Ilona langsung menghempaskan jeratan di lengannya. "Karena aku membencimu!"
Asha terkejut. "Membenciku? Kenapa? Apa salahku hingga Kakak bisa membenciku?"
Ilona menyunggingkan senyum miring seraya melipatkan kedua tangannya. "Salahmu? Banyak Asha, terlalu banyak hingga tidak sanggup mengatakannya satu per satu. Yang pasti kau adalah orang yang mengambil semua kebahagiaanku."
Asha hanya diam dengan kerutan tebal di dahinya. Ia tidak mengerti dengan kalimat Ilona barusan.
"Sejak kecil, kau selalu mendapatkan perhatian lebih dari Ayah dan Ibu. Merebut piala fashion show waktu SMA yang seharusnya milikku. Dan yang lebih penting adalah kau merebut lelakiku!"
Asha mendongak, menatap lekat ke arah mata Ilona yang telah memerah. "Lelaki?" tanyanya dengan bingung.
Ilona tertawa renyah lalu mengacak rambutnya dengan kasar. Hatinya terlalu sakit saat bertemu dengan Luke tadi siang, terlihat sangat jelas bahwa lelaki itu masih menolaknya secara terbuka.
"Ya, lelakiku. Luke Watson, yang sekarang menjadi suamimu. Selamat. Apa kau senang, hah? Mendapatkan semuanya, semuanya Asha. Semua yang kuinginkan!" teriak Ilona diakhir kalimat dengan nada frustasi.
Asha terkejut, bahkan kedua kakinya tidak sanggup menopang beban tubuhnya hingga membuatnya termundur beberapa langkah.
"Apa, jadi selama ini kau menyukai Luke?" gumam Asha pada dirinya sendiri.
"Aku dan Luke telah menjadi teman dekat sewaktu kuliah. Selama itu, aku berusaha menjadi wanita yang diinginkan Luke. Merubah segala kebiasaanku sesuai yang diinginkannya. Semua pengorbanan itu sia-sia karenamu. Karenamu, Luke menolakku mentah-mentah. Kau puas sekarang? Kau puas telah merebut itu semua dariku?" bentak Ilona mengeluarkan segala emosinya.
"Aku yang lebih dulu mengenal Luke dari pada kau. Tapi, kenapa Luke lebih tertarik padamu dibanding aku, hah? Kenapa?" Ilona terkekeh seraya mengibaskan tangannya.
"Ah, sudahlah. Percuma mengatakannya padamu, kau pasti sangat senang melihatku hancur, kan. Selamat, Asha. Kuucapkan selamat atas keberuntunganmu."
Ilona langsung pergi meninggalkan Asha yang masih memaku di tempat. Wanita itu benar-benar tidak percaya jika selama ini Ilona juga menyukai Luke. Tanpa sadar, kedua matanya berkaca-kaca. Hanya karena seorang lelaki, kakaknya begitu membencinya.
Di sisi lain, Ilona yang telah banyak minum membuat kesadarannya mulai menurun, ia mulai meracau tidak jelas di atas meja bar. Seorang lelaki berjas menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Jika kau ingin minum, seharusnya kau membawa teman agar bisa mengantarmu pulang. Memangnya kau tidak takut, sendirian dalam keadaan mabuk kemudian diganggu oleh lelaki berhidung belang?" tanya lelaki itu dengan santai mengulurkan tangannya untuk menyingkirkan anak rambut dari wajah Ilona.
"Sshh, kau lelaki berhidung belangnya. Dan Luke, ia pasti datang untuk melindungiku darimu. Ia tidak akan membiarkan lelaki lain menyentuhku," racau Ilona seraya menghempaskan tangan lelaki itu dari wajahnya.
Lelaki itu hanya tersenyum miring. "Setelah begitu lama dan bahkan kini Luke telah menikah. Tapi, kau masih saja mengharapkannya."
"Ssstt, diamlah. Luke hanya milikku, dia hanya boleh menikah denganku saja."
Ilona mulai bangkit dan mendekati kursi lelaki itu. Tangannya mulai menyentuh wajah tegas si lelaki. Lalu ia menyeringai. "Kau tidak lebih tampan dari Luke. Hanya Luke yang pantas memiliki hatiku."
Saat Ilona menarik tangannya kembali. Lelaki itu langsung meraih lengan Ilona dan menyentaknya hingga membuat wanita itu ambruk ke dalam pelukan si lelaki.
"Tapi hanya aku lelaki yang bisa mencintaimu," bisiknya setelah akhirnya ia meraup bibir Ilona dengan ganas.
Lelaki itu menahan tubuh Ilona yang berusaha memberontak dengan terus memperdalam kecupan, hingga akhirnya Ilona tidak lagi bergerak. Tubuhnya terlalu lemah dan membiarkan lelaki itu menguasai bibirnya.
"Kita mau ke mana?" tanya Asha seraya menghentikan tarikan tangan sang suami. Luke menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sang istri yang masih menampakkan rasa takut. "Ke atas. Jika hanya di sini, kita tidak bisa melihat hal yang lebih menakjubkan lagi," terang Luke dengan senyum lebar. Bukannya berbinar atau antusias atas keterangan suaminya, Asha malah semakin mengerutkan dahi sembari menggigit bibir saat matanya menjelajahi eskalator yang bergerak ke atas membawa beberapa orang yang menaikinya. "Ayo." Luke kembali menarik tangan Asha. Namun kembali berhenti ketika wanita itu menolak ajakannya. Saat Luke menoleh lagi, ia langsung disambut gelengan kepala oleh istrinya. Membuat lelaki itu mengembuskan napas samar. "Bagaimana jika kita menunggu orang-orang itu untuk turun dulu. Baru kita ke atas," usul Asha. Mengetahui jika sang istri masih ditakuti oleh perasaannya akan robohnya bang
"Luke, ke mana kau mau membawaku? Biarkan aku tetap membuka mata dan melihat keindahan di negara ini," protes Asha yang entah sudah ke berapa kali. Ia kecewa karena sejak turun dari mobil sampai sekarang ia masih tidak bisa menikmati pemandangan di sekitarnya."Kenapa kau begitu cerewet Asha? Tidak bisakah kau membiarkan aku melancarkan kejutan?" Luke menahan tangan istrinya yang hendak membuka penutup mata.Di tengah mata tertutup itu, Asha mengerutkan kening. "Kejutan apa? Bukankah kau berjanji tidak akan merencanakan kejutan lagi?"Luke mendesah mendengar sang istri yang belum juga berhenti bicara. Dengan embusan napa kecil, ia mencoba sabar. "Kali ini beda. Kau bersamaku, jadi otomatis keselamatanmu terjamin.""Sudah jangan bicara lagi. Kau akan tau setelah kita sampai di sana," lanjut Luke yang kembali menuntun tubuh sang istri untuk kembali berjalan.
Luke membuka pintu kamar, tepat pada saat itu ia melihat Asha tengah merapikan kasur yang sepertinya tidak menyadari kedatangan dirinya.Dengan senyum yang telah terpasang, Luke menutup pintu dengan pelan tanpa memberi suara. Dengan langkah pelan juga ia menghampiri sang istri dan langsung memeluknya dari belakang.Asha yang tengah pokus dengan pekerjaannya, otomatis terkejut ketika sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Ia baru bisa bernapas lega setelah melihat siapa pelakunya."Luke, kenapa kau begitu suka mengejutkanku? Kau bahkan masuk tanpa bersuara," sungut Asha yang kembali melanjutkan kegiatannya tanpa mempedulikan sang suami yang semakin mengeratkan pelukan."Aku tidak mengejutkanmu. Kau sendiri yang terlalu pokus dengan pekerjaanmu sampai kau tidak menyadari kepulanganku," timpal Luke dengan nada tidak terima.Mendengar pernyataan dari sa
"Asal kau tau, butuh usaha keras untuk tidak memelukmu saat itu, Asha. Bagaimana bisa kau mengatakan jika aku tidak merindukanmu lagi?" ujar Luke setelah melepaskan tautan bibir mereka. "Lalu kenapa kau mengacuhkanku?" Pertanyaan itu membuat Luke merubah ekspresi, otaknya mengingat saat ia berada di pesawat ketika hendak pulang dari hanymoon. Entah ide dari mana ia ingin membuat kejutan yang benar-benar tidak terduga kepada sang istri. "Untuk memberimu kejutan di hari ulang tahunmu," sahut Luke setelah beberapa saat. "Ulang tahunku?" ulang Asha sebelum menggerakkan bola matanya ke sudut, setelah beberapa saat mengingat, ia tersenyum dan kembali menatap sang suami. "Aku bahkan tidak ingat jika hari ini adalah ulang tahunku. Sikapmu yang tiba-tiba berubah membuat pikiranku teralih, Luke." Asha memajukan bibir tanda protes.  
"Asha, kau tidak apa-apa?" Luke membantu istrinya duduk dengan hati-hati.Suara ringisan berhasil membuat kekhawatiran Luke semakin memuncak. "Ada apa? Apa yang sakit?"Bukannya menjawab, Asha malah menatap sang suami begitu dalam, bola matanya bergerak menjelajah setiap inci tubuh suaminya."Kau tidak terluka?" tanyanya seraya menyentuh wajah suaminya dengan penuh keharuan. Air matanya kembali merembes keluar, ia lega karena masih bisa melihat sang suami.Luke memegangi tangan yang terasa dingin di wajahnya lalu kemudian mengecup telapak tangan itu. Setelah itu ia langsung memeluk erat tubuh istrinya."Maafkan aku Asha. Maafkan aku, jika aku tidak merencanakan kejutan konyol itu. Mungkin sekarang kau tidak terluka seperti ini. Aku benar-benar payah karena telah membawamu ke lubang bahaya," ungkap Luke seraya membaui aroma sang istri. Ia semakin meme
"Kenapa kita berhenti di sini? Bukankah kita harus pergi ke hotel Admaja?" ujar Asha di tengah sesenggukan akibat terlalu khawatir akan kabar yang begitu mengejutkan.Asha celingak-celinguk menatap ke sekeliling dengan kerutan tebal di dahi. Karena mobil itu kini berhenti di pinggir jalan yang di kelilingi oleh hutan belantara.Tiba-tiba ia mengalihkan pandangan ke depan, tepat ke kaca spion tengah saat ia mendengar suara tawa menggema dari sang supir."Apakah kau sangat berharap jika suamimu celaka?"Mencium bau mencurigakan, barulah Asha mulai berpikir di otaknya. "Siapa sebenarnya kau? Di mana Luke?" teriak Asha yang tidak sabaran."Tenanglah Nyonya. Siapa yang bisa mencelakai suamimu itu, hah? Seharusnya sekarang kau pikirkan keselamatanmu sendiri." Setelah menyelesaikan kalimatnya, pria bertopi hitam itu turun dari mobil dan membuka pintu belaka