Share

3: Lakukan, Keisha

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-10-27 09:28:05

Aku menahan napas, ujung bolpoin perak yang dingin kini berada di atas baris tanda tangan. Nama Axel Mardon Montevista sudah tercetak rapi di atas garis di sebelahnya.

“Waktumu habis, Keisha.” Suara Axel, meski tenang, mengandung ketidaksabaran yang menekan.

Aku tidak melihat ke arahnya. Mataku terpaku pada kata-kata di halaman itu: Kewajiban Istri, Kepatuhan Mutlak, dan Pasal Pewaris. Ini bukan pernikahan; ini adalah perbudakan legal yang kusepakati demi masa depan yang tidak pasti dan anak yang belum pasti ada.

Dengan satu tarikan napas kasar, aku menorehkan namaku. Keisha Auristela.

Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin. Axel mengambil dokumen itu, memeriksanya dengan teliti. Seringai tipis yang tidak menyenangkan muncul di sudut bibirnya.

“Bagus. Selamat datang di penjaraku, Nyonya Montevista.”

Belum sempat aku memprotes sebutan itu, ia sudah meraih pergelangan tanganku dengan kuat. “Kita tidak punya waktu. Pernikahan ini harus sah hari ini.”

Satu jam kemudian, aku duduk di kursi belakang Maybach hitam. Aku tidak punya waktu untuk mengemasi barang, membersihkan apartemenku sendiri, atau bahkan menelepon sahabatku. Semuanya terjadi begitu cepat, katakanlah aku persis seperti diseret badai.

Kami berhenti di depan kantor Catatan Sipil swasta yang sangat eksklusif. Di sana, sudah menunggu seorang notaris tua yang tampak kaku dan seorang pria paruh baya bersetelan mahal, yang tak lain adalah pengacara pribadi Axel, Tuan Leonard.

“Kita akan melakukannya dengan cepat dan tanpa saksi tak terduga,” perintah Axel pada pengacaranya.

Prosesnya dingin, cepat, dan sepenuhnya birokratis. Axel mengucapkan janji-janji yang terdengar kosong, dan aku mengulanginya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Hanya butuh sepuluh menit bagi Keisha Auristela untuk secara resmi berubah menjadi Nyonya Axel Mardon Montevista.

Sambil berjalan kembali ke mobil, Axel berbicara tanpa menoleh, suaranya kini kembali pada nada CEO yang penuh perintah.

“Mulai detik ini, kau adalah istriku. Kau tidak boleh bicara tentang masa lalumu, pekerjaanmu sebagai baker, atau utang keluargamu pada siapa pun. Kau akan diberikan kartu kredit tanpa batas—gunakan untuk keperluan penampilan Nyonya Montevista. Tapi, ada satu aturan terpenting.”

Aku menunggunya dengan cemas.

Axel menghentikan langkah di depan Maybach, matanya yang perak menatapku dengan tatapan gelap dan posesif.

“Kau adalah milikku. Setiap panggilan telepon, setiap pertemanan, setiap langkah kakimu harus atas izinku. Kau boleh hidup mewah, tapi kebebasanmu adalah milikku. Kau mengerti?”

“Aku mengerti,” jawabku pahit. “Aku hanya boneka.”

Axel tersenyum tipis, kali ini senyum berbahaya yang terasa lebih intim. “Boneka mainanku” ia masih menunjukkan seringai penuhnya. “Malam ini, kita akan pindah ke kediaman utama Montevista. Di sana, kita akan memulai tugas yang sebenarnya.”

Kediaman utama Montevista—sebuah mansion bergaya Eropa Klasik yang dikelilingi taman luas, menjulang tinggi dan megah seperti istana. Pintu masuknya saja sudah membuatku merasa seperti semut.

Begitu sampai di kamar utama yang seluas apartemenku, aku langsung terduduk di tepi ranjang berkanopi. Aku tidak sanggup lagi menahan semua emosi.

Axel masuk, melepas jasnya, dan melonggarkan dasinya. Dia kini tampak lebih santai, tapi entah mengapa, lebih mengancam.

“Bagian terberat akan dimulai, Keisha. Kau harus meyakinkan semua orang, terutama dewan direksi, bahwa kau adalah seorang Montevista,” katanya sambil mengambil whiskey dari bar kecil di sudut ruangan.

Aku mendongak. Inilah yang kukhawatirkan dan tak kuasa kutahan untuk tidak kupertanyakan padanya. “Apa yang akan terjadi jika jika pewaris itu tidak kunjungan datang?”

