LOGINCengkeramannya dilepaskan, dan aku terhuyung mundur, napasku tersengal. Aku memaksakan diri untuk tenang, meraih cek lima puluh ribu dolar yang masih ada di kasur.
“Aku akan mengembalikan uangmu sepuluh kali lipat, Tuan Montevista,” kataku mencoba menguasai getaran di suaraku. “Anggap ini ganti rugi atas kecerobohanku. Berapa yang kau mau? Seratus ribu? Dua ratus ribu?” Apakah aku punya uang? Haha tentu saja tidak. Ini hanya upaya supaya aku bisa kabur dari akibat kecerobohanku ini. Aku tegaskan, ini hanya permainan dan sialnya, aku suka dengan permainan Tuan Montevista semalam. Dia benar-benar perkasa. Dia membuatku bergairah. Akan tetapi Axel tertawa. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa hampa yang penuh penghinaan dan meremehkan. Dia berjalan santai menuju jendela kaca setinggi langit-langit, menatap pemandangan Kota Metropolitan dari singgasananya. “Uang? Kau pikir aku butuh uangmu, baker kecil?” Axel berbalik, aura arogannya kini mengisi seluruh ruangan. “Aku adalah Axel Mardon Montevista. Aku tidak membeli wanita. Aku hanya memilih jaminan yang paling aku butuhkan saat ini.” “Lalu apa yang kau butuhkan? Kenapa aku?” Aku menuntut jawaban “Aku butuh seorang istri dan calon pewaris.” Aku terdiam, mencerna kata-katanya. “Kau gila. Kita baru bertemu semalam. Dan memaksaku untuk menikahimu? Sudah sinting?!” Axel memotong ucapanku dengan dingin. “Aku tidak punya waktu untuk berkencan, Keisha. Dan kau, kau adalah solusi sempurna untuk masalah yang kutinggalkan semalam.” Dia berjalan ke meja, mengambil dokumen yang dicetak tebal dengan tinta emas. Dia melemparkannya ke kasur, tepat di samping kotak pil kosong. “Ini adalah kontrak,” katanya. “Tiga tahun pernikahan. Tugasmu mudah: menjadi istriku, Nyonya Montevista, dan melahirkan pewarisku.” “Mengapa harus sekarang? Kenapa harus secepat ini? Apa kau tidak punya otak? Aku juga butuh waktu berpikir.” Axel menghela napas, gestur yang jarang ia tunjukkan, seolah masalah ini benar-benar mencekiknya. “Wasiat kakekku sangat kuno. Aku harus menikah dan memiliki calon pewaris dalam waktu enam bulan setelah ulang tahunku, atau aku akan kehilangan 70% saham Montevista Group kepada dewan direksi yang sudah tua dan serakah.” “Dan batas waktunya?” “Tinggal tiga minggu lagi.” Mata peraknya menatapku tajam. “Aku sudah membuang pil itu. Kesempatan kehamilanmu adalah yang tertinggi. Aku harus bertindak cepat.” Aku menatap dokumen itu. Ini bukan tentang cinta. Ini adalah kontrak bisnis paling brutal yang pernah ada. “Dan jika aku tidak mau?” Aku mengulang pertanyaan itu, kali ini dengan suara yang lebih rapuh. Axel tersenyum misterius. “Maka, Keisha, seluruh kota akan tahu bahwa Nona Keisha, si baker polos, menghabiskan malam dengan pria yang jauh lebih tua, meninggalkan cek, dan sekarang harus membesarkan anak ini sendirian. Percayalah, aku punya seribu cara untuk membuat hidupmu di kota ini menjadi neraka.” Axel mendekat. “Kau punya waktu lima menit untuk memutuskan, Keisha. Satu: Kau tanda tangan kontrak ini, menjadi istriku, dan semua masalah utang keluargamu akan lenyap, kau akan hidup aman dan terjamin. Atau Dua: Kau keluar dari pintu ini, reputasimu hancur, dan kau akan membesarkan anak ini sendirian, tanpa perlindungan.” Dia mencondongkan tubuhnya, tatapan matanya mengunci milikku. “Pilih, Nyonya Montevista. Kau sudah masuk dalam permainan, dan kau tidak punya pilihan lain.” Aku menatap dokumen kontrak itu, lalu menyentuh perutku yang masih rata. Menjadi Nyonya Montevista adalah hal terakhir yang kuinginkan. Tetapi ancaman kehancuran dan ketidakpastian nasib anak ini nantinya, membuat hatiku remuk. Aku tidak mau dia bernasib tidak baik dan cenderung buruk, seperti nasib wanita ini. Dengan air mata yang tertahan, aku meraih bolpoin perak di atas meja. Aku akan menandatanganinya. Sial! Kenapa dunia sebercanda ini?Setelah pengakuan Axel tentang DNA-ku—bahwa aku adalah solusi biologis untuk masalah garis keturunan Montevista—hubungan kami memasuki fase yang jauh lebih dingin dan penuh perhitungan. Aku tahu nilaiku. Aku bukan hanya ibu dari pewaris; aku adalah jantung biologis dari kelangsungan kekaisarannya.Aku memanfaatkan ini segera. “Aku butuh akses penuh ke pantry dan dapur kapan pun aku mau, tanpa pengawasan Amelia. Dan kau harus berhenti menyentuhku kecuali jika itu diperlukan untuk ‘tugas’,” kataku padanya pagi itu.Axel hanya membalas dengan seringai. “Deal. Tapi kau harus ingat, hari ini, kau harus tampil sempurna. Malam ini adalah Gala Montevista. Para dewan direksi yang kau temui waktu itu akan hadir, dan mereka akan mencariku. Jangan tunjukkan satu pun celah.”Aku menghabiskan seluruh sore untuk dipersiapkan. Paul, desainer pribadiku, membawakan gaun malam merah marun dengan potongan slit tinggi dan punggung terbuka. Itu jauh lebih provokatif dari yang biasa kupakai. Aku mengenakann
Pagi itu, aku menjalankan misi. Aku harus menemukan kelemahan Axel. Setelah Axel pergi untuk urusan bisnis, aku menyelinap ke perpustakaan pribadinya. Aku tahu aku melanggar batas, tetapi rasa ingin tahuku jauh lebih kuat dari rasa takut. Aku mencari petunjuk personal, bukan dokumen bisnis. Akhirnya, mataku tertuju pada sebuah bingkai foto perak kecil yang terbalik di atas meja. Aku meraihnya. Di dalamnya, terdapat foto Axel, jauh lebih muda dan tersenyum. Senyum itu hangat, tulus, dan sama sekali berbeda dari topeng Billionaire yang kukenal. Di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik berambut cokelat dengan mata yang bersinar penuh kebahagiaan. Di balik foto, ada tulisan tangan yang indah: “Selamanya, di sini, di Montevista. M&A.” Jadi, ada seseorang yang pernah dicintai Axel. Kehancuran dalam matanya yang kulihat kemarin malam—ini alasannya. Aku buru-buru meletakkan foto itu kembali ke tempatnya. “Mencari sesuatu, Nyonya Montevista?” Suara berat dan dingin itu membuatku membe
Udara di klinik Dr. Sam berbau steril dan mahal, jauh berbeda dari aroma antiseptik rumah sakit biasa. Ini bukan klinik, melainkan sebuah suite kesehatan pribadi yang mewah, didominasi warna putih pucat dan instrumen krom.Aku duduk di sofa kulit, sementara Axel berdiri tegak di sampingku, tangannya diletakkan di sandaran sofa seolah menandai kepemilikannya. Dr. Sam, seorang wanita paruh baya dengan senyum yang terlalu profesional, memasuki ruangan.“Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Montevista,” sapanya, matanya terfokus pada Axel, seakan aku hanyalah lampiran yang harus diurus. “Tuan Axel sudah menjelaskan situasinya. Waktu adalah aset, jadi kita akan langsung ke inti.”Selama dua jam berikutnya, aku diperlakukan seperti barang inventaris berharga yang sedang diperiksa kelayakannya untuk tujuan produksi. Dr. Sam membahas pola ovulasiku, nutrisi, hingga “kondisi rahim yang optimal untuk menampung pewaris Montevista”. Axel mendengarkan setiap detail dengan ekspresi datar, sesekali mengaju
