"Tok ... tok ... tok ... " suara pintu yang diketuk oleh Han.
"Nona Roti, bangunlah sebentar! Maaf kalau mengganggu tapi ini sangat darurat," katanya panik.
"Tok ... tok ... tok ..."
"Nona Roti!"
Suara berisik Han berhasil membangunkan Evelyn dari tidur nyenyaknya.
Dengan rambut berantakan dan tentunya dengan ekspresi marah, ia membuka pintu kamar.
"Sudah kubilang jangan mengganggu kenapa malah ribut-ribut tengah malam?"
"Tunda marahmu sebentar saja, Nona! Sesuatu terjadi pada Si bayi. Tolong bantu saya!"
Dia menarik tangan Evelyn menuju kamarnya.
"Owek ... owek ... "
"Lihatlah! dia belum berhenti menangis sedari tadi. Bahkan aku sudah membuatkan susu untuknya malah dia seperti menolak."
Mereka melangkah bersama mendekati si bayi.
Evelyn mengecek popoknya, "Hoek!"
Secara reflek, dia menutup hidung setelah melihat kotoran didalam popok bayi itu.
"Dia buang air besar. Cepat ganti popoknya!"
"Saya tidak tahu caranya. Saya belum pernah melakukan hal itu"
"Kau pikir aku pernah? Aku juga belum punya anak!"
"Tapi, setidaknya Nona sudah hidup sebagai manusia lebih lama."
"Apa kau merasa kau baru lahir?"
Bayi tersebut terus menangis di tengah keributan mereka.Pada akhirnya, Evelyn pun mengalah dan mencoba mengganti popok dengan segenap rasa jijik.
Memegang popok di antara ujung jari telunjuk dan ibu jari. Lalu, melemparkannya ke arah Han, "Buang ke tempat sampah!"
Evelyn menahan nafas selama mengelap pantat bayi menggunakan tisu basah sampai akhirnya ia berhasil memakaikan popok baru.
"Fyuhh ... " Evelyn membuang nafas lega.
Namun baru sebentar suasana tenang, tiba-tiba, "Pruuutt ... "
Han buang angin!
Han yang sebelumnya belum pernah mengalami itu, merasa panik. Sama seperti ketika ia merasakan lapar pertama kali.
"Perutku terasa sangat sakit. Apa yang terjadi padaku?"
"Kau juga mau BAB? Cepat ke toilet, Bodoh!" kesal Evelyn.
"Bagaimana caranya? Apa kau juga yang akan membersihkanku?"
"Kau gila? Sini cepat!" Menyeret tangan Han menuju toilet lalu memperagakan bagaimana cara BAB.
"Pertama, buka celanamu. Lalu duduk di atas sini. Setelah selesai, tekan tombol ini untuk menyiram kotoranmu. Bersihkan dirimu dengan tisu ini! Paham?"
"Paham," Dengan polos, dia hendak melepas celana di depan Evelyn.
"Eh eh eh!" cegah Evelyn, "aku keluar dulu baru kau boleh melepasnya."
"Makhluk apa dia sebenarnya?" kata Evelyn sambil mendengus kesal setelah keluar dari toilet.
Merasa lelah dan mengantuk, Evelyn tak sadar terlelap di samping bayi itu.
Sementara Han yang baru saja keluar dari toilet pun, ikut tertidur begitu saja.
Mereka terlihat seperti keluarga bahagia hingga pagi tiba.
"Eeek ... eeek ... eeek ... " rengekan bayi membangunkan Evelyn dari tidurnya.
"Ctak!" Evelyn menyentil kening Han yang masih tertidur pulas.
"Awh!" Han mengusap kening kesakitan
"Bayimu bangun. Buatkan susu untuknya!"
"Baiklah!"
Sementara Han membuat susu, Evelyn memangku bayi itu dan sesekali menciuminya, "Mmuah! Kau laki-laki tapi kau sangat cantik dan menggemaskan.
"Nona, kau terlihat sangat menyayanginya," ucap Han yang baru saja datang membawakan susu.
"Siapa namanya?" tanya Evelyn.
Han menggeleng, "Bagaimana jika Nona yang berikan nama?"
"Siapa namamu? Masukkan saja margamu ke dalam namanya."
"Nama saya Han. Saya tidak memiliki marga."
"Kau itu sebenarnya siapa? Kelakuanmu sangat aneh. Asal-usulmu juga tidak jelas."
"Sebenarnya, saya tidak boleh meceritakan siapa diri saya sembarangan. Tapi, karena saya mempercayai Nona, saya akan menceritakan dengan jujur agar Nona tidak bingung. Nona harus berjanji tidak boleh menceritakan ke siapa pun, ya?"
"Iya, aku janji."
"Jadi sebenarnya saya adalah malaikat yang ... "
Belum selesai Han berbicara, Evelyn sudah memotong karena menganggap Han selalu mengada-ngada, "Sudah-sudah kau adalah pria aneh. Mendengar ceritamu hanya akan membuang-buang waktu."
"Bayi ini kuberi nama Hwang Hyun Ki. Dia ikut marga keluarga besar kakekku."
"Terdengar bagus."
"Tentu! Oh ya, selama kau numpang di tempatku kau tidak boleh enak-enakan saja. Kau harus membuatkan sarapan untukku, makan malam juga membereskan rumah ini setiap hari."
"Pasti akan saya kerjakan, Nona. Tapi, tolong ajari aku sekali saja karena saya belum pernah melakukannya."
"Oke, hari ini aku tidak akan pergi ke toko untuk mengajarimu."
"Kita mulai dari membuat sarapan terlebih dahulu. Perhatikan baik-baik, oke!""Oke!" Mengacungkan jempol tangan kanan sementara tangan kiri menggendong bayi.""Nyalakan kompornya terlebih dahulu seperti ini! Ceklik ..." bunyi kompor dinyalakan."Aku akan mengajarkan menu paling sederhana dulu. Yaitu ... telur ceplok." Gaya bicara Evelyn meniru pembawa acara progam memasak di stasiun televisi."Panaskan teflon! Lalu pecahkan telur diatasnya! Tambahkan sedikit garam! Ini yang namanya garam. Kau juga harus belajar membedakan mana garam, mana gula, dan lain-lain."Han sangat fokus meperhatikan Evelyn, "Bagaimana cara membedakannya?""Kau bisa menjilatnya sedikit. Nanti lama kelamaan kau bisa membedakan hanya dengan melihatnya."Han pun menjilat masing-masing toples bumbu menggunakan ujung jari dengan menampilkan ekspresi sesuai rasa. Evelyn yang sedang mengangkat telur, melirik ke arah Han, "Sudah matang ... Pakai sendok, Bodoh! Itu menji
"Kau bisa memandikan Hyunki?"Belum sempat Han membuka mulut, Evelyn kembali berkata, "Sudahlah jangan menjawab! Kau pasti tidak bisa.""Hehe ... Kalau begitu tolong ajari!""Masalahnya aku juga belum pernah memandikan bayi." berpikir sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tas. Ia menonton sebuah video memandikan bayi di internet. Han juga ikut menonton."Aku tetap tidak berani melakukannya. Hyunki terlalu kecil," ucap Evelyn."Saya bisa melakukannya.""Kau yakin?"Sambil mengangguk, dia berkata, "Seperti yang saya bilang, saya bisa melakukan segala hal jika sudah pernah melihatnya."Segera, Han memandikan bayi yang diberi nama Hyunki tersebut dan benar dia bisa melakukannya dengan baik."Wah, ternyata kau tidak bodoh sepenuhnya," puji Evelyn, "Kalau begitu, aku juga tidak perlu mengajarimu cara melakukan pekerjaan rumah sendiri. Kau tonton saja video di internet!""Tentu saja," balas Han sambil tersenyum.
Sepanjang hari dan malam, pikiran Han tak berpaling sedikit pun dari kata-kata Evelyn bahwa dirinya adalah beban.Hal itu membuat dirinya bertekad untuk mencari kerja meski tanpa kartu identitas apa pun.Hari ini setelah Evelyn berangkat ke toko roti dan dia sudah selesai dengan pekerjaan rumah, ia pergi berangkat melamar pekerjaan.Di bawah sinar mentari pagi, ia berjalan menyusuri kota sambil mendorong kereta bayi yang berisi Hyunki.Dia mendatangi semua toko dan tempat makan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan.Tak banyak toko yang sedang menambahkan pekerja. Sekalipun ada, mereka selalu bertanya kartu identitas yang tak dimiliki oleh Han.Dia terus berjalan dan menemukan sebuah tempat makan yang sedang membutuhkan karyawan tanpa meminta identitas apa pun. Tapi tentunya, pemilik tempat makan itu tidak mau menerima karyawan yang bekerja membawa bayi.Hari semakin siang.Terik matahari terasa membakar kulit. Han memilih b
Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu."Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam."Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan.""Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!""Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko.""Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis."Kau dapat dari mana semua
Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis."Ev, Kau belum tidur?"Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata."Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn."Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya."Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia mera
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten
Meski hari telah berganti, tapi sensasi semalam masih belum terhenti. Dia mengingat ketajaman mata Han saat menatapnya. Kata-kata Han yang ternggiang di kepala. "Kenapa dia berkata begitu? Jangan-jangan ... dia jatuh cinta kepadaku." Senyum-senyum sendiri. Dan teringat ciuman dari Han semalam, ia jadi heboh sendiri dikamar. "Aaaa ... Bisa gila aku! Sebaiknya aku keluar." Saat melihat Han sedang duduk membopong Hyunki di sofa ruang tengah, ia merasa malu untuk menghampiri. Ia menarik narik nafasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melangkah ke arah mereka. "Ehem!" Berdiri dengan rasa canggung yang membebani. "Eh, Mama Ev sudah bangun. Selamat pagi, Mama Ev! Duduk sini!" sapa Han seolah tidak terjadi apa-apa semalam. "Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" batin Evelyn. Kemudian, ia sengaja menggulung seluruh rambutnya ke atas untuk memperlihatkan kiss mark yang dibuat oleh Han di lehernya.