ログインIstana Perak Biru wilayah Utara, Kekaisaran ke-59 yang kini dipimpin oleh kaisar baru. Mendadak ramai karena menerima kabar dari Wilayah Selatan.
Kaisar Cang Jue, sang Dewa Kecil Naga Es Biru itu baru saja kembali dari kultivasinya di Lembah Kelereng Suci. Dia sudah harus menerima undangan itu dengan cap sihir dari Wilayah Utara, langsung darinya. Sungguh membuatnya merasa tidak bahagia. Memang saja, karena dirinya belum berniat kembali ke Istana, dan masih ingin berkultivasi mematangkan kekuatan Naga Es Biru milik tubuhnya itu. Tapi, sekarang malah harus kembali hanya untuk membaca dan menandatangani undangan. Membuatnya menggeleng kecil, "ada-ada saja," ucapnya lirih, hanya dia yang dengar. "Yang Mulia, bagaimana kami menyikapi undangan dari Kaisar Zhu?" tanya Long Wei, sang jenderal utama, begitu Cang Jue membubuhkan cap sihir tanda bahwa dia akan menghadiri acara di wilayah selatan itu. Kini, Kaisar Cang Jue, menatap pada Long Wei. "Bagaimana dengan ketampananku?" Long Wei membelalakkan matanya. Dia sangat luar biasa kaget dengan pertanyaan di luar konteks dari sang Kaisar. "Ketampanan?" ulang Long Wei, sambil menatap Cang Jue dengan ekspresi gundahnya. Sedang, Cang Jue itu tampak mangut-mangut. Diam dan memandang Long Wei dengan saksama menanti jawaban dari sang Jenderal. Sementara, Long Wei hanya menjawab pertanyaan itu dengan tertawa canggung, "a-ha-ha..." begitulah bunyinya, kemudian Long Wei berdehem saat mendapat lirikan tajam dari Sang Kaisar. Karena sudah begitu, Long Wei akan memberikan review jujurnya pada sang Kaisar. Lantas, Long Wei segera menatap Cang Jue dari atas hingga bawah. Mahkota emas biru, dengan sisik pernak-pernik dari Naga Es Biru. Rambut hitam Cang Jue yang lurus, juga terikat rapi menyisakan dua helai di sisi pipi kanan dan kirinya saja. Hingga wajah yang tegas nan lugas, mempersembahkan ketampanan luar biasa dari keturunan marga Dinasti Cang. Tubuh Cang Jue yang juga menjadi penyempurna akan ketampanan wajahnya, sangat gagah dengan berbalutkan hanfu biru terbuat dari serat sutra yang dilarutkan di dalam es selama bertahun-tahun. Sangat sempurna. Long Wei sampai takjub, "bagaikan Rembulan di tengah onggok tahi meteor, kau bersinar sangat terang Yang Mulia!" ujar Long Wei setelahnya. "Maksudmu, kau adalah onggok tahi meteor itu?" Long Wei mendelik, "jangan begitu Yang Mulia. Aku tidak seburuk-rupa itu hingga dikatakan tahi," belanya, akan pertanyaan Cang Jue. Cang Jue hanya tersenyum singkat saja. Dia melirik sekilas pada Long Wei yang frustasi menghadapi pertanyaannya. Cang Jue kembali serius, dan tak ingin lagi bergurau. "Karena aku memang tampan, mari kita serius sekarang," ujarnya kemudian, dan duduk ke singgasana Kerajaan Utara, Istana Perak Biru. Membuat jenderalnya, Long Wei juga ikut serius. Mengikuti gerakan sang Kaisar, duduk ke kursi khusus jenderal di ruangan pertemuan Istana Perak Biru itu. "Yang Terhormat, Putri Cang Lan memasuki ruangan!" Seruan dari prajurit pengawal pintu itu, membuat Cang Jue menatap Long Wei yang duduk di tempatnya, dengan memberikan kode bertanya seakaan menampilkan pertanyaan "kapan kau memberitahunya?" tanpa bersuara sama sekali. Dan dijawab dengan gelengen kepala dari Long Wei, seakan menjawab tanpa suara, "aku sama sekali tidak pernah memberitahunya!" "Cih! Untuk apa kalian berdua saling bertelepati?" sela Cang Lan —adik kandung Cang Jue, jenderal tercantik di Benua Tianxue—, begitu dia tiba di ruang pertemuan. Cang Lan menatap bergantian Cang Jue dan Long Wei, "kalian tidak bisa lari dari aku, asal kalian tahu! Hanya dengan meninggalkan aku sendirian di Lembah Kelereng Suci dan memberikan sihir tidur untukku, aku akan tetap bisa sadar. Aku ini jenderal!" dumelnya bertambah. Membuat kepala Cang Jue terasa pening seketika. "Long Wei yang menyuruhku untuk meninggalkanmu, salahkan saja dia," ucapnya sembarangan. Membuat bola mata Long Wei membelalak lagi, merasa kesal dengan Cang Jue, kaisar konyolnya itu. "Terserah! Aku tidak peduli. Yang jelas, lain kali aku pasti akan mengobrak-abrik istana ini kalau Kakak meninggalkanku lagi!" ancam Cang Lan, dia lalu duduk begitu saja di seberang Long Wei. Kini, ruang pertemuan Istana Perak Biru itu sudah diisi oleh ketiga orang penting itu. Cang Jue, sang Kaisar serta Cang Lan dan Long Wei yang menjadi jenderal. Hingga formasi utuh ruang pertemuan itu akhirnya tersusun. Membuat mereka bertiga kembali serius pada topik inti, yakni Undangan dari Raja Selatan, Istana Phoenix Api. "Menyikapi undangan yang diberikan oleh Kaisar Selatan, kita semua akan datang," ucap Cang Jue, akhirnya berfokus pada inti. "Yang Mulia, apakah pengorbanan dari Putri Zhu itu benar-benar harus dilakukan?" tanya Long Wei, serius. Cang Jue melirik Long Wei sekilas, kemudian menatap ke arah depan hingga kewibawaannya menguar. Dia pun berpikir, apakah pengorbanan seperti ini benar-benar harus dilakukan? "Sudah lama sekali semenjak kabar Permaisuri Zhu Yan meninggal, anaknya itu sudah diramal untuk mengorbankan diri demi menyelamatkan dunia. Karena, di dalam tubuhnya mengalir darah Phoenix Api langka. Sedangkan, darah itu memang akan membahayakan dunia apabila tidak dikorbankan," ujar Cang Lan menyahuti. "Sama seperti dengan Kakak Cang Xuan," sela Cang Jue akhirnya, "ketika aku belum lahir dia dikorbankan begitu saja. Tapi, pengorbanan ini memang hanya sebatas ramalan yang tidak jelas asal-usulnya." Cang Lan mengerling, dia heran, "tidak jelas asal-usulnya?" tanyanya kemudian. Cang Jue menatap Cang Lan, dengan mimik wajah seriusnya, "aku punya tugas untukmu," ucap Cang Jue terlihat genting. Membuat Cang Lan mengangguk, "aku akan siap melaksanakan tugasku, Yang Mulia!" turut Cang Lan tanpa bantah. "Long Wei!" "Siap, Yang Mulia!" Presisi tubuh Long Wei langsung tegap begitu mendengar panggilan Cang Jue yang menginterupsi. "Kau siapkan beberapa kendaraan darurat apabila terjadi sesuatu di luar kendali, di saat kita berada di tempat Altar Pengorbanan Putri Zhu ini, nanti," titah Cang Jue. "Saya laksanakan, Yang Mulia!" Cang Jue kemudian merenung. Mengingat kembali rumor-rumor yang beredar. Akan kisah delapan belas tahun yang mendera putri semata wayang Zhu Wuhuo itu. Yang mesti dikurung selama delapan belas tahun, demi untuk mati. Meski Cang Jue sama sekali tidak tertarik untuk menapaki altar pengorbanan itu, tapi akan bagus jika Cang Jue menyaksikan bagaimana rupa seorang gadis yang sudah dikurung selama belasan tahun. Itulah alasannya menandatangani undangan dan berniat hadir. Dan juga... Cang Jue penasaran, dengan bagaimana wujud Dewa Kecil Phoenix Api, saat sebelumnya sudah bersemayam di tubuh Putri Zhu Que yang gagal menjadi Dewa Abadi. "Mungkinkah... dia akan mirip denganmu?" batin Cang Jue, teringat akan pesona Zhu Que.Malam sudah menyambangi. Menemani Zhu Linglong yang menatap sisa-sisa sepi dari altar ibukota ini. Perasaannya kembali terperangkap dengan rasa sedihnya. Meskipun, upacara ditunda, bukan berarti tidak akan terlaksana.Bahkan, kini Kasim Istana sudah memerintahkannya untuk tetap memasuki Altar. Dengan artian, Zhu Linglong hanya bisa menunggu di Altar ini sendirian.Dia juga sudah mengikat tubuhnya sendiri, pada tungku api altar. "Api abadi itu... katanya tidak akan membakarku dengan rasa sakit," gumamnya pelan.Teringat, pada Bai Chen yang mendatanginya pada saat hari undangan disebarkan. Dia ditemui oleh Kaisar dari Timur itu, dan dihadiahi Api Abadi. Di tengah ranumnya pikiran Zhu Linglong, mendadak dia merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya mulai terasa. Detak jantungnya seperti dipacu dua kali. Ada hawa panas yang seperti menyelimuti dirinya. "Apa api ini belum benar-benar padam?" tanyanya, sambil melihat ke bawah tungku.Zhu Linglong membelalakkan matanya. Memang benar, api abad
"Bukankah dewi secantik ini tidak boleh dikorbankan?" Itu adalah suara hati Cang Jue, yang tak dapat didengar oleh semua khalayak di sepanjang Altar Ibukota ini. Akan tetapi, Cang Jue masih menjadi pusat perhatian. Semuanya tampak tak suka dengan selaan kalimat yang semula dia timpalkan. Zhu Linglong yang baru memasuki altar, pun juga jadi menatapnya. "Siapa Kaisar tampan itu? Mengapa... cukup lucu?" tanyanya, dari dalam hati, dan sedikit tersenyum. Dan Cang Jue sadar betul bahwa dia kini dilihat dengan tatapan berbagai arti dari banyaknya kepala manusia di sini. Dia sedikit menggerakkan tengkuknya, berdecak dalam hati, "para manusia yang menarik," kemudian tersenyum miring. Lantas, Cang Jue mulai berdiri dari kursi tamunya. "Jika sudah menjadi pusat perhatian, maka sekalian saja," ucapnya, melantangkan kalimat. Dia berdiri penuh wibawa sambil mata memandang mengitari Altar. Melihat satu per satu, para Kaisar itu, dan berhenti pada satu titik, yakni dua mata indah Zhu Linglong.
Gendang gong Altar Ibukota sudah ditabuh tiga kali. Masyarakat sekitar Istana Selatan, berbondong-bondong mendatangi Ibukota. Mereka semua sangat ingin menyaksikan peristiwa yang sudah ditunggu oleh semua manusia dari segala penjuru. Penantian akan pengorbanan selama delapan belas tahun. Akhirnya hari ini tiba. Para Kaisar dari wilayah utara, timur dan barat pun telah menduduki tempat mereka masing-masing. Altar Ibukota itu dikepung oleh tempat duduk ke-empat Kaisar. Api Abadi sudah menyala bahkan saat sebelum acara dilaksanakan. Di tempatnnya, Kaisar Cang Jue menatap dengan dalam pada kobaran api. Alisnya mengernyit merasakan sesuatu yang familier. Mengundang pertanyaan dari Long Wei, jenderal tangan kanannya. "Yang Mulia, apa ada yang salah dengan Altarnya?" tanya Long Wei, pada sang Kaisar. Cang Jue melihat pada Long Wei, lalu melihat ke sekitar. "Kaisar Bai, Kaisar Xuan, menurutmu siapa yang bisa mengeluarkan Api Abadi di antara mereka?" tanya Cang Jue kemudian. Long We
"Anakku... ayahanda minta maaf kepadamu, apabila ayahanda sama sekali tidak punya jalan keluar untuk masalahmu ini," ucap Zhu Wuhuo, yang sudah berdiri selama tiga jam di Paviliun Chi Yan Dian, kini akhirnya bersuara. Membuat Zhu Linglong tersenyum. Dia mendekati ayahandanya, yang berdiri dengan menautkan tangan di belakang punggung. "Ayahanda jangan minta maaf, aku baik-baik saja. Lagipula, ramalan itu bukan ayahanda yang buat," ucap Zhu Linglong, seraya mengelus bahu ayahnya. Zhu Wuhuo kemudian menghadap pada Zhu Linglong sepenuhnya, sisi lengan kanan dan kiri Zhu Linglong, dipegangnya dengan penuh kasih sayang, "nak... selama ini kau tidak pernah sama sekali keluar dari Paviliun. Kau tidak ingin menikmati waktu untuk melihat-lihat?" "Maksud Ayahanda... untuk yang terakhir kalinya?" Zhu Wuhuo menunduk. Menyesal mengatakan itu, "tidak anakku. Ayahanda hanya asal bicara. Lupakan saja," rintihnya pelan. Zhu Linglong tertawa kecil, "tidak apa-apa, Ayahanda. Linglong mu ini su
Istana Perak Biru wilayah Utara, Kekaisaran ke-59 yang kini dipimpin oleh kaisar baru. Mendadak ramai karena menerima kabar dari Wilayah Selatan. Kaisar Cang Jue, sang Dewa Kecil Naga Es Biru itu baru saja kembali dari kultivasinya di Lembah Kelereng Suci. Dia sudah harus menerima undangan itu dengan cap sihir dari Wilayah Utara, langsung darinya. Sungguh membuatnya merasa tidak bahagia. Memang saja, karena dirinya belum berniat kembali ke Istana, dan masih ingin berkultivasi mematangkan kekuatan Naga Es Biru milik tubuhnya itu. Tapi, sekarang malah harus kembali hanya untuk membaca dan menandatangani undangan. Membuatnya menggeleng kecil, "ada-ada saja," ucapnya lirih, hanya dia yang dengar. "Yang Mulia, bagaimana kami menyikapi undangan dari Kaisar Zhu?" tanya Long Wei, sang jenderal utama, begitu Cang Jue membubuhkan cap sihir tanda bahwa dia akan menghadiri acara di wilayah selatan itu. Kini, Kaisar Cang Jue, menatap pada Long Wei. "Bagaimana dengan ketampananku?" Long We
Hari ini, undangan dari Kaisar Zhu Wuhuo telah disebarkan ke seluruh wilayah Kerajaan lain di Benua Tianxu. Kaisar Phoenix duduk diam di kamarnya, saat Chi Yan kembali menguatarakan ramalannya. "Yang Mulia, bisakah kau temui Kaisar Harimau Putih?" ucap seorang Prajurit setelah memberikan penghormatan kepada Kaisar Zhu Wuhuo. "Oh, maksutmu Kaisar Bai, dari wilayah Timur?" Prajurit itu mengangguk. "Benar, Yang Mulia." "Untuk apa dia datang?" "Kaisar Dewa Harimau Putih, memasuki ruangan!" teriak pengawal singgasana menabuh palu gong Istana. Begitu suara menggema, Kaisar Harimau Putih datang. Dia memberikan hormat, "Yang Mulia. Bagaimana kabarmu?" tanyanya, sedikit berbasa-basi. Di sela itu, prajurit yang memberikan kabar untuk Kaisar Zhu Wuhuo, akhirnya mengundurkan diri dari hadapan mereka berdua. Tersisa Zhu Wuhuo, dan Kaisar Harimau Putih, Bai Chen. "Apa yang membuat Kaisar Harimau Putih datang kesini? Bukankah undangan yang disebar masih untuk beberapa hari lagi?"