Sisa-sisa kemarahan karena kehilangan toko kue, justru memberiku kekuatan. Jika Axel menginginkan boneka yang sempurna, maka dia akan mendapatkannya. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, dan aku akan menggunakan fasilitas yang dia berikan untuk menuntut balasan.Aku menghabiskan pagi itu di bawah pengawasan ketat Nyonya Amelia, Kepala Pelayan yang ternyata memegang kendali atas seluruh staf di mansion itu. Dia sopan, efisien, dan memiliki pandangan yang mengatakan bahwa dia telah melihat semua sandiwara pernikahan kontrak.Di ruang rias sebesar butik, aku bertemu dengan tim penata. Desainer pribadiku, seorang pria Italia bernama Paul, mengganti pakaian malamku yang kusut dengan gaun cocktail sutra abu-abu yang menjeritkan kemewahan tanpa usaha.“Rambut Nyonya indah, tapi terlalu polos,” ujar penata rambut, sementara penata rias sibuk mengukir kontur tajam di wajahku.Transformasi itu brutal. Keisha si baker yang wangi vanilla kini diganti dengan Nyonya Montevista yang me
Bau whiskey dan cologne Axel semakin kuat, mencekik seperti belenggu tak terlihat. Aku menarik napas, mencoba menahan emosi yang bergejolak antara amarah, ketakutan, dan sisa-sisa gairah bodoh dari malam itu. Aku paham, setelah kontrak ditandatangani, tubuhku kini resmi menjadi aset Montevista, properti untuk tujuan produksi pewaris.Axel tersenyum miring, senyum yang tidak pernah mencapai mata peraknya, yang kini berkilat penuh hasrat menguasai.“Jangan membuatku menunggu, Keisha,” bisiknya, suaranya mengandung perintah mutlak yang tidak bisa ditawar.Aku bangkit dari ranjang, merasakan lututku gemetar. Aku adalah Nyonya Montevista sekarang. Gelar ini adalah perisai sekaligus penjaraku. Aku harus memainkannya.“Aku tidak lari, Tuan Montevista,” jawabku, mencoba meniru ketenangannya. “Tapi, karena ini adalah pernikahan, meski hanya sandiwara aku punya hak untuk tahu. Apa yang baru saja terjadi semalam? Mengapa kau memilihku?”Axel tertawa. Dia menuang satu tegukan lagi whiskey ke gela
Aku menahan napas, ujung bolpoin perak yang dingin kini berada di atas baris tanda tangan. Nama Axel Mardon Montevista sudah tercetak rapi di atas garis di sebelahnya.“Waktumu habis, Keisha.” Suara Axel, meski tenang, mengandung ketidaksabaran yang menekan.Aku tidak melihat ke arahnya. Mataku terpaku pada kata-kata di halaman itu: Kewajiban Istri, Kepatuhan Mutlak, dan Pasal Pewaris. Ini bukan pernikahan; ini adalah perbudakan legal yang kusepakati demi masa depan yang tidak pasti dan anak yang belum pasti ada.Dengan satu tarikan napas kasar, aku menorehkan namaku. Keisha Auristela.Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin. Axel mengambil dokumen itu, memeriksanya dengan teliti. Seringai tipis yang tidak menyenangkan muncul di sudut bibirnya.“Bagus. Selamat datang di penjaraku, Nyonya Montevista.”Belum sempat aku memprotes sebutan itu, ia sudah meraih pergelangan tanganku dengan kuat. “Kita tidak punya waktu. Pernikahan ini harus sah hari ini.”Satu jam kemudian, aku duduk di ku







