Angin malam yang berhembus kencang mengingatkannya agar tak lupa untuk mengenakan jaket.
Beberapa menit yang lalu, Evelyn baru saja selesai membereskan kedai. Kini, lengkap dengan pengaman kepala serta kaos tangan ia siap mengendarai motor maticnya dan meluncur pulang.
Dari kejauhan, samar-samar matanya melihat seseorang sedang berjalan dipinggir jalan. Dan semakin jelas pada jarak kurang dari 50 meter.
"Bukankah itu pria yang tadi?"
Ya, orang tersebut adalah Han yang masih berada di jalanan sambil berusaha menenangkan bayinya.
Awalnya, Evelyn ingin mengabaikan. Tapi, melihat bayi yang dibawa menangis kencang, ia pun memilih berhenti meskipun sudah melewati Han beberapa meter.
"Kenapa kalian masih berada di sini?" tanyanya setelah turun dari motor.
"Oh, Nona Roti. Saya tidak tahu harus ke mana dan bayi ini terus menangis sampai-sampai saya juga ingin menangis."
"Jadi kalian tidak punya tempat tinggal?"
Han hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan Evelyn.
Melihat wajah Han memelas, Evelyn merasa kasihan dan tanpa berpikir panjang ia langsung menawarkan tumpangan dan tempat tinggal sementara.
"Bayi itu mungkin lapar. Ikutlah denganku! Kalian bisa tinggal di tempatku untuk sementara waktu."
"Benarkah? Terima kasih, Nona roti."
Sebelum menuju ke rumah, ia berhenti ke sebuah minimarket terlebih dahulu, "Mau ikut ke dalam atau menunggu di sini?"
"Apa yang bisa dilakukan di dalam?"
"Membeli susu dan perlengkapan lain untuk bayimu."
"Saya ikut!" Han akhirnya berjalan mengikuti Evelyn.
"Apa merek susu yang biasa diminum bayimu?"
"Saya tidak tahu."
"Kalau diapers yang biasa ia pakai?"
"Tidak tahu."
"Tidak ada gunanya kau ikut masuk ke dalam," ucap Evelyn ketus.
Sambil berjalan, mata Han kesana kemari melirik berbagai macam produk yang tertata rapi. Sampai pada barisan makanan ringan, ia merasa tertarik pada sebuah snack berbungkus warna hijau di sana.
"Nona roti! Apa aku boleh minta ini?" Dengan mata penuh harapan layaknya anak kecil yang meminta sesuatu pada ibunya.
Evelyn mengamati snack tersebut dan termenung sebentar, "Tidak! Uangku tidak cukup. Aku sudah membeli perlengkapan bayimu juga beberapa makanan untukmu."
"Bagaimana jika makanan untukku ditukar dengan ini?"
"Tidak! Snack tidak bisa membuatmu kenyang lebih lama. Lagi pula itu harganya mahal."
Dengan kecewa, Han meletakkan kembali snack tersebut ketempat semula.
Semua kebutuhan sudah berada dikeranjang belanja untuk dibayar.
Begitu selesai melakukan pembayaran, barulah mereka melanjutkan perjalanan pulang.
Tak memakan waktu lama mereka telah sampai di apartemen milik Evelyn.
Apartemennya terlihat sederhana dan berukuran minimalis. Ditambah perabotan rumah berserakan membuat ruangan terkesan sangat sempit.
Bayi yang tadi sekejap tenang selama perjalanan, kini kembali menangis. Dengan segera, Evelyn melempar tas, jaket, dan sepatu yang ia kenakan ke arah sembarangan lalu pergi ke dapur untuk membuat susu.
"Berikan padanya!" kata Evelyn sambil memberikan susu yang baru saja ia seduh, "Kali ini aku buatkan, besok-besok kau harus buat sendiri."
"Baiklah. Terima kasih banyak. Sekarang dia sudah tenang."
"Kalian berdua bisa menempati kamar kosong sebelah sana." kata Evelyn sambil menunjuk sebuah ruangan, "Tata dan rapikan sendiri! Aku akan beristirahat dan tolong jangan mengganggu!"
"Sebentar, Nona roti!" kata Han yang menghentikan langkah Evelyn, "kau sungguh baik dan berhati bangsa saya."
"Berbicaralah dengan baik dan benar!"
"Maksud saya, Nona Roti berhati malaikat karena saya golongan bangsa malaikat."
"Terserah apa katamu! Aku ingin istirahat," kata Evelyn sambil pergi mengabaikan Han yang ia anggap aneh.
"Selamat istirahat, Nona Roti!"
"Berhenti memanggilku begitu! Namaku Evelyn! Ingat itu!" katanya berteriak dari depan pintu kamarnya.
"Tok ... tok ... tok ... " suara pintu yang diketuk oleh Han. "Nona Roti, bangunlah sebentar! Maaf kalau mengganggu tapi ini sangat darurat," katanya panik. "Tok ... tok ... tok ..." "Nona Roti!" Suara berisik Han berhasil membangunkan Evelyn dari tidur nyenyaknya. Dengan rambut berantakan dan tentunya dengan ekspresi marah, ia membuka pintu kamar. "Sudah kubilang jangan mengganggu kenapa malah ribut-ribut tengah malam?" "Tunda marahmu sebentar saja, Nona! Sesuatu terjadi pada Si bayi. Tolong bantu saya!" Dia menarik tangan Evelyn menuju kamarnya. "Owek ... owek ... " "Lihatlah! dia belum berhenti menangis sedari tadi. Bahkan aku sudah membuatkan susu untuknya malah dia seperti menolak." Mereka melangkah bersama mendekati si bayi. Evelyn mengecek popoknya, "Hoek!" Secara reflek, dia menutup hidung setelah melihat kotoran didalam popok bayi itu. "Dia buang air besar. Cepat gant
"Kita mulai dari membuat sarapan terlebih dahulu. Perhatikan baik-baik, oke!""Oke!" Mengacungkan jempol tangan kanan sementara tangan kiri menggendong bayi.""Nyalakan kompornya terlebih dahulu seperti ini! Ceklik ..." bunyi kompor dinyalakan."Aku akan mengajarkan menu paling sederhana dulu. Yaitu ... telur ceplok." Gaya bicara Evelyn meniru pembawa acara progam memasak di stasiun televisi."Panaskan teflon! Lalu pecahkan telur diatasnya! Tambahkan sedikit garam! Ini yang namanya garam. Kau juga harus belajar membedakan mana garam, mana gula, dan lain-lain."Han sangat fokus meperhatikan Evelyn, "Bagaimana cara membedakannya?""Kau bisa menjilatnya sedikit. Nanti lama kelamaan kau bisa membedakan hanya dengan melihatnya."Han pun menjilat masing-masing toples bumbu menggunakan ujung jari dengan menampilkan ekspresi sesuai rasa. Evelyn yang sedang mengangkat telur, melirik ke arah Han, "Sudah matang ... Pakai sendok, Bodoh! Itu menji
"Kau bisa memandikan Hyunki?"Belum sempat Han membuka mulut, Evelyn kembali berkata, "Sudahlah jangan menjawab! Kau pasti tidak bisa.""Hehe ... Kalau begitu tolong ajari!""Masalahnya aku juga belum pernah memandikan bayi." berpikir sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tas. Ia menonton sebuah video memandikan bayi di internet. Han juga ikut menonton."Aku tetap tidak berani melakukannya. Hyunki terlalu kecil," ucap Evelyn."Saya bisa melakukannya.""Kau yakin?"Sambil mengangguk, dia berkata, "Seperti yang saya bilang, saya bisa melakukan segala hal jika sudah pernah melihatnya."Segera, Han memandikan bayi yang diberi nama Hyunki tersebut dan benar dia bisa melakukannya dengan baik."Wah, ternyata kau tidak bodoh sepenuhnya," puji Evelyn, "Kalau begitu, aku juga tidak perlu mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah sendiri. Kau tonton saja video di internet!""Tentu saja," balas Han sambil tersenyum.
Sepanjang hari dan malam, pikiran Han tak berpaling sedikit pun dari kata-kata Evelyn bahwa dirinya adalah beban.Hal itu membuat dirinya bertekad untuk mencari kerja meski tanpa kartu identitas apa pun.Hari ini setelah Evelyn berangkat ke toko roti dan dia sudah selesai dengan pekerjaan rumah, ia pergi berangkat melamar pekerjaan.Di bawah sinar mentari pagi, ia berjalan menyusuri kota sambil mendorong kereta bayi yang berisi Hyunki.Dia mendatangi semua toko dan tempat makan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan.Tak banyak toko yang sedang menambahkan pekerja. Sekalipun ada, mereka selalu bertanya kartu identitas yang tak dimiliki oleh Han.Dia terus berjalan dan menemukan sebuah tempat makan yang sedang membutuhkan karyawan tanpa meminta identitas apa pun. Tapi tentunya, pemilik tempat makan itu tidak mau menerima karyawan yang bekerja membawa bayi.Hari semakin siang.Terik matahari terasa membakar kulit. Han memilih b
Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu."Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam."Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan.""Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!""Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko.""Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis."Kau dapat dari mana semua
Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis."Ev, Kau belum tidur?"Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata."Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn."Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya."Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia mera
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten