Reva mengabaikan banyaknya panggilan tak terjawab yang masuk di ponselnya. Mengabaikan juga banyaknya pesan masuk, sedikit mengernyit heran ketika melihat sebuah nomor tak dikenal yang menghubungi nomor ponselnya. Dan juga pesan masuk dari nomor baru tak di kenal itu. Isi pesan dari orang tersebut menanyakan dimana keberadaan Reva.
Reva mengendikkan bahunya tanda tak peduli dan melanjutkan membereskan segala pakaiannya, memasukkan beberapa segala keperluannya ke dalam tas ransel miliknya.
Rencana ia akan pulang kampung selama seminggu, untuk saat ini ia akan beres-beres dulu baru besok minta izin sekaligus berpamitan pada teman-temannya.
"Selesai!" ujar Reva terlihat senang.
Reva menoleh ke segala arah sudut rumahnya. Apalagi yang harus ia lakukan?
Nah, sebaiknya ia beres-beres membersihkan rumahnya sampai bersih dan kinclong. Lalu setelah ia kembali pulang dari kampung nanti tak repot-repot untuk membersihkannya lagi. Iya, ide bagus!&n
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu kurang lebih enam jam, akhirnya Reva sampai di kampung halamannya. Saat menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya sendiri, tak sedikit para warga penduduk kampung yang menyambut kepulangannya, Reva jadi risih sendiri mendapati hal itu. Ia terlihat bak seperti aktris yang di sambut heboh oleh para penggemarnya.Reva menyalami para ibu-ibu dan bapak-bapak yang menyambutnya, memeluk dan saling menyapa bertanya kabar. Satu lagi sosok dari Reva yang ternyata sangat ramah, hal itu yang membuat para warga senang dan suka dengan kepribadiannya yang hangat dan berkeluarga.Reva di antarkan warga kampung menuju rumahnya, sambil berjalan Reva banyak bercerita dengan para warga kampung yang banyak bertanya mengenai bagaimana hidup Reva selama di kota? Apakah enak dan nyaman untuknya? Dan masih banyak lagi, Reva tersenyum dan menjawab seadanya saja.Kini Reva sudah sampai di halaman rumahnya, rumahnya yang tampak sepi saa
Aku mengumpat kesal ketika panggilan teleponku yang entah sudah ke berapa kalinya tak kunjung juga di angkat Reva. Awalnya aku menyuruh Johan untuk menghubunginya saja karena aku tidak mempunyai nomor ponselnya. Tapi ketika Johan mengatakan jika panggilan teleponnya tak di angkat Reva, aku pun memberanikan diri untuk meminta langsung nomor ponsel Reva pada Johan.Sahabatku yang super kepo akut itu pun tentu saja bertanya padaku, ada hal apa sampai aku meminta nomor Reva. Aku beralasan jika ada hal penting yang harus ku bicarakan dengan Reva, dan syukurlah Johan percaya.Wajahku sumringah ketika aku berhasil mendapatkan nomor ponselnya, kini yang harus ku lakukan adalah cepat-cepat menghubunginya.Panggilan teleponku tersambung, hatiku berdebar ketika menunggu Reva mengangkatnya. Namun sampai dering terakhir pun Reva tak mengangkatnya. Aku tak menyerah, kembali ku hubungi lagi dia, dan hasilnya tetap sama sampai lima kali panggilan telepon ku tak juga di angkat.
Aku menatap sengit dua pria yang kini berdiri di hadapanku, tatapan tak suka pun ku layangkan pada satu pria itu."Kenapa kau membawa dia, Jo?" tanyaku beralih menatap Johan."Bukankah aku menyuruhmu untuk mencari dan mendapatkan nomor ponselnya saja. Sisanya kau bawa Reva untuk menemuiku." lanjutku lagi merasa geram dengan Johan."Reva pergi bos.""Apa? Maksudnya?" tanyaku kaget bercampur panik.Johan melirik ke arah Aldy, "tolong katakan pada bosku.""Tidak, kenapa aku harus repot-repot untuk mengatakan padanya mengenai kekasihku?""Karena aku masih membutuhkannya," ucapku yang langsung mendapat tatapan kaget Johan dan Aldy."Ma—maksudku, aku masih membutuhkan bantuannya.""Bantuan apa?""Sesuatu hal, dan aku tidak akan mengatakan pada kalian tentunya. Karena Mak comblangku adalah Reva." aku berdiri dari dudukku dan berjalan mendekati mereka."Dimana Reva? Apa dia tidak
Sudah tiga hari ini ibuku ikut serta membantu para warga yang juga membantu saat ada orang yang akan melakukan acara. Seperti acara hajatan, khitanan dan pernikahan. Hal seperti ini biasa orang kami menyebutnya dengan istilah rewang, ibuku rewang di tempat acara pernikahan.Dan ini adalah puncak acaranya, dimana nantinya sepasang mempelai pengantin akan melakukan serangkaian proses menuju sah dan resmi menjadi sepasang suami-istri setelah melakukan ijab kabul. Lalu selanjutnya akan dilaksanakan acara resepsi pernikahan.Aku ikut menyambut dengan antusias hari ini, ingin menyaksikan secara langsung acara ini dari awal sampai selesai.Memang acara pesta pernikahan yang di selenggarakan terbilang sederhana, namun sangat meriah dan ramai di isi dengan kehangatan para warga yang sudah seperti keluarga. Keluarga besar, ya semua orang di kampungku inilah seluruh keluargaku.Jarak dari rumahku menuju acara pesta lumayan agak jauh, kalau berjalan kaki sekita
"Apakah masih lama?" tanyaku pada Johan yang saat ini fokus menyetir.Sudah hampir lima jam lebih kami di perjalanan, tapi tak kunjung juga sampai di kampung tempat acara pesta pernikahan saudara jauh Johan."Dikit lagi bos," sahutnya nyengir.Huffftt, aku mendengkus sebal mendengarnya. Dari tadi dia bilang dikit lagi, dikit lagi, tapi nyatanya sampai sekarang pun tak kunjung sampai.Ini sebenarnya rumah saudara jauh Johan tinggal di kampung yang paling pelosok apa?"Felly, are you okay?" tanyaku seraya menoleh ke belakang, dimana istri Johan yang duduk di jok kursi belakang bersama sang putra tercinta mereka.Felo, nama anak sulung Johan yang kini sudah berusia dua setengah tahun. Anak tampan yang manis, imut, lucu dan sangat menggemaskan."I'm okay Artan, bahkan aku sangat menikmati perjalanan ini." jawab Felly sembari mengelus perut buncitnya yang semakin hari membesar secara perlahan-lahan. Hal itu tak luput dari pengamatank
Langkah kaki Reva berhenti ketika matanya bersiborok dengan mata Artan, ia kaget luar biasa dan tak menyangka jika akan bertemu dengan Artan di kampungnya ini.Apakah ia sedang bermimpi? Ataukah ini hanyalah halusinasi Reva saja?Reva memejamkan matanya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, berharap jika apa yang di lihatnya itu salah. Reva berdoa dalam hatinya, semoga saja saat dia membuka mata sosok Artan tak ada.Namun sialnya ketika Reva membuka kembali kedua matanya, sosok Artan masih ada disana. Duduk diantara barisan para pria, Reva juga melihat sosok Johan."Pak Johan?" gumam Reva tak menyangka."Kak Johan?" ulang Lila menoleh ke arah Reva saat ia tak sengaja mendengar Reva menyebut nama saudara jauhnya."Kamu mengenalnya Lila?" tanya Reva yang di angguki Lila."Dia saudara jauh yang ku maksud tadi Re." jelas Lila menjelaskan hubungan diantara ia dan Johan.Reva ternganga mendengarnya, jadi ini...?
Jantung Reva berpacu semakin cepat dan serasa ingin melompat keluar dari dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Pasalnya kini Artan semakin cepat dan dekat dengannya.Kedua telapak tangan Reva basah oleh keringat dingin yang menguar begitu saja, apalagi dahinya semakin penuh bulir-bulir keringat dingin yang menetes. Reva mengelap sekilas dahinya dengan punggung sebelah tangannya, kemudian mencengkeram kembali bagian kebayanya.Saat Artan sudah berdiri menjulang di sampingnya kini duduk, Reva rasanya ingin bumi terbelah menjadi dua dan menenggelamkannya saja.Lihatlah bagaimana cara Artan yang menatapnya tak berkedip, penuh ketajaman dan intimidasi yang kuat. Reva tak perlu repot-repot menoleh dan mendongakkan wajahnya melihat ke wajah tampan Artan, cukup memperhatikan satu persatu milmik wajah dan reaksi teman-temannya saja Reva sudah tahu bagaimana pesona seorang Artan Narendra yang begitu banyak dikagumi para wanita.Kedua mata Reva mendelik terke
"Kenapa kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" tanya Artan membuka percakapan antara ia dan Reva yang sejak tadi hanya diam.Artan menepikan mobilnya didekat pohon besar yang masih kawasan kampung, ia memberhentikan mobilnya karena merasa lelah dan tak tahan ingin segera bertanya pada Reva.Reva mendengkus sebal, jika ia memberitahu Artan mengenai kepergiannya yang pulang kampung itu sama saja bukan kabur artinya. Tak mungkin Reva mengatakan jika alasannya yang begitu kuat melarikan diri pulang kampung adalah karena Artan.Tapi, jika sudah begini maka alasan tepat apa yang bisa Reva berikan. Huffftt!"Jawab pertanyaanku Reva!" peringat Artan merasa kesal karena Reva hanya diam saja."Tidak ada alasan," ucap Reva pada akhirnya menjawab pertanyaan Artan karena mulutnya sudah terasa gatal ingin menjawabnya."Tak ada alasan bagi seseorang yang ingin pulang kampung bukan? Anda pasti tahu alasannya apa, dan ku rasa aku j