Share

Bab Enam

Fris, lo tungguin gue napa?” teriakan Ferdi cukup membuat perhatian satu koridor pada Friska. Hanya segelintir orang yang tahu hubungan apa yang mereka miliki. Bahkan para fans berat Ferdi tidak tahu kalau Friska adik sepupunya Ferdi. Menyebabkan, acapkali Friska di kerjai dan di bully karena cemburu buta.

“Apaan sih lo, pagi-pagi udah teriak gak jelas.” Friska bersungut-sungut kepada Ferdi.

“Aish, adik manis jangan gitu donk.” Ferdi merangkul bahu Friska dan menariknya agar bisa berjalan bersama.

“Manis-manis. Lo pikir gue gula apa?”

“Kali aja lo habis mandi gula tadi pagi, makanya lo keliatan manis banget hari ini.”

“Whatever,-“

“Yayang Ferdi, kok kamu selingkuh sih.” Suara cempreng Tania, salah satu fans berat Ferdi merusak pagi nan indah. Dengan santainya, ia menggelayut manja di pundak Ferdi dan Sonya, temannya Tania langsung menyingkirkan Friska. Gadis tomboy itu bersungut-sungut dan pergi meninggalkan Ferdi, tak peduli teriakan minta tolong dari abangnya.

“ Rasain lu, makan tu cewek-cewek centil itu.” Tiba-tiba sebuah tangan merangkul leher Friska. Bau khas dari parfum dari pemilik tangan melegakan hatinya. Entah mengapa, perutnya terasa hangat seolah di aliri perasaan yang nyaman. Ia mendongak  mendapati senyum indah dari malaikat Elangnya.

“Pagi nyonya besar. Kenapa? Belum juga Matahari terbit semuanya, lo udah manyun-manyun gitu. Ntar Mataharinya enggan memberikan sinar cerahnya lagi.” Bukannya menjawab, Friska malah menghadiahkan senyum termanis yang dia punya kepada malaikatnya. Bahkan seingatnya, belum pernah dia tersenyum semanis itu kecuali dulu pada Kak Ditya.

“ Nah, gitu donk. Kalo kayak ginikan pipi lo tambah tembem.” Rafka malah usil menjewer pipi Friska yang membuat gadis itu kembali cemberut.

“Lo mah, keranjingan banget sama pipi gue. Lo kira bakpau apa?” Rafka tertawa renyah menanggapi Friska.

“ Eh, lo udah bikin tugas Kimia belom? Pinjemin gue. Semalam gue ketiduran.” Rafka mengalihkan topik pembicaraan mereka pagi itu.

“Dasar lo. Pantesan aja lo baik sama gue pagi ini, ternyata ada motiv terselubung.” Sekali lagi pemuda itu hanya tertawa, menerima buku tugas yang di sodorkan Friska. Padahal dia sendiri sudah mengerjakan tugas itu jauh-jauh hari. Hanya sebagai alasan agar bisa lebih dekat dengan gadisnya. 

Rafka melamun seraya memandangi wajah cantik Friska. Ah, andai kamu tau Fris. Aku ini Ditya. Kenapa kamu bisa gak ngenalin aku Fris? Padahal kamu sendiri yang janji sama aku, agar aku nungguin kamu. Aku masih di sini. Berharap kamu ngenalin aku saat kamu kembali. Tapi nyatanya, kamu sama sekali gak inget sama aku. Tapi sudahlah Fris, bisa dekat sama kamu saja sudah membuatku senang. Walaupun kamu nganggab aku sebagai orang lain. Rafka menghela nafas panjang.

 Keasyikan melamun, ia tidak sadar kalo pak Joko sudah berada di puncak hidungnya dari tadi. Padahal Friska sudah berkali-kali mengisyaratkan kehadiran guru pelajaran Kimianya yang terkenal killer itu.

“ RAFKA... kamu dengar saya tidak?” Suara berat pak Joko memecah keheningan pagi itu. Semua siswanya tak ada yang berani bergerak. Bahkan Gatot yang duduk di paling pojok yang biasanya tidur, langsung terbangun dalam posisi siap. Sementara si empu biang kerusuhan di pagi itu, langsung gelagapan menghadapi kemarahan si Singa padang pasir .

“Oh..eh..anu pak..saya,-“

“Ah ..eh, ah..eh. Cepat kamu berdiri, lari 20 kali putaran di lapangan. Tidak boleh berhenti sma sekali, kalo sampai saya liat kamu berhenti sekali aja. Kamu harus mengulang hitungan dari awal.”

“Siap pak.” Tanpa ba..bi.bu, Rafka langsung meluncur ke lapangan.

“ Dasar, mau jadi apa bangsa, kalo pemudanya sendiri pagi-pagi udah melamun. Kayak kematian ayam tetangga aja.” Beberapa murid tersenyum-senyum menanggapi ucapan pak Joko, berusaha menahan tawa. Kalo saja, guru yang satu ini tidak terkenal sebagai orang yang kiler, dengan perkataannya tadi, tentu saja dapat membuat seisi kelas  tertawa terbahak-bahak.

Friska memandang keluar jendela, ke arah lapangan. Tampak Rafka, benar-benar kehabisan nafas. Padahal baru tiga kali putaran. Tiba-tiba ingatannya melayang kepada 12 tahun lalu.

Ia merasa seolah melihat kak Aditya di dalam diri Raditya atau yang lebih familiar dengan panggilan Rafka. Ia ingat saat bocah itu pingsan dalam lomba lari di sekolah Adytia. Adytia memang terlahir dengan kondisi jantung yang lemah. Dokter sangat mewanti-wanti agar dia tidak melakukan pekerjaan yang berat, walaupun hanya berlari.

 Tapi, pada hari itu ia melanggar pantangan hanya karena Friska menginginkan sepeda yang jadi hadiah dari perlombaan lari. Akibatnya, kak Ditya  di larikan ke rumah sakit dan koma selama satu bulan. Keluarganya sangat syok, karena sepanjang umurnya belum pernah Adytia berada dalam kondisi seburuk itu. Mereka agak menyalahkan kejadian itu pada Friska.

Akirnya orang tua Friska memutuskan untuk memboyong Friska ke Singapura. Walaupun pada akirnya keluarga Aditya meminta maaf kerena telah bersikap tidak dewasa. Semenjak itulah, Friska benar-benar kehilangan komunikasi denganAditya. Bahkan  walaupun ia telah kembali ke Indonesia. Ia enggan menanyakan kabar laki-laki itu kepada abangnya. 

Lamunan Friska terpotong begitu mendengar kegaduhan di kelasnya. Semua murid telah berdiri di depan jendela. Tak peduli dengan teguran pak Joko yang berusaha menyuruh mereka diam. Friska penasaran dan ikut melongok. Betapa kagetnya ia, begitu mengetahui Rafka pingsan. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung menerobos keramaian di jendela, berlari ke luar kelas meuju lapangan.

                                                          Ω

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status