Nayla hanya ingin menjaga harga dirinya saat menghadiri pernikahan mantan kekasihnya. Dalam keadaan terdesak, ia meminta Kenzo berpura-pura menjadi pacarnya. Ia pikir semuanya akan berakhir setelah acara itu selesai. Tapi ternyata, keputusan itu malah membawa hidupnya ke dalam kekacauan yang tidak pernah ia bayangkan. Kenzo bukan pria biasa. Ia memiliki kekuasaan, kendali, dan cara berpikir yang tidak bisa ditebak. Ketika Nayla mencoba kabur darinya, Kenzo selalu tahu di mana ia berada. Semakin Nayla berusaha menjauh, semakin kuat Kenzo mengikatnya. Di tengah kebingungan, satu per satu rahasia mulai terungkap-tentang masa lalu yang selama ini tak pernah Nayla ketahui, tentang sosoknya yang ternyata lebih dari sekadar wanita biasa. Lalu, ketika semuanya menjadi semakin rumit, Nayla sadar... mungkin sejak awal, ia memang tidak pernah bisa lari dari Kenzo.
View MoreNayla melangkah masuk ke dalam ballroom. Gaun hitam backless yang membalut tubuhnya tampak elegan dan tegas, seperti pernyataan bahwa ia bukan lagi perempuan yang pernah disakiti. Setiap langkahnya bergema, menyayat atmosfer ruangan seperti belati—anggun, namun penuh luka yang tersembunyi di balik keanggunan itu. Tamu undangan melihat Nayla dengan beragam reaksi, mulai dari yang penasaran, mengakui bahwa Nayla cantik, atau bahkan menatap sinis ke arahnya.
“Siapin kamera kalian. Nayla pasti bakal ngelabrak pengantin,” bisik seseorang di antara kerumunan, separuh penasaran, separuh berharap drama pecah di hadapan mereka.
“Emang cewek itu siapa sih? Dari awal masuk tatapannya ke pengantin udah dingin banget,” tanya seorang tamu pada temannya.
“Lo gak tahu? Itu mantannya si Reza,” jawab temannya.
“Gue denger-denger, si Nayla ini terlalu banyak nuntut, makannya Reza jadi kepincut sama sahabat Nayla, alih-alih menikahi perempuan seperti Nayla,” bisik seorang tamu lagi.
“Gue denger juga Nayla itu selingkuh entah sama atasannya di kantor atau siapalah,” timpal tamu lain.
Nayla mendengar semua itu tapi Nayla hanya tersenyum. Senyum tipis, datar, namun menusuk. Dengan langkah percaya diri, ia menaiki pelaminan. Semua orang menahan napas melihat Nayla berhadapan dengan kedua mempelai.
“Selamat,” ucap Nayla, menatap Reza dan Cindy secara bergantian, “Atas pernikahan dan...perselingkuhannya .”
Sontak para tamu terkejut mendengar hal itu. Mereka tidak menyangka bahwa rumor yang mereka sebarkan tadi terbantahkan saat itu juga. Mereka menunduk malu dan mengalihkan pandangan ke arah lain, berpura-pura tidak mendengar apa pun. Namun, beberapa tamu lain yang tadinya tidak penasaran kini beralih menatap kedua mempelai seolah-olah tidak mempercayai semua perkataan Nayla.
Reza tersulut emosinya, namun berusaha terlihat tenang di hadapan para tamu. Ia pun hanya bisa menatap Nayla dengan tatapan sinis. Fakta yang dibeberkan oleh Nayla jelas membuatnya malu.
Cindy, mempelai wanita, memucat. Tangan yang menggenggam buket bunga sedikit gemetar, tapi egonya lebih dulu bicara. “Lo beneran datang ke acara gue dan Reza? Mau nunjukin kalau lo itu hebat?” ejek Cindy dengan senyum mencemooh.
Nayla menatapnya datar, tak membalas.
“Gue yakin lo masih belum bisa move on. Bisa dilihat dari lo yang datang... sendirian,” lanjut Cindy dengan senyum menyeringai.
Nayla tertawa kecil lalu membalas dengan tenang namun menusuk, “Sorry, sepertinya lo salah. Gue gak sendirian. Ya kali, datang ke pesta pernikahan mantan gue sendirian? Gue gak semenyedihkan itu, Cin. Walaupun lo embat mantan gue, itu gak bikin gue stuck dalam rasa sakit yang kalian kasih.”
Seolah sesuai aba-aba tak kasat mata, pintu ballroom kembali terbuka. Semua kepala berbalik dan kali ini, atmosfer benar-benar pecah.
Sesosok pria berjas hitam dengan postur tegap dan aura mengintimidasi melangkah masuk. Suara bisik-bisik langsung memenuhi ruangan seperti gelombang.
“Itu... Kenzo Kingsley?!”
“Pengusaha muda itu?”
“Kenapa dia di sini?”
Kenzo berjalan melewati kerumunan, sorot mata tajamnya tertuju hanya pada satu orang—Nayla. Di sisi lain, Nayla mengerutkan kening. Apakah tadi dia salah dengar? Orang-orang menyebut pria itu sebagai pengusaha muda? Dan kenapa mereka bereaksi sangat heboh?
Bukankah dia cuma orang biasa? Batin Nayla bertanya-tanya selagi dia memerhatikan Kenzo berdiri di sampingnya. Pikirannya teringat kembali ketika Luna, sahabatnya, merekomendasikan Kenzo untuk menjadi pacar pura-puranya. Dalam negosiasi itu, tidak pernah Luna menyinggung kalau pria itu terkenal!
Lamunan Nayla buyar ketika melihat Reza melangkah turun satu anak tangga dengan wajah kaget tak percaya, “Pacar lo... Kenzo?!”
“Ini gak mungkin,” Cindy ikut bersuara, suaranya tinggi dan penuh kepanikan. “Lo pasti jebak dia! Pasti lo bayar mahal buat jadiin dia pacar lo, kan?!”
Nayla tak sempat menjawab. Karena dalam satu gerakan halus, Kenzo sudah berada di sampingnya, menyematkan tangan di pinggang Nayla seolah itu tempat yang paling wajar di dunia. Nayla terlihat kaget dengan sikap agresif Kenzo, namun secepat kilat menyesuaikan diri dengan drama yang diciptakan oleh Kenzo.
“Maaf, sayang,” ucap Kenzo lembut, namun cukup keras untuk didengar semua orang, “Tadi sekretarisku nelpon. Ada urusan bisnis mendesak. Tapi gak mungkin aku lewatkan momen pentingmu.”
Lalu ia menatap Reza dan Cindy dengan senyum kecil yang penuh sindiran.
“Tadi kalian bilang saya bukan pacar Nayla yang sesungguhnya?” Kenzo tertawa pendek, suara bassnya menggema. “Hm... perlu saya buktikan dan menggusur pemeran utama di acara ini?”
Nayla yang mendengar itu bingung dengan apa yang dimaksud dengan Kenzo dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Kenzo selanjutnya. Sebelum ada yang sempat bereaksi, Kenzo menarik pinggang Nayla, membalik tubuh gadis itu menghadapnya. Nayla tersentak kaget, ia sedikit menjaga jarak dan menahan tubuh Kenzo dengan tangannya. Ia memberi isyarat penolakan pada Kenzo dengan memicingkan matanya, namun Kenzo tidak mempedulikan itu. Mata mereka bertemu hanya sepersekian detik, cukup bagi Nayla untuk melihat kilatan nekat di mata Kenzo.
Dan kemudian, di atas pelaminan, di hadapan mempelai dan para tamu undangan, Kenzo mencium Nayla.
Bukan ciuman sekadarnya. Tapi dalam, mantap, dan penuh keyakinan—seolah dunia hanya berisi mereka berdua. Seketika, ballroom meledak dalam jeritan, decakan, dan kilatan kamera ponsel yang bertubi-tubi.
Reza membeku. Cindy terlihat hampir menjatuhkan buket bunganya. Nayla? Dia masih mematung, jantungnya berdentum keras, tak tahu harus mendorong atau membalas.
Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?!
Jam dinding berdetak pelan. Di balik tirai putih yang melambai ringan diterpa angin dari ventilasi, cahaya lampu kota menari samar-samar. Di dalam kamar rumah sakit itu, sunyi menyelimuti. Rose tertidur di sofa dengan selimut menyelimuti tubuhnya. Hanya suara mesin monitor yang mengukur detak jantung dan ritme napas yang terus bergema, mengisi kekosongan malam.Namun, Nayla masih terjaga.Ia duduk bersandar di atas ranjangnya, memandangi pria di sebelah ranjangnya. Kenzo. Pria yang dulu menjadi musuh dalam hidupnya, yang ia hindari, benci, dan tolak. Namun kini, hanya ada satu perasaan yang membuncah setiap ia menatap wajah itu: takut kehilangan.Dengan hati-hati, Nayla menyibak selimut, melangkah pelan menuju sisi ranjang Kenzo. Ia duduk di tepi tempat tidur itu, menatap wajah Kenzo yang pucat, dengan luka perban di perutnya, dan lengan yang masih ditancap selang infus. Tangannya terulur, ragu-ragu... lalu akhirnya menggenggam tangan Kenzo erat-erat, seolah takut jika pria itu kembal
Cahaya putih menyilaukan menyelimuti ruang IGD. Aroma antiseptik menusuk tajam, menyatu dengan hiruk-pikuk langkah kaki dan suara peralatan medis yang tak henti-hentinya berbunyi.Di tengah kekacauan itu, Kenzo terbaring lemah dengan wajah pucat dan baju penuh darah. Selang infus menusuk lengannya, monitor jantung menunjukkan detak yang tak stabil, dan perawat bergerak cepat menahan perdarahannya.“Tekanan darah turun drastis!”“Stabilisasi segera, kita kehilangan dia—!”Pintu IGD terbuka keras. Kingsley masuk dengan napas memburu, matanya menyapu ruangan hingga akhirnya menatap tubuh putranya yang hampir tak bernyawa. Wajahnya mengeras. Ia menoleh tajam ke arah pasukan pengawalnya.“Dengar baik-baik,” desisnya. “Jangan ada yang melaporkan ini ke pihak berwajib. Polisi akan tunduk pada keluarga presiden. Kita tidak bisa mempercayai siapa pun di luar lingkaran ini.”Semua pengawal mengangguk serempak. Ketegangan makin menebal, seolah rumah sakit pun tahu bahwa perang besar sedang diam-
Udara di dalam ruangan itu terasa lembap dan menyesakkan. Aroma apek dan debu menyatu menjadi satu, membuat dada Nayla semakin sesak. Ia duduk di kursi kayu tua yang sudah mulai rapuh, tubuhnya lemah terikat erat, pergelangan tangannya membiru karena gesekan tali kasar.Air matanya sudah mengering di pipi. Ia menatap nanar ke langit-langit gelap yang retak dan penuh sarang laba-laba, mencoba menenangkan diri… mencoba berpikir jernih… tapi yang ia rasakan hanya satu—takut“Apa ini jalan satu-satunya agar semuanya aman?” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.Tangannya bergerak lemah, mencoba lagi melepaskan ikatan, meskipun perihnya seperti ditusuk-tusuk duri. Tapi tak ada yang berhasil. Tidak ada celah, tidak ada harapan.“Apa lebih baik aku mati… daripada harus menyerah dan membuat Kenzo dalam bahaya?” pikirnya lagi. Matanya memejam, menahan rasa bersalah dan keputusasaan yang menyesakkan dada.Sementara itu, jauh di tempat berbeda, Kenzo masih belum berhenti bergerak.Apartemen tempa
Kesadarannya masih kabur ketika Nayla membuka mata. Ruangan itu kosong dan lembap, berbau tanah tua dan kayu lapuk. Dinding-dindingnya retak, jendela ditutup rapat dengan papan kayu, dan hanya cahaya temaram dari satu bola lampu menggantung di langit-langit yang membuat segalanya tampak lebih menyeramkan.Kepalanya berdenyut. Pergelangan tangannya terasa perih, diikat kasar dengan tali yang mengikatnya kuat ke kursi kayu reyot. Nafasnya memburu, tubuhnya mulai gemetar. Namun ketakutan itu bukan hanya karena tempat itu—melainkan karena sosok yang perlahan melangkah dari balik bayangan.Reza.Wajah yang dulu pernah ia percayai, kini berubah menjadi topeng kebencian yang menjijikkan. Matanya memancarkan kesenangan aneh melihat Nayla dalam kondisi tak berdaya.“Selamat datang, Nay.” Suara Reza terdengar ringan, tapi nadanya mengandung racun. “Sudah kubilang ini penting, tapi kamu menolak datang baik-baik. Jadi ya… aku terpaksa.”Nayla mencoba tetap tenang. Tapi air mata sudah menggenang d
Malam itu langit mendung. Hujan belum turun, tapi udara terasa berat. Nayla memandangi layar ponselnya yang kembali menyala untuk ketiga kalinya malam itu—nama yang muncul di layar bukan nama asing.Reza.Tangannya gemetar ringan saat akhirnya ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju ruang kerja apartemen. Di balik pintu, Kenzo sedang menatap layar laptop dengan ekspresi serius, dikelilingi dokumen dan peta digital.Nayla mengetuk pelan.Kenzo menoleh. “Ada apa?” tanyanya, suaranya tenang, tapi matanya langsung membaca bahwa Nayla tidak datang hanya untuk mengobrol santai.“Reza… dia menghubungiku lagi,” ucap Nayla dengan suara pelan.Seketika rahang Kenzo mengeras. Ia menyandarkan punggung ke kursi, menyatukan kedua tangannya di bawah dagu. “Apa lagi maksudnya kali ini? Di tengah kekacauan yang belum selesai juga…” gumamnya dengan geram.“Aku juga tidak tahu. Tapi dia bilang ini penting. Dia terus mengirim pesan. Seolah… mendesak,” jelas Nayla, menyerahkan ponselnya.Kenzo me
Setelah menghabiskan waktu menelusuri kenangan di rumah masa kecil Nayla, Kenzo membawa Nayla menuju mansion keluarga Kingsley. Bangunan megah yang berdiri kokoh di balik pagar besi hitam itu memancarkan aura keagungan sekaligus misteri yang menyelimuti sejarah keluarga mereka. Ketika mobil berhenti di depan pintu utama, Rose dan Kingsley telah berdiri menyambut mereka di depan pintu, seolah sudah tahu bahwa percakapan malam ini bukanlah percakapan biasa.Setelah duduk di ruang keluarga yang hangat dan tenang, Rose membuka percakapan. Suaranya lembut, tapi mengandung tekanan emosional yang dalam."Nayla... sebelum ibumu menghilang, dia sempat bilang padaku bahwa suatu saat kamu akan menemukan surat wasiat dari mendiang ayahmu. Tapi dia tidak pernah memberitahuku di mana surat itu disimpan. Seolah... dia sengaja membuatmu menemukan sendiri, saat kamu sudah siap."Nayla menelan ludah, pikirannya mulai menghubungkan potongan-potongan mimpi, bisikan dari masa lalu, dan kenyataan yang kini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments