Share

Chapter 7 (Ya elahhhh)

"Huh..." Aku menghembusakan nafas berat sambil menyandarkan wajah dalam lipatan tanganku di meja.

"Kau kenapa Val?" Tessa bingung melihat perilakuku yang seperti orang yang tak semangat hidup.

Aku mengacak rambutku prustasi. "Aku mau ke UKS dulu."

Aku meninggalkan Tessa yang masih bingung dengan perilakuku.

"Kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Nenek itu sebenarnya siapa sih? Dan kenapa aku harus mengikuti perkataan nya?" Aku terus mengumpat sepanjang perjalananku ke UKS.

Langkah kakiku di jegat. "Mana ponsel dan kunciku?"

Aku memandangi Jessen dengan penuh amanah. "Sabar! Aku ambil dulu di kelas! Tunggu di sini!" Langkah kakiku menghentak setiap kali melangkah.

Kuambil kunci dan ponsel Jessen dan kembali ke hadapannya. "Nih!"

Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung pergi berjalan ke UKS.

***

"Huhh..." Lagi-lagi aku menghembuskan napas tak kalah berat dari hembusan yang sebelumnya.

Aku tak membawa buku kecil yang misterius kemarin. Karena menurutku buku itu sama sekali tak berguna dan akan menjadi beban pikiranku.

Aku membolak-balik kan tubuhku di ranjang UKS untuk menenangkan pikiran.

Ah... Semoga hari ini lebih baik dari pada kemarin.

Petugas UKS datang menghampiriku. "Valen?" Panggilnya memastikan.

Aku terlonjak kaget karena sebelumnya memang di UKS tidak ada orang. Aku mengubah posisiku menjadi duduk.

Wanita itu berjalan ke hadapanku seperti ingin memberikan sesuatu.

"Ini buku mu."

Aku syok dan terheran melihat buku mistis itu bisa ada padanya. "B.. bagaimana a.. da pada ibu?"

Ibu itu memandangku dengan senyuman. "Jangan pernah di tinggal lagi ya..." Auranya tampak berbeda, tampak seperti nenek misteri itu.

Aku menggelengkan kepala untuk menyadarkan diriku. Aku kembali melihat ke arah petugas wanita itu. "Maaf Bu ini bukan punya saya." Aku menyangkal kalimatnya sebelumnya sambil memberikan buku itu.

Petugas itu tampak bingung. "Kapan saya memberikanmu buku dik?"

Aku mengernyit heran. "Ibu tadi yang memberikan ini pada saya, masa ibu tidak ingat?"

Kali ini ibu itu yang mengernyit heran. "Saya tidak pernah memberikan apapun pada adik, malahan saya mau bertanya siapa nama adik agar saya catat di buku pasien."

Apa lagi ini...? Sihir lagi...?

Aku tidak mau membahasnya lagi. Aku mau keluar dan membuang buku ini!

"Maaf Bu saya tidak jadi sakit."

Aku berjalan ke luar kelas dan membuka pintu.

Kedebuk

Aku tersandung oleh karena tali sepatuku sendiri yang belum ku ikat. "Aduh."

"Kau tidak apa dik?" Petugas kesehatan UKS mendekatiku hendak menolong.

Aku menoleh ke arahnya. "Tidak apa Bu, hanya lecet sedikit. Saya masih bisa berdiri kok. "

Ibu itu mengangguk namun raut wajahnya tampak masih kuatir.

Aku mengikat erat tali sepatuku dengan benar dan kembali berjalan keluar.

Aku mencari di mana tempat sampah terdekat.

Aku melihat tempat sampah itu berada di sampingku. "Nah itu dia."

Aku membuangnya dan berjalan menuju kelas. Baru dua langkah aku berjalan, aku kembali terjatuh untuk kedua kalinya dengan alasan yang sama... Yaitu sepatu. Huh? Bukannya tadi sudah terikat kencang?

Firasatku berkata ini pasti karena buku itu... 

Buku itu membawa kesialan!

Aku tidak menggubrisnya dan melepaskan sepatuku. "Nah tuh! Aku lepas sepatu... Ngak bakal terjatuh lagi!" Tawaku puas.

Aku berjalan ke kelas dengan santai. Banyak murid yang memperhatikanku seperti orang aneh.

Gimana ngak aneh. Sepatu yang masih bagus malah hanya di gantung di tangan.

Aku tak peduli. Dari pada aku terjatuh lagi dan membuat kakiku tambah lecet, lebih baik aku menahan malu.

Aku masuk ke kelas. Ternyata Tessa masih duduk di sana. "Tes." Panggilku.

Dia menatapku aneh. "Kau, nyeker?"

"Iya." Jawabku bangga.

Tessa hanya acuh melihat tingkahku yang abnormal. Aku memang sering bertingkah aneh di hadapan Tessa, jadi dia sudah terbiasa.

"Oh ya Val, kau bawa buku catatanku kan?"

Aku mengangguk. "Pasti dong."

Aku merogoh isi tasku. Dan alangkah terkejutnya aku melihat buku yang kubuang tadi ada di tasku!

Aku mencampakkan tasku.

Tessa memukul badan ku. "Kaget aku!"

Tessa kembali menatapku. "Kenapa sih Va?!" Pekiknya.

Ini sangat menyeramkan... Sama seperti film Anabelle, tapi bedanya ini adalah buku.

"T... Tes, A... Da buku mistis. "Aku cengap-cengap karena panik.

Tessa menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah memberi arahan untuk bernapas dengan netral. "Bernafas dulu. Tenang dulu Val..."

Aku mengikuti arahan Tessa dan mulai bernafas dengan teratur.

"Udah... Udah mulai tenang?" Tessa mengelus-elus punggungku.

"Fuhh... Iya." Jawabku.

"Nah, coba jelaskan dengan tenang."

Aku mengarahkan badanku ke Tessa. "Kan gini tes, aku pernah membantu nenek-nenek dari terpaan hujan dan mengantarkannya ke halte menggunakan almetku dan membiarkan diriku basah kuyup."

Tessa mengangguk mengerti. "Terus?"

"Jadi nenek itu memberikan aku sebuah keinginan. Karena aku ngak mau nyusahin nenek itu... Dan aku juga ikhlas bantunya, aku cuma minta elus darinya. Dia bilang aku anak baik dan dia menyukaiku."

Aku mulai melipat tanganku di meja sambil mengingat kejadian yang pernah terjadi padaku waktu itu. "Dan kau tau, dia bilang karena aku anaknya baik, dia menginginiku untuk membahagiakan seseorang karena sifat baikku tadi. Dia melentikkan jari dan angin yang cukup kencang menerpaku yang membuat aku menutup mataku dengan tangan. Waktu aku buka mata. Semua kembali normal, seperti tidak terjadi apa-apa, bahkan bajuku masih kering. Sampai rumah aku langsung tidur karena lelah... Dan gilanya waktu aku bangun aku ada di kamar Jessen."

Tessa yang sangat super duper terkejut sontak berdiri dan menjerit. "Hah!!! Kok bisa!!!"

Seluruh kelas seketika memperhatikan kami karena dari tadi kami yang paling ribut.

"So sorry, lagi cerita film horor. Hehe" Ucapku pada seluruh murid kelas agar tetap tenang.

Mereka kembali pada kesibukan mereka sendiri.

Tessa kembali duduk dengan kaku karena malu.

Aku kembali berbicara dengan berbisik. "Kau aja shock sekarang, gimana lagi aku yang bener-bener ngerasain..."

Tessa menggeleng kepala. "Gila, bener-bener gila."

"Itu belum seberapa. Aku berdebat dengan Jessen. Dan berakhir pada aku pulang jalan kaki dengan modal ponsel yang di berikan Jessen untuk lihat map!"

"Kurang ajar memang tuh anak ya!" Tessa kesal.

"Sampai rumah waktu aku mau bernafas lega. Ntah dari mana dan dari kapan, ada satu buku kecil dalam kantongku." Aku mengambil tasku yang sempat ku lempar tadi dan mengambil buku kecil itu.

"Ini dia." Aku memberikan buku itu ke Tessa.

"1/10?" Tanya Tessa.

"Itu yang tidak aku mengerti." Kembaliku sambung kalimatku.

"Sebenarnya tadi pagi aku sama sekali tidak membawa buku ini. Dan waktu aku ada di UKS, ibu petugas UKS memberikan aku buku ini, dan waktu aku tanya lagi, dia bahkan bilang bahwa dia sama sekali ngak pernah ngasih apa-apa ke aku. Dan waktu aku mau buang buku itu aku terjatuh tersandung tali sepatu yang aku sangat yakin sekali tadi sebelum aku ke sekolah sudah kuikat. Sudah itu kuikat kembali tali sepatuku, tapi waktu aku berjalan lagi aku tersandung tali sepatu. Makanya aku lepas sepatuku. Dan waktu aku ke kelas dan mencari buku catatanmu..."

"Buku mistis itu ada di tas mu..." Tessa langsung memahami.

"Yup."

"Sumpah serem banget... Aku sampai merinding." Tessa memeluk badannya sendiri.

"Kayanya maksud dari buku itu kau harus nyelesain misi deh." Tessa mencoba menangkap apa yang terjadi.

"Maksudnya?"

"Itu ada tertulis 1/10, berarti kau sudah menyelesaikan 1 tantangannya. Dan masih ada 9 tantangan lagi yang harus kau selesaikan,... Kalau tidak kau akan kena sial, ya... Seperti yang kau alami tadi." Sambung Tessa.

Tessa menatapku serius. "Kau harus buat Jessen bahagia seperti yang di bilang nenek itu."

Tessa menggaruk dagunya berfikir. "Sepertinya nenek itu sebenarnya peri deh... Karena dia menyenangi orang baik sepertimu. Dan kau di minta menjadi tangan kanan si peri itu,... Kerena kau di anggap cocok untuk membawa perubahan pada Jessen."

Tessa memang sangat pintar dalam menangkap setiap perkataan dan hal yang terjadi.

Rasanya mau nangis, bukan karena menyesal menjadi tangan kanan sang peri. Tapi kenapa harus berurusan dengan Jessen lagi dan lagi.

***

Pulang sekolah ini aku tidak pulang bersama Tessa karena Tessa ada urusan keluarga.

Sepanjang perjalanan pulang aku terus memikirkan Jessen. Bukan karena aku semakin mencintainya. Melainkan berusaha gimana aku harus nyelesain misi ini dengan cepat dan tuntas, agar tidak perlu lagi berurusan lagi dengan Jessen.

Sewaktu berjalan, kakiku terasa seperti mengambang dan pandanganku menjadi putih silau. Aku menggosok-gosok mataku dan aku kembali ke tempat dimana aku kesasar semalam setelah bangun tidur.

Jessen melihat dengan sorot mata yang dingin "Kau lagi?"

Dalam hati aku bersyukur hal ini tidak terjadi seperti kemarin, di pagi pagi buta tapi di siang hari.

Jessen mendekatiku. "Kau masuk dari mana, huh?"

Aku bingung mau jawab apa. Kalau aku jelasin juga, dia pasti juga ngak bakal percaya. Tapi aku bener-bener mau cepat untuk nyelesain misi ini. "Kakak mau aku ngelakuin apa?"

Kalau aku melakukan keinginannya pasti lebih cepat misi dapat tuntas, bukan?

Dia menaikkan alisnya. "Apa?... Lebih baik kau keluar dari pada aku paksa keluar."

Ini cowok memang ngak ada ahlak ya. Udah bagus mau di bantu.

Aku mau cabut. Tapi nanti akan terjadi hal buruk lagi yang menimpaku.

Jadi aku harus apa dong?!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status