Axel menyesap minumannya, matanya menatapku dengan dingin. “Itu adalah salah satu pasal dalam kontrak, Nyonya Montevista. Jika dalam waktu enam bulan kau tidak hamil, kita akan mulai menjalankan Klausul B. Dan percayalah, kau tidak ingin tahu apa itu Klausul B.”

Dia meletakkan gelasnya dan berjalan perlahan ke arahku.

“Namun, malam ini, kita tidak membahas kontrak atau direksi,” bisiknya, suaranya rendah dan serak, membuat bulu kudukku meremang. “Malam ini, kita merayakan pernikahan kita.”

Dia berdiri di hadapanku, aroma cologne dan whiskey menguar. Jemarinya yang kuat menyentuh rambutku, menarik kepalaku hingga wajah kami berdekatan.

“Ada satu hal lagi yang harus kau ingat, Keisha,” bisiknya, suaranya kini mengandung hasrat yang panas dan menguasai.

“Kau boleh menandatangani kontrak itu dengan bolpoin. Tapi kau harus mengukir kepemilikanku di tubuhku malam ini.”

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mainan Baru Tuan Montevista    8: Mungkin Aku Sudah....

    Setelah pengakuan Axel tentang DNA-ku—bahwa aku adalah solusi biologis untuk masalah garis keturunan Montevista—hubungan kami memasuki fase yang jauh lebih dingin dan penuh perhitungan. Aku tahu nilaiku. Aku bukan hanya ibu dari pewaris; aku adalah jantung biologis dari kelangsungan kekaisarannya.Aku memanfaatkan ini segera. “Aku butuh akses penuh ke pantry dan dapur kapan pun aku mau, tanpa pengawasan Amelia. Dan kau harus berhenti menyentuhku kecuali jika itu diperlukan untuk ‘tugas’,” kataku padanya pagi itu.Axel hanya membalas dengan seringai. “Deal. Tapi kau harus ingat, hari ini, kau harus tampil sempurna. Malam ini adalah Gala Montevista. Para dewan direksi yang kau temui waktu itu akan hadir, dan mereka akan mencariku. Jangan tunjukkan satu pun celah.”Aku menghabiskan seluruh sore untuk dipersiapkan. Paul, desainer pribadiku, membawakan gaun malam merah marun dengan potongan slit tinggi dan punggung terbuka. Itu jauh lebih provokatif dari yang biasa kupakai. Aku mengenakann

  • Mainan Baru Tuan Montevista    7: Berani, Tapi Axel Suka

    Pagi itu, aku menjalankan misi. Aku harus menemukan kelemahan Axel. Setelah Axel pergi untuk urusan bisnis, aku menyelinap ke perpustakaan pribadinya. Aku tahu aku melanggar batas, tetapi rasa ingin tahuku jauh lebih kuat dari rasa takut. Aku mencari petunjuk personal, bukan dokumen bisnis. Akhirnya, mataku tertuju pada sebuah bingkai foto perak kecil yang terbalik di atas meja. Aku meraihnya. Di dalamnya, terdapat foto Axel, jauh lebih muda dan tersenyum. Senyum itu hangat, tulus, dan sama sekali berbeda dari topeng Billionaire yang kukenal. Di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik berambut cokelat dengan mata yang bersinar penuh kebahagiaan. Di balik foto, ada tulisan tangan yang indah: “Selamanya, di sini, di Montevista. M&A.” Jadi, ada seseorang yang pernah dicintai Axel. Kehancuran dalam matanya yang kulihat kemarin malam—ini alasannya. Aku buru-buru meletakkan foto itu kembali ke tempatnya. “Mencari sesuatu, Nyonya Montevista?” Suara berat dan dingin itu membuatku membe

  • Mainan Baru Tuan Montevista    6: Pemeriksaan Ovarium

    Udara di klinik Dr. Sam berbau steril dan mahal, jauh berbeda dari aroma antiseptik rumah sakit biasa. Ini bukan klinik, melainkan sebuah suite kesehatan pribadi yang mewah, didominasi warna putih pucat dan instrumen krom.Aku duduk di sofa kulit, sementara Axel berdiri tegak di sampingku, tangannya diletakkan di sandaran sofa seolah menandai kepemilikannya. Dr. Sam, seorang wanita paruh baya dengan senyum yang terlalu profesional, memasuki ruangan.“Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Montevista,” sapanya, matanya terfokus pada Axel, seakan aku hanyalah lampiran yang harus diurus. “Tuan Axel sudah menjelaskan situasinya. Waktu adalah aset, jadi kita akan langsung ke inti.”Selama dua jam berikutnya, aku diperlakukan seperti barang inventaris berharga yang sedang diperiksa kelayakannya untuk tujuan produksi. Dr. Sam membahas pola ovulasiku, nutrisi, hingga “kondisi rahim yang optimal untuk menampung pewaris Montevista”. Axel mendengarkan setiap detail dengan ekspresi datar, sesekali mengaju

  • Mainan Baru Tuan Montevista    5: Perjuangan Dibalik Pintu Tertutup

    Sisa-sisa kemarahan karena kehilangan toko kue, justru memberiku kekuatan. Jika Axel menginginkan boneka yang sempurna, maka dia akan mendapatkannya. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, dan aku akan menggunakan fasilitas yang dia berikan untuk menuntut balasan.Aku menghabiskan pagi itu di bawah pengawasan ketat Nyonya Amelia, Kepala Pelayan yang ternyata memegang kendali atas seluruh staf di mansion itu. Dia sopan, efisien, dan memiliki pandangan yang mengatakan bahwa dia telah melihat semua sandiwara pernikahan kontrak.Di ruang rias sebesar butik, aku bertemu dengan tim penata. Desainer pribadiku, seorang pria Italia bernama Paul, mengganti pakaian malamku yang kusut dengan gaun cocktail sutra abu-abu yang menjeritkan kemewahan tanpa usaha.“Rambut Nyonya indah, tapi terlalu polos,” ujar penata rambut, sementara penata rias sibuk mengukir kontur tajam di wajahku.Transformasi itu brutal. Keisha si baker yang wangi vanilla kini diganti dengan Nyonya Montevista yang me

  • Mainan Baru Tuan Montevista    4: Nyonya Montevista

    Bau whiskey dan cologne Axel semakin kuat, mencekik seperti belenggu tak terlihat. Aku menarik napas, mencoba menahan emosi yang bergejolak antara amarah, ketakutan, dan sisa-sisa gairah bodoh dari malam itu. Aku paham, setelah kontrak ditandatangani, tubuhku kini resmi menjadi aset Montevista, properti untuk tujuan produksi pewaris.Axel tersenyum miring, senyum yang tidak pernah mencapai mata peraknya, yang kini berkilat penuh hasrat menguasai.“Jangan membuatku menunggu, Keisha,” bisiknya, suaranya mengandung perintah mutlak yang tidak bisa ditawar.Aku bangkit dari ranjang, merasakan lututku gemetar. Aku adalah Nyonya Montevista sekarang. Gelar ini adalah perisai sekaligus penjaraku. Aku harus memainkannya.“Aku tidak lari, Tuan Montevista,” jawabku, mencoba meniru ketenangannya. “Tapi, karena ini adalah pernikahan, meski hanya sandiwara aku punya hak untuk tahu. Apa yang baru saja terjadi semalam? Mengapa kau memilihku?”Axel tertawa. Dia menuang satu tegukan lagi whiskey ke gela

  • Mainan Baru Tuan Montevista    3: Lakukan, Keisha

    Aku menahan napas, ujung bolpoin perak yang dingin kini berada di atas baris tanda tangan. Nama Axel Mardon Montevista sudah tercetak rapi di atas garis di sebelahnya.“Waktumu habis, Keisha.” Suara Axel, meski tenang, mengandung ketidaksabaran yang menekan.Aku tidak melihat ke arahnya. Mataku terpaku pada kata-kata di halaman itu: Kewajiban Istri, Kepatuhan Mutlak, dan Pasal Pewaris. Ini bukan pernikahan; ini adalah perbudakan legal yang kusepakati demi masa depan yang tidak pasti dan anak yang belum pasti ada.Dengan satu tarikan napas kasar, aku menorehkan namaku. Keisha Auristela.Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin. Axel mengambil dokumen itu, memeriksanya dengan teliti. Seringai tipis yang tidak menyenangkan muncul di sudut bibirnya.“Bagus. Selamat datang di penjaraku, Nyonya Montevista.”Belum sempat aku memprotes sebutan itu, ia sudah meraih pergelangan tanganku dengan kuat. “Kita tidak punya waktu. Pernikahan ini harus sah hari ini.”Satu jam kemudian, aku duduk di ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status