haaai, terimakasih banyak sudah membaca 🤭🤭
....Dengan diantar oleh Han, Liora dan Kayden memenuhi janji ke butik pada sore harinya.Bersama dengan si kembar yang tampak sangat senang, karena mereka seperti melihat dunia baru di luar.Setelah usai berkonsultasi dengan teman Kayden yang seorang desainer, Liora meminta prianya itu untuk berhenti sejenak di taman kota.Han menurutinya. Lokasinya tak jauh dari tempat di mana ia ditenggelamkan oleh Irina saat itu.Tapi di sini lebih banyak orangnya. Beberapa wanita dengan stroller bayi mereka, dan para ayah yang mengajak anak-anak mereka menghabiskan sisa sore dengan berlari di sepanjang trek.Liora duduk di bangku taman, di samping Kayden yang matanya tak berhenti memandangi Lucca dan Elea yang duduk tenang di stroller yang tadi dikeluarkan Han dari dalam bagasi.“Kamu akan diam sampai kapan?” tanya Liora yang membuat Kayden dengan segera menoleh ke arahnya.Kayden tersenyum, ia merangkul bahu Liora sebelum menjatuhkan bibir di pucak kepalanya.“Maaf,” katanya. “Apa aku mengabaika
Cherry dapat menjumpai tatapan mata Adrian yang tampak kosong. Sepasang iris gelapnya mengarah pada langit-langit kamar hotel tempat mereka menginap yang telah sepenuhnya terang.Matahari sudah meninggi di Seattle tetapi di dalam sana hanya kesuraman yang terjadi.Padahal, mereka baru saja usai bercinta dengan panasnya. Dari sofa tempat Cherry menunjukkan punggungnya pada Adrian tadi hingga ke ranjang.Cherry mendekatkan tubuhnya pada Adrian yang terlindung dengan satu selimut yang sama dengannya. Jemari lentiknya jatuh di dada Adrian yang tak tertutup sebelum bertanya, “Kamu masih belum puas?”Adrian tak menjawab. Masih menatap pada langit-langit sebelum helaan dalam napasnya terdengar.“Puas,” katanya. “Tapi anehnya bukan seperti itu yang aku mau.”Adrian mengambil ponselnya, melihatnya dan melemparkannya kembali ke tempat semula saat membaca pesan yang membuatnya kesal.“Kenapa?” tanya Cherry.“Ada pesan masuk dari orang aneh. Dia terus mengusikku sejak beberapa bulan ini.”“Tidak
“Saudari Freya Jason akan diserahkan kepada lembaga pemasyarakatan negara bagian Washington untuk menjalani hukuman tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Sidang ditutup.”Hakim mengetuk palu.Menggema memenuhi ruang sidang, mengiringi beliau yang kemudian bangun dari duduknya.Freya menunduk, tak bisa berkutik sebab keputusan sudah final.Petugas keamanan ruang sidang mendekat, melindunginya dari para reporter yang memadati tempat itu.Liora menghela dalam napasnya. Ia menyeka setitik air mata kecil di kedua sudut netranya yang terasa perih.Seumur hidup di dalam penjara, itu adalah harga yang harus dibayar Freya atas kejahatannya merenggut nyawa Nyonya Marry.Jika membandingkan dengan tragisnya kematian sang Ibu, dan bagaimana beliau melewati satu malam bak neraka dalam keadaan memikul kesepian, kegelisahan dan rasa sakit seorang diri itu membuat Liora ingin bersikap serakah.Liora ingin hukuman yang lebih berat!Tapi ... sepertinya itu setara.Freya juga akan merasakan neraka yang
Sudah cukup siang saat Liora ada di dalam kamarnya. Ia masih belum sepenuhnya siap keluar.Rambutnya masih basah sehingga ia perlu mengeringkannya dulu.Ada hal yang harus ia lakukan hari ini, yakni menghadiri sidang putusan untuk sahabatnya—aah ... bolehkah jika Liora menyebutnya sebagai mantan sekarang?Setelah urusan rambutnya selesai, ia memakai anting di telinganya, memastikan tampilannya cukup bagus di depan Freya nanti.Meski terdengar jahat, tapi Liora ingin memastikan bahwa temannya itu menyesal sebab ia telah menodai hubungan mereka dengan sebuah pengkhianatan.Sekalipun Liora harus menapaki perjalanan panjang agar keadilan bisa menyeruak, tapi Liora puas!Tidak ada belas kasih di dalam hatinya untuk seseorang yang teah sengaja mengambil satu-satunya keluarga Liora yang tersisa saat itu.Ibunya, Nyonya Marry yang malang.Liora menarik laci dari tempat perhiasan, mengambil kotak berwarna hitam dengan beludru. Membawanya ke meja di depan cermin.Liora membukanya dan melihat se
***Kenangan akan semua peristiwa itu lambat laun memudar dari pandangan Evan, seperti layar proyektor yang meredup lalu tak lagi terlihat.Matanya masih menatap sebungkus gummy bear yang ada di tangannya. Ia tersenyum saat membukanya dan memasukkan satu buah ke dalam mulut.Kemudian, kalimat Kayden tentang ‘wajahnya yang sama seperti saat ia sembilan belas tahun itu’ bisa dipahaminya secara jelas. Bahwa saat ia melampiaskan kekesalannya dengan menginjak-injak kartu nama milik Regan tadi, Evan sebenarnya sedang menyembunyikan kesedihannya. Persis seperti saat Kayden melihatnya di halte.Marah, kesal, tapi berpura-pura kuat.‘Kapan dia berhenti memperlakukan aku seperti anak kecil?’ batin Evan dalam hati. Memasukkan satu gummy bear lain, tak membaginya dengan Rowan.Sedan itu kemudian berhenti di depan gerbang rumahnya. Ia keluar lebih dulu kemudian memandang Rowan yang menurunkan jendela mobilnya saat Evan mengatakan, “Terima kasih, Rowan.”“Sama-sama, Pak Evan.”“Terima kasih juga un
Untuk pertama kalinya, Evan lalu mengenalkan Kayden pada ibunya. Mereka berhubungan