Share

Boom!

Penulis: Soju Kimchizz
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 16:13:10

Di balik pintu kamar yang tertutup rapat, Kenzo berdiri dengan punggung menyandar. Matanya tertuju pada album foto yang kini ia peluk erat di dadanya. Jemarinya menekan sampul kulitnya seolah benda itu bisa menenangkan gejolak dalam dadanya yang mengamuk.

"Dulu semuanya sangat indah..." gumamnya, nyaris seperti bisikan kepada dirinya sendiri, tapi cukup jelas terdengar dari dalam kamar.

Ia mendongak, memejamkan mata sejenak, lalu bersuara lagi. Suaranya terdengar berbeda—bukan nada tegas dan dingin seperti biasanya. Tapi lembut... sendu... penuh luka.

"Kamu pasti nggak ingat, Nay..." katanya. "Kita dulu sering lari-larian di rumah kamu yang megah... rumah kamu yang berdiri megah di tengah kebun yang sunyi. Kamu selalu menyembunyikan boneka kamu di balik semak bunga, dan aku selalu berhasil menemukannya."

Ia tertawa kecil, tapi lebih terdengar seperti perih yang dipaksa keluar dalam bentuk suara.

"Ibumu sering menjemput kita sambil membawa jus mangga, dan bilang, 'Anak-anak ini seperti
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Main Api dengan Mafia   Boom!

    Di balik pintu kamar yang tertutup rapat, Kenzo berdiri dengan punggung menyandar. Matanya tertuju pada album foto yang kini ia peluk erat di dadanya. Jemarinya menekan sampul kulitnya seolah benda itu bisa menenangkan gejolak dalam dadanya yang mengamuk."Dulu semuanya sangat indah..." gumamnya, nyaris seperti bisikan kepada dirinya sendiri, tapi cukup jelas terdengar dari dalam kamar.Ia mendongak, memejamkan mata sejenak, lalu bersuara lagi. Suaranya terdengar berbeda—bukan nada tegas dan dingin seperti biasanya. Tapi lembut... sendu... penuh luka."Kamu pasti nggak ingat, Nay..." katanya. "Kita dulu sering lari-larian di rumah kamu yang megah... rumah kamu yang berdiri megah di tengah kebun yang sunyi. Kamu selalu menyembunyikan boneka kamu di balik semak bunga, dan aku selalu berhasil menemukannya."Ia tertawa kecil, tapi lebih terdengar seperti perih yang dipaksa keluar dalam bentuk suara."Ibumu sering menjemput kita sambil membawa jus mangga, dan bilang, 'Anak-anak ini seperti

  • Main Api dengan Mafia   Terungkap

    Langit malam merambat pelan, gelapnya menyusup ke setiap jendela apartemen. Kenzo berdiri mematung di depan pintu kamar Nayla. Napasnya berat. Hatinya penuh dengan rasa bersalah yang semakin hari tak lagi bisa ia abaikan.Sore tadi, ibunya menyerahkan album tua yang sudah lama disimpan di loteng mansion. "Foto-foto ini... satu-satunya kenangan yang tersisa dari keluarga sahabat Ibu," kata Rose sambil menyentuh sampul kulit berwarna merah marun itu dengan sayu. "Dulu kamu memanggilnya Nana..."Sejak mendengar nama itu dari ibunya, hati Kenzo seperti ditarik kembali ke masa lalu. Ke dalam pelukan aroma kayu manis di dapur kecil, suara tawa seorang gadis kecil yang selalu menunggu dirinya pulang dari sekolah.Sekarang... potongan-potongan itu seperti mulai menyatu. Tapi ia belum berani mempercayainya sepenuhnya. Bukan tanpa bukti.Dan karena itulah, malam ini, ia melangkah masuk ke kamar Nayla. Diam-diam. Dengan niat menyelidiki—namun jantungnya berdetak seperti pencuri.Tangannya menyen

  • Main Api dengan Mafia   Bukan Pembunuh

    Kenzo menutup pintu apartemen dengan satu hentakan keras. Hujan belum berhenti di luar, meninggalkan jejak basah di jaket lusuhnya yang kini menempel dingin di tubuh. Tanpa berkata apa pun, ia melempar kunci mobil ke atas meja dan berjalan lesu ke ruang tamu. Sepatunya ia lepas asal, lalu tubuhnya ambruk ke sofa dengan napas yang berat dan mata kosong.Nayla, yang baru saja keluar dari kamar untuk mengambil air, terhenti di tengah langkah saat melihat pemandangan itu. Matanya langsung tertuju pada kaus kaki putih Kenzo yang kini ternoda darah segar. Tubuh Nayla menegang."Kenapa kakimu?" tanyanya pelan, suara yang seharusnya tenang terdengar cemas.Kenzo hanya melirik sekilas. "Bukan urusanmu."Kata-kata itu seharusnya cukup untuk membuat Nayla pergi, tapi matanya menatap lebih dalam. Baju Kenzo yang kusut, rambut yang basah berantakan, dan raut wajah yang tak asing lagi baginya—raut seorang pria yang baru saja bermain dengan kegelapan."Jangan bilang... kamu baru saja dari hotel itu?

  • Main Api dengan Mafia   Korban

    Pagi itu, seperti biasa Nayla bersiap untuk bekerja. Namun, tak seperti istri pada umumnya, ia menolak satu mobil dengan suaminya.Ia memilih duduk di bangku belakang mobil bersama sopir pribadi, menatap kosong keluar jendela sambil memeluk tas kerja. Hatinya masih tersisa perih sejak malam itu, meskipun luka di punggung sudah perlahan membaik.Sesampainya di kantor, para staf menyambutnya ramah. "Selamat pagi, Bu Nayla." Sapaan sopan itu terdengar di koridor, namun Nayla hanya membalas dengan senyum tipis dan anggukan kecil.Setibanya di ruangannya, ia menyiapkan camilan seperti biasa—secangkir teh melati dan beberapa biskuit almond, favorit Kenzo. Meski hatinya masih retak, profesionalitas tetap menjadi tameng yang ia kenakan sempurna.Tak lama berselang, Kenzo muncul dari balik pintu ruangannya. Penampilannya tampak rapi, seperti biasa, namun ada satu detail kecil yang gagal: dasi berwarna navy yang ia kenakan sedikit berantakan."Hari ini kita rapat dengan pihak arsitek, Pak, untu

  • Main Api dengan Mafia   Teka-Teki

    Senja menggantung indah di balik jendela apartemen tinggi milik Kenzo. Cahaya oranye temaram membias lembut di dapur saat Nayla masih sibuk berkutat dengan panci dan wajan. Aroma rempah dan kaldu menyatu di udara, memenuhi ruangan dengan kehangatan yang kontras dengan hatinya yang belum benar-benar tenang.Sudah satu setengah jam ia berdiri, mencuci, memotong, mengaduk. Setiap gerakan di dapur dilakukan dengan rapi, tapi tanpa gairah. Hanya sekadar rutinitas... atau mungkin pelarian dari emosi yang masih mengendap sejak malam sebelumnya.Begitu hidangan siap, Nayla menata semuanya dengan apik di meja makan. Sup jagung hangat, ayam panggang madu, dan salad sayur segar tersaji lengkap. Ia menarik napas pelan, menghapus sisa lelah di dahinya sebelum memanggil Kenzo.Beberapa menit kemudian, Kenzo masuk ke ruang makan. Dasi sudah dilonggarkan, kemeja atasnya terbuka satu kancing. Tatapannya langsung jatuh pada makanan—dan lalu ke wajah Nayla.Mereka duduk berhadapan, sunyi. Hanya dentinga

  • Main Api dengan Mafia   Janji

    Cahaya pagi mengintip masuk dari celah tirai kamar Nayla. Di atas ranjang, tubuhnya masih terbaring, namun matanya perlahan terbuka—sembab, merah, dan lelah. Ia tertidur semalam dalam keadaan menangis, dengan hati yang penuh sesak.Bayangan wajah Kenzo yang marah, suara bentakannya, dan sentuhan kasar di pipinya kembali berputar dalam pikirannya. Seolah tak cukup, kata-kata penuh kemarahan tentang seorang wanita bernama Nana terus terngiang.Hari ini, ia tak ingin berpura-pura. Tak ingin lagi memainkan peran sebagai istri manis yang setia. Tanpa banyak bicara, Nayla bangkit dari tempat tidur, menatap pantulan dirinya di cermin kamar—wajahnya pucat, mata sembab, tapi ada ketegasan baru di sorot matanya."Aku akan berangkat lebih pagi," gumamnya sambil mengancingkan blus kerja. Ia melirik dapur yang biasanya menjadi tempat ia menyiapkan sarapan Kenzo. Tapi pagi ini, ia bahkan tidak menoleh ke arah sana. Tak ada kopi, tak ada roti panggang, tak ada ucapan selamat pagi.Nayla mengambil ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status