Valen yang sangat syok berada di tempat tidur yang ada Jessennya memukuli Jessen dengan bantal. "Kau gila!!! Memang gila!!! Aku kau apain?!! Kenapa aku ada di sini?!! Kau.."
Jessen menyumpal mulut Valen dengan bantal dan mendorong tubuh Valen hingga terlentang. "Kau jangan berisik... Nanti kau ketauan sama orang yang di rumah ini" Bisik Jessen.
Bener dugaan Valen, pasti dia yang mencuri membawa Valen ke kamarnya.
Valen masih merontah-rontah melepaskan dirinya dari tangan Jessen. "Mm..lepasin..mm m..aakuu..mm"
"Kalau kau masih ngak bisa diam. Nanti aku cium."
Kalimat itu membungkamkan Valen dari rontahannya.
Jessen mengacak rambutnya bingung. "Sejak kapan kau di sini?"
Valen melepaskan bantal yang menimpuk wajahnya tadi. "Dasar cowok mesum. Kau mencuriku dan tidur denganku! Kau... Kau... !!! Argh kau merenggut kesucianku!!!"
Lagi lagi bantal kembali menyumpal mulut Valen. "Aku bahkan baru tau kau ada di sini!" Jessen dengan wajah kebingungan mencoba berfikir keras akan hal yang terjadi sebenarnya.
Sebelum nya Jessen tertidur dengan bermimpi berjumpa dengan seorang nenek. Jessen sangat merindukan kehadiran sang nenek. Menganggap nenek tersebut seperti neneknya sendiri. Nenek itu terlihat sedih melihat Jessen, seperti tau betul akan kesedihan yang di alami Jessen "Pompom. Nenek akan memberikan mu seseorang yang baik hati." Ujar sang nenek dengan pelukan hangat walaupun itu dalam mimpi, namun terasa nyata bagi Jessen.
Jessen tersenyum mengingat itu. Apakah dia ibu peri? Dan juga
Apakah Valen yang dimaksud nenek?Jessen menggelengkan kepalanya. Kenapa dia harus percaya hal aneh ini.sudah cukup pusing karena memimpikan sesuatu yang aneh, sekarang Jessen kembali di suguhkan dengan kehadiran seseorang yang tak di inginkan kehadirannya.
Jessen menatap Valen sambil melemahkan dekapan bantal yang menekan Wajah Valen. "Bukankah kau kemarin menolakku?"
Valen menepis kasar bantal yang menempel wajahnya. "Iya, memang."
Valen berdiri dari tempat tidur Jessen. "Aku akan keluar dari sini dan melaporkanmu ke polisi!"
Jessen tertawa garing mendengar kalimat yang keluar dari mulut Valen. "Dengar... Aku tak pernah berbuat mesum denganmu. Lagipun bukan aku yang membawamu ke kamarku, kau yang datang ke sini. Kalau kau lapor polisi, kau yang akan di penjara karena masuk ke rumahku tanpa izin."
Valen melihat tubuhnya. Bajunya tidak tampak berantakan, masih rapi. Masih mengenakan dasi sekolah dan juga tali pinggang yang masih terikat di pinggang. Dia juga tidak merasakan nyeri di daerah sensitif nya.
Sulit untuk dipercayai tapi... Sepertinya Jessen memang benar.
Jessen mengangkat wajahnya. "Aah, gimana kalau aku yang laporin?"
"Hah?! Kok jadi kau sih yang ngelapor!"
Jessen mengelus dagunya dengan telunjuk dan ibu jarinya. "Ya karna kau udah masuk kamarku tanpa izin, memfitnah dan merusak nama baikku." Jessen menatap Valen dengan datar dan menaikkan satu alisnya. "Kurasa itu cukup untuk menjebloskanmu ke dalam penjara."
Valen cengo dengan kalimat Jessen. Kok jadi aku yang bersalah?
"Engga, aku ngak mungkin bisa masuk penjara. Kau yang akan masuk penjara! Kau pikir aku bodoh huh?" Valen melangkahkan kaki menuju pintu kamar Jessen.
"Apa kau tau jalan pulang ke rumahmu?" Jessen terkekeh.
Lagi lagi kaki Valen terhenti.
Sial, sial, sial.
"Maumu apa sih?! Dan kenapa juga aku bisa di sini? Kalau bukan kau yang membawaku... Terus siapa?!" Valen menggaruk kepala kesal.
Suara halus di terpa angin terdengar sangat dekat di telinga Valen. Itu suara wanita tua yang tidak asing baginya. Suara nenek yang di tolong Valen kemarin. "Kau akan mengerti."
Bulu kuduk Valen berdiri. "Eh, kakak denger suara?" Tanya Valen pada Jessen.
"Tadi panggil aku kau dan sekarang kakak?" Jessen menyindir.
"Aku serius!"
Jessen memutar bola mata acuh. "Ngak."
"Su... Suara nenek nenek loh kak... Tadi aku dengar sendiri... Su suaranya datang dengan hembusan angin." Valen mulai merasa ketakutan dengan hal yang terjadi padanya.
Jessen menunjuk seluruh sudut ruangan kamarnya. "Lihat, ngak ada jendela terbuka."
Baru kali ini Valen benar-benar merasa sangat ketakutan. Ini sangat menyeramkan melebihi dari film horor yang pernah di tonton Valen. Seramnya ini terjadi di dunia nyata.
Valen terburu-buru berjalan ke arah Jessen. "Antar aku pulang!"
Jessen tertawa sinis. "Kau memohon pada ku?" Jessen berbaring, menutup mata malas "Katakan lebih lembut, gunakan kata-kata yang enak di dengar."
Kesal bercampur dongkol bergemuruh di hati Valen. "Kak Jessen, tolong anterin aku pulang ya... Please..." Valen mencoba sangat lembut kepada Jessen sedangkan hatinya sangat bertolak belakang dengan itu.
"Gimana ya?" Jessen merentangkan tangannya. "Malas. Aku mau tidur." Sambungnya.
Rasanya Valen ingin mencekik leher Jessen sekarang. Menggantungnya di langit-langit kamar dan membiarkan nya mati perlahan. Tapi... Sabar Val... Sabar... Entar kau ngak bisa pulang.
"Kak aku serius. Kalau memang kakak ngak mau antar juga ngak apa. Tapi aku harap dan mohon sama kakak untuk antar aku." Yup... Berhasil, Valen dapat mengendalikan emosinya.
Jessen menatap Valen dingin. "Aku ngak mau."
Baik dia mulai cari gara-gara bung... Cara membunuh orang paling memuaskan gimana caranya ya... Umpat Valen dalam hati. Namun semua itu di tepisnya dan mencoba bernapas dalam-dalam. "Ya udah, aku mau pulang."
Valen berjalan keluar pintu.
"Woy." Valen kemudian membalikkan badan mendengar panggilan Jessen.
Apakah Jessen akan mengantarku pulang? Aku harap iya.
"Ini Kunci serap pintu depan rumah, sama ini ponselku buat kau bisa lihat map."
Kretekk
Rasanya tulang rusuk Valen mau patah. Mengharap kan kebaikan Jessen seperti mengharap kan sebuah batu berubah menjadi permen kenyal yuppy. Ngak bakal terjadi.Jessen melemparkan kunci dan ponsel dari tangannya dan di tangkap oleh Valen.
Dengan menahan semua kekesalan yang ada Valenpun berangkat.
***
Di perjalanan Valen sangat takut. Dia melihat kanan kiri dengan waspada. Valen mengecek jam berapa ini sekarang, jam 3 pagi...
Tapi yang masih juga menjadi salah satu pikiran Valen, ngapain juga Jessen buat alarm jam 3 kurang? Aneh memang tu anak. Udahlah ngak usah di pikirkan. Nanti aja kalau sampai rumah di pikirkan lagi.
Ksrak
Terdengar suara seseorang terjatuh di belakang Valen. Valen melihat orang tersebut curiga. Dia menutupi wajahnya dengan penutup kepala Woody yang di kenakannya. Valen yang panik menjerit. "Kalau kau mendekat aku akan menjerit!"
Laki-laki itu panik dan pergi dengan berlari menjauh dari Valen.
Melihat banyak kejadian kejahatan yang mungkin terjadi Valen mempercepat langkah kakinya dan mulai berjalan dengan cepat, bahkan sesekali Valen berlari agar lebih cepat sampai rumah.
***
Valen memanjat pagar rumah dan mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Syukurnya Valen tau di mana kakek dan nenek menyimpan kunci cadangan yang tergantung di dalam gudang barang yang tak terpakai.
Valen masuk ke dalam rumah dan dapat bernapas lega bisa sampai rumah dengan selamat.
Valen menelentangkan badanya lelah. Tapi seperti ada yang mengganjal di saku rok Valen. Sebuah buku kecil yang sangat indah. Ketika di buka buku itu hanya terdapat satu lembar, tertera tulisan berhasil 1/10, huh?
Semakin lama Valen berfikir pikirannya semakin kacau.
Kembali angin menerpa raga Valen lagi. Namun kali ini berbeda, dia melihat kehadiran nenek tersebut. Tidak hanya suara saja. "Valen nenek ingin kamu menyelesaikan misi ini."
