ala bridal style hingga masuk ke kamar mereka. Kemudian dengan penuh kasih sayang Ustaz Subhan meletakkan Shofia sampai menemukan posisi ternyaman. Wajah itu tempak menyimpan sebuah kelelahan. Namun, aura kecantikannya tak pernah luntur di mata Ustaz Subhan. “Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan dari aku, Sayang.” Ustaz Subhan bermonolog di depan sang istri yang tengah larut dalam mimpi. Diperhatikannya lagi secara intens wajah Shofia yang tampak sedikit pucat, juga pipi yang semakin tirus. Bahkan, mata indah itu juga tampak cekung. Setelah memastikan Shofia benar-benar terlelap, barulah Ustaz Subhan pergi ke depan. Malam ini memang harusnya ia berada bersama Shofia, kerena semenjak menikah lagi belum pernah sekalipun Ustaz Subhan berbagi giliran dengan istri pertamanya. N
Kiyada tak memiliki keberanian untuk sekadar melihat ke jendela ruang tamu. Jantungnya berdetak kencang. Berbagai bayangan muncul silih berganti seiring pintu yang masih diketuk tanpa jeda.“Assalamualaikum.”Terdengar suara seorang laki-laki dari balik pintu ruang tamu. Kiyada tercekat, ia merasa pendengarannya sudah terganggu. Tak mungkin itu suara yang sama dengan yang didengar saat di ruangan Kyai Zuhair tadi.Beberapa menit kemudian tak lagi terdengar suara ketukan pintu. Kiyada memberanikan diri mendekati jendela ruang tamu. Disingkapnya sedikit gorden kusam yang menutupi kaca itu. Seorang laki-laki dengan jaket hitam berdiri membelakangi pintu.Meski hanya dari belakang, Kiyada tahu siapa itu. Dengan jantung yang masih berdebar Kiyada membuka daun pintu. Hati kecilnya mengatakan jika sesuatu kurang baik telah menimpa laki-laki yang pernah mengisi sudut hatinya.“Kak Farhan?” Kiyada berucap lirih saat ses
Jarum jam telah menunjuk pukul tiga dini hari. Ustaz Subhan dan Shofia melakukan rutinitas mereka setelah salat tahajud. Yakni, murojaah kitab bersama. Malam ini Shofia meminta sang suami membacakan kitab Sirah Nabawiyah untuknya.“Aisyah adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari kaum wanita.”Hati Shofia berdesir saat Ustaz Subhan membahas tentang sosok istri termuda Rasulullah tersebut. Ia teringat akan kecerdasan juga ketangkasan Kiyada. Hanya saja Kiyada tak memiliki kesempatan untuk mendalami ilmu agama di pesantren seperti dirinya.Namun, Shofia yakin jika seiring berjalannya waktu pemahaman agama Kiyada akan semakin terasah. Dan akan menggantikan dirinya menjadi partnner dakwah sang suami.“Aisyah begitu beruntung ya. Meski bukan istri pertama, tetapi beliau istri yang paling banyak mereguk ilmu dari Rasulullah.”“Sampai kapan pun peran Khodijah sang istri pertama tak akan tergantikan.”
“Siapa Ustaz Subhan?” Farhan memicingkan mata menatap Kiyada.“Suami a-ku.” Terbata Kiyada menjawab pertanyaan Farhan.“Tidak baik seorang laki-laki bertamu di rumah wanita yang telah bersuami tengah malam begini. Apalagi suaminya sedang tak ada di rumah. Mari istirahat di rumah saya saja.” Pak Aryo menyela pembicaraan keduanya.Banyak hal yang ingin Farhan tanyakan pada Kiyada. Namun, apa yang dikatakan Pak Aryo ada benarnya juga. Bisa-bisa mereka digerebek warga sebab dikira selingkuh. Tentu ia tak mau Kiyada terlibat masalah karenanya.Akhirnya Farhan memilih mengikuti saran Pak Aryo untuk singgah di rumah beliau. Sepanjang perjalanan Farhan menceritakan secara singkat mengapa ia bisa sampai babak belur tengah malam seperti ini.***“Kamu masih memikirkan Kiyada?” Suara berat Pak Aryo membuyarkan lamunannya. Laki-laki di hadapan Farhan itu tersenyum penuh arti.Farhan tertunduk