Jantung Reva berpacu semakin cepat dan serasa ingin melompat keluar dari dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Pasalnya kini Artan semakin cepat dan dekat dengannya.
Kedua telapak tangan Reva basah oleh keringat dingin yang menguar begitu saja, apalagi dahinya semakin penuh bulir-bulir keringat dingin yang menetes. Reva mengelap sekilas dahinya dengan punggung sebelah tangannya, kemudian mencengkeram kembali bagian kebayanya.
Saat Artan sudah berdiri menjulang di sampingnya kini duduk, Reva rasanya ingin bumi terbelah menjadi dua dan menenggelamkannya saja.
Lihatlah bagaimana cara Artan yang menatapnya tak berkedip, penuh ketajaman dan intimidasi yang kuat. Reva tak perlu repot-repot menoleh dan mendongakkan wajahnya melihat ke wajah tampan Artan, cukup memperhatikan satu persatu milmik wajah dan reaksi teman-temannya saja Reva sudah tahu bagaimana pesona seorang Artan Narendra yang begitu banyak dikagumi para wanita.
Kedua mata Reva mendelik terke
"Kenapa kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" tanya Artan membuka percakapan antara ia dan Reva yang sejak tadi hanya diam.Artan menepikan mobilnya didekat pohon besar yang masih kawasan kampung, ia memberhentikan mobilnya karena merasa lelah dan tak tahan ingin segera bertanya pada Reva.Reva mendengkus sebal, jika ia memberitahu Artan mengenai kepergiannya yang pulang kampung itu sama saja bukan kabur artinya. Tak mungkin Reva mengatakan jika alasannya yang begitu kuat melarikan diri pulang kampung adalah karena Artan.Tapi, jika sudah begini maka alasan tepat apa yang bisa Reva berikan. Huffftt!"Jawab pertanyaanku Reva!" peringat Artan merasa kesal karena Reva hanya diam saja."Tidak ada alasan," ucap Reva pada akhirnya menjawab pertanyaan Artan karena mulutnya sudah terasa gatal ingin menjawabnya."Tak ada alasan bagi seseorang yang ingin pulang kampung bukan? Anda pasti tahu alasannya apa, dan ku rasa aku j
Tolong bantu aku untuk semakin dekat dengan Niken, aku ingin menjalani suatu hubungan yang serius dengannya.Sial!Artan merutuki mulutnya sendiri yang dengan lancang bebas mengeluarkan kata-kata itu. Padahal niat awal Artan sebenarnya ingin bilang jika sepertinya mulai gila karena terus memikirkan Reva serta merindukannya.Tapi, kenapa malah kata-kata ini yang keluar? Aisshhh.Artan dapat melihat jelas mulut Reva yang tadinya menganga lebar mungkin efek kaget, namun kini Reva mengatupkan mulutnya dan merubah ekspresinya yang tadi seperti orang yang hampir nyaris pingsan.Reva berdeham sebentar sebelum mulai bicara, "jadi untuk ini kau sangat gigih ingin menemuiku?""Ya."Jawaban singkat Artan membuat Reva semakin terluka, Reva mengepalkan tangan seraya meremasnya."Lalu, kenapa kau memilihku? Bukankah banyak Mak comblang yang lain? Bukankah kita sepakat jika kau sudah menemukan wanita yang kau inginkan, maka
Reva belum sepenuhnya berpikir jernih ketika Artan melangkah semakin dekat dan berdiri di depan pintu utama rumahnya. Saat menyadari akan tindakan Artan yang main nyelonong saja, Reva berlari dan berusaha menghalangi Artan."Kenapa?" tanya Artan tak suka karena Reva yang membentangkan kedua tangannya menghalangi Artan agar tak ikut masuk ke dalam rumahnya.Reva menatap tajam Artan, namun yang di tatap sama sekali tak berpengaruh sedikitpun."Aku kan sudah mengusirmu, kenapa kau malah berjalan dan seakan ingin masuk ke dalam rumahku?!" ucap Reva ketus dan kini mendelikkan matanya pada Artan."Suka-suka ku dong." sahut Artan cuek dan kembali melangkah, dengan gampangnya Artan menyingkirkan tubuh Reva yang tadi menghalangi langkahnya.Artan menatap gembok yang terpasang di pintu rumah Reva, berbalik badan ke arah Reva dengan tatapan memohon."Apa?!" tanya Reva yang sudah kelewat ketus pun tak bisa mencegah suaranya yang ketus."Buka pint
"Jadi karena itu nomormu gak bisa di hubungi?" tanya Artan."Apa? Kau menghubungiku? Kapan?" tanya balik Reva bingung.Kepala Artan menggangguk, "ya, hampir setiap hari aku menghubungimu."Jawaban Artan suskes dan nyaris bikin Reva syok, tak menyangka jika Artan mengubunginya hampir setiap hari.Pengakuan Artan barusan juga melemparkan pemikiran Reva seolah Artan merindukannya? Apakah mungkin?"Apa kau merindukanku, bos?" tanya Reva yang berhasil membungkam mulut Artan dan wajah memerah."Rindu?" kekeh Artan mengalihkan debaran jantungnya karena Reva berhasil menebak.Melihat Artan yang terkekeh geli dengan pertanyaannya membuat Reva malu setengah mati. Apa-apaan coba pertanyaannya itu? Memalukan!"Ah tidak, lupakan saja."Artan tertawa, "kenapa? Apa kau malu, hm?"Artan suka menggoda Reva apalagi seperti saat ini. "Atau jangan-jangan sebenarnya kau yang merindukanku?""T
"Ibu, ayah, bolehkah saya menginap di rumah ini?" tanya Artan meminta izin pada orang tua Reva untuk menginap di rumahnya."APA?!" Reva luar biasa kagetnya.Ini gila! batin Reva berteriak."Tidak!" ucap Reva menolak usulan permintaan Artan.Artan yang mendengar itu pun memasang raut wajah sedih, menatap sendu ke arah orang tua Reva.Reva yang melihat itu pun jadi kalut, takut-takut jika kedua orang tuanya setuju dengan usulan gila Artan. Sedangkan Deva yang ada disitu terlihat cuek saja, baginya yang mana saja keputusannya maka ia setuju. Karena Deva suka dengan sikap Artan yang enak dan asyik saat mengobrol, terlebih lagi Deva menghormati Artan sebagai bos dari kakaknya, makanya itu ia merasa yang paling muda maka ia hanya diam saja dan lebih memilih menonton televisi yang baru saja ia nyalakan dengan volume suara pelan."Ibu, ayah, pokoknya Reva gak setuju!" ucap Reva menegaskan sekali lagi jika ia menolak permintaan Artan."Baiklah
Artan merasakan bulu kuduknya meremang berdiri merinding, suasana tidur di dalam mobil seperti ini semakin terasa mencekam dan horor. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh menit, tetapi Artan masih belum bisa memejamkan matanya terlelap, setelah usai makan malam tadi Artan langsung berpamitan keluar.Memang tadi orang tua Reva mencoba membujuk Artan agar tak tidur di mobil, dan menyuruh Artan untuk tidur satu kamar dengan Deva. Deva dengan senang hati tentu saja setuju, tapi lagi-lagi Reva seakan tak ingin melewatkan penderitaan yang akan Artan lalui.Dengan kejamnya Reva menolak usulan ide kedua orang tuanya, Artan yang tak ingin terlihat lemah bagi mereka semua terutama Reva. Untuk itu Artan tetap pada pendiriannya, tidur di dalam mobil.Bunyi suara-suara burung hantu yang saling bersahutan membuat Artan semakin kalut. Artan ingin sekali keluar dan berlari masuk ke dalam rumah jika ia tak mengingat gengsinya.Dan sayangnya Artan t
Ketukan di kaca jendela mobil Artan semakin jelas terdengar dan kini begitu kuat ketukannya. Artan mengumpat kesal dalam hatinya, hantu apa yang begitu kuat tenaganya? Mungkin saja setannya ini habis makan makanya kuat.Artan mencoba memejamkan matanya saya mengabaikan suara ketukan pintu itu. Nanti setelah itu juga pasti tuh hantu merasa lelah. Namun sebaliknya, ketukan pintu itu tak berhenti dan semakin kencang dari sebelumnya, merasa lelah akhirnya Artan membuka matanya dan menoleh perlahan ke arah kaca jendela mobil.Artan sudah menyiapkan mentalnya untuk menjerit apabila yang ia lihat setan dengan wajah yang mengerikan. Sayangnya, ketika Artan menoleh ke arah jendela kaca mobilnya ia tak menemukan hantu berwajah seram, melainkan wajah cantik Reva yang kelihatan kelelahan mengetuk kaca kaca mobil Artan sedari tadi.Jeritan Artan tertahan di dalam hatinya, bukan jeritan ketakutan melainkan jeritan kebahagiaan. Dengan cepat Artan membuka pintu mobilnya u
Artan terus menyesap bibir mungil dan merah milik Reva yang berada dalam kuluman bibirnya saat ini. Bibir ini yang kerap kali mengeluarkan ucapan-ucapan pedas menggemaskan, sehingga kadang kerap kali Artan memimpikan bisa mencium kembali bibir itu.Entah setan apa yang merasuki Artan hingga nyaris nekat melakukan ini untuk yang kedua kalinya. Reva malam hari ini terlihat sangat menggiurkan baginya, suasana malam yang sunyi senyap pun semakin menambah kuat keinginan Artan.Artan bersorak gembira ketika Reva yang mulai terbuai dan kini membalas ciumannya yang tak kalah ganasnya dengan dia. Tak perduli pada sikap mereka sebelumnya, kini kedua orang itu tampak begitu mesra melakoni cumbuan mereka yang terasa panas dan memabukkan.Artan melepaskan bibir Reva yang otomatis membuat tautan bibir mereka juga terlepas saat di rasakannya pasokan oksigen mulai menipis. Reva dan Artan sama-sama ngos-ngosan dengan nafas yang tersengal-sengal sambil saling menatap.