Nenek itu menatap ke arah langit. "Jessen begitu kesepian." Nenek itu mengarahkan pandangannya lagi ke arah Valen dan kemudian tersenyum. "Buatlah dia menjadi periang kembali. Aku memilihmu karena kebaikanmu akan membahagiakan Jessen." Nenek tersebut mulai menghilang.
Valen mencoba bicara. "Tapi nek saya tidak bi... "Kalimat Valen terputus karena nenek itu menghilang.
Dan terdengar suara lembut yang terbawa angin. "Terimakasih"
Nenek itu benar-benar menghilang dengan angin dan Valen hanya terdiam tanpa mengatakan sepatah katapun karena dia memang tidak tau mau bicara apa lagi.
Valen memijit dahinya pusing. "Huh, ini kenapa lagi sih?"
Valen tak tau apa yang terjadi padanya sekarang. Apa yang harus di lakukannya?
"Huh..." Aku menghembusakan nafas berat sambil menyandarkan wajah dalam lipatan tanganku di meja."Kau kenapa Val?" Tessa bingung melihat perilakuku yang seperti orang yang tak semangat hidup.Aku mengacak rambutku prustasi. "Aku mau ke UKS dulu."Aku meninggalkan Tessa yang masih bingung dengan perilakuku."Kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Nenek itu sebenarnya siapa sih? Dan kenapa aku harus mengikuti perkataan nya?" Aku terus mengumpat sepanjang perjalananku ke UKS.Langkah kakiku di jegat. "Mana ponsel dan kunciku?"Aku memandangi Jessen dengan penuh amanah. "Sabar! Aku ambil dulu di kelas! Tunggu di sini!" Langkah kakiku menghentak setiap kali melangkah.Kuambil kunci dan ponsel Jessen dan kembali ke hadapannya. "Nih!"Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung pergi berjalan ke UKS.***"Huhh..." Lagi-lagi aku menghembuskan napas tak kalah berat dari hembusan yang sebelumnya.Aku tak membawa b
Aku mengendus kesal. "Aku manjat! Biar bisa jumpa kakak!"Jessen masih menatapku dengan dingin. "Trus kau mau apa?"Aku menggaruk kepalaku geram. "Kakak... Tadi kan aku yang nanya itu, kenapa jadi kakak tanya balik." Aku menekan kalimat terakhirku."Kemarin datang-datang mau jebloskan aku ke penjara, sekarang nanya aku mau apa, besok ngajak aku nikah?" Jessen memiringkan senyumnya menyindirku.Aku mengelus dadaku. Sabar, sabar, nanti kalau ini semua sudah berakhir kau bisa membacoknya."Ya udah aku mau pulang aja." Sambungku singkat sambil membalikkan badan dan berjalan keluar kamar.Aku memperlambat langkahku. Kenapa dia tidak menghalangiku keluar ya?Aku menoleh sedikit ke arahnya. Dia kembali duduk di bangku belajarnya dan membaca bukunya.Aku masih memperlambat langkahku."Jalanmu lama ya. Berharap aku menghalangi mu keluar?"Mataku membulat. Kok dia tau sih?"Amit-amit!" Sambungku kembali membalikkan b
Aku termangu duduk di kelas walaupun guru tengah menjelaskan materi. Kepalaku sudah mulai paham tentang kerja buku mistis ini.Aku memandangi buku ini. Kapan ya aku bisa bicara sama nenek itu lagi?"Valen!"Aku tersentak dari lamunanku dan menatap ke arah depan. "I iya Bu.""Bengang bengong, bengang bengong... Coba kamu jelaskan apa yang saya terangkan tadi!"Sial... Lagi mapel fisika pula...Aku hanya memegangi tengkukku dan tersenyum pasrah."Berdiri di luar!"Hem... Ya sudahlah.Aku melangkahkan kakiku keluar dan duduk di kursi tunggu di seberang kelas.Bu Septi yang memarahiku tadi melihatku dengan amarah. "Siapa yang suruh duduk?!... Berdiri!"Aku langsung berdiri dengan tegap."Angkat kaki satu dan buat kedua tanganmu menjewer kuping!"Aku langsung mengikuti perintah nya."Lakukan sampai jam saya selesai!" Ibu itu masuk ke kelas dan menutup pintu."Iya bawel...
Aku membalikkan badan dan mengusap tengkukku. "Em. Tapi aku harus balik ke sekolah kak. Nanti aku di pikir bolos."Dia menatapku. "Namamu siapa?""Valen kak."Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan, nama lengkapmu.""Valentresia kak.""Kelas?""XI MIPA 1 kak."Kakak itu merogoh ponselnya yang ada di saku celananya dan tampak sedang mengetik sesuatu. Kemudian dia menatapku lagi. "Aku udah izinin kamu. Sekarang kamu di sini aja. Temenin aku."Dalam hati sebenarnya aku senang ngak masuk kelas lagi, karena aku sangat bad mood sekarang.Tapi, memangnya kakak ini siapa? Kok bisa ngizinin aku segala.Aku menarik kursi yang berada di dekat kakak itu dan duduk bersebelahan dengan tempat tidur nya. "Kok bisa?"Kakak itu terkekeh kecil. "Bisa dong."Dia menggenggam tanganku menaruh di dadanya dan menutup matanya. "Udah di sini aja."Mataku terbelalak seperti mau copot dari kelopak mataku, pembuluh darahku m
Pagi ini aku sibuk mencari di mana diaryku berada. Bisanya ada di kantong depan tasku dan tertutup rapi. Tapi waktu aku cek, kantong itu udah terbuka. Kapan ini terbuka ya?Aku sangat tidak menyadari itu. Karena dua hari belakangan ini aku ngak nulis apa pun di sana, jadi aku ngak ada ngecek itu.Aku coba mengingat kapan terakhir kali aku membuka kantong depan tasku.Oh aku ingat. Waktu aku terkejut akan kehadiran buku mistis di tasku, waktu itu buku mistis, diary dan buku Tessa ada di sana.Gawat kalau di baca sama orang lain... Bisa-bisa mereka tau kalau aku suka sama Jessen!Aku bergegas ke sekolah."Duh... Apa masih ada di kelas ya? Malah udah lama lagi kejadiannya." Aku panik.Aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu masih ada di kelas.Sesampainya aku di sekolah, aku mengecek apakah masih ada di bawah kolong meja.Waktu aku cek, semua kolong meja sudah bersih. Tidak ada buku apapun."Eh kalia
Prov Rio"Rio." Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut papa saat bertelepon denganku."Iya pa?""Besok papa jemput, dan kita balik ke Indonesia." Sambungnya."Hah? Tapi pa...""Tidak ada tapi-tapi, kamu di sana tidak ada yang perhatikan. Jadi di sini papa bisa pantau kamu.""Ta tapi pa..."Tut Tut TutArh.. kenapa harus pindah sih?!Drett...Aku langsung mengangkat ponselku yang bergetar.Aku harus komen ke papa, memangnya salahku apa sampai-sampai harus di pantau segala?!"Halo pa.""Haha why you call me pa, beb?"Aku kembali melihat layar ponselku, Anne.Ck kenapa sih selalu di waktu yang tak tepat!"We broke up! Don't call me again!"Pekikku sambil mem
"Dia pacarku."Kalimat Jessen berhasil membuat mulutku ternganga dan menyergitkan dahi. Gimana tidak, pacar? Apa coba maksudnya?Kak Rio menatapku bingung. Dia tampak memikirkan sesuatu, selang beberapa saat dia tersenyum dan merangkul Jessen sambil membisikkan sesuatu.Jessen malah menatap kak Rio datar dengan senyuman. Kemudian menoleh ke arahku.Aku tak mau punya masalah lagi dengan Jessen sekarang. Karena kalau aku bilang ke kak Rio kalau aku bukan pacar Jessen, Jessen akan menjauh dan misiku tak akan pernah selesai, ditambah aku akan selalu tertimpa segala kesialan. Lebih baik aku mengiyakan saja. "Em. Iya, aku pacaran nya."Jessen mengalihkan pandangannya dariku dan menatap Rio. "See."Yang lebih gilanya, Jessen melanjutkan jalan tanpa merasa bersalah.Rio masih menatapku. Aku coba memberi Penjelasan. "Ma maaf kak, aku.""Ngapain berdiri di situ. Cepat." Jessen memotong kalimatku.Sontak aku langsung memaling
Aku menelan ludahku berat.Tuhan selamatkanlah aku dari cobaan ini.Aku membalikkan badanku kaku. Dan mencoba tetap tenang dengan ekspresi datar.Jessen berjalan mendekatiku.Dia semakin dekat dan dekat. "Woy jangan mendekat, aku punya semprotan cabe di kantongku!"Jujur, sebenarnya ngak ada semprotan cabe di kantongku. Aku bilang gitu biar dia berhenti mendekat.Jessen tetap berjalan mendekatiku. Membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke hadapanku. "Celanamu ngak ada kantongnya." Dia menjitak kepalaku.Aku melihat celanaku. Aku langsung cengo karena tampak seperti penipu amatiran yang idiot.Ah, aku tak peduli. Aku menatap Jessen lantang. "Aku mau keluar!""Buka pintunya!" Pekikku.Jessen menegakkan kembali badannya. "Bukannya kau yang datang ke sini.""Ya kau keluar aja dari jalan kau masuki tadi." Sambungnya.Aku menggaruk kepalaku prustasi kemudian menatapnya. "Gini ya Jes, aku udah capek dengan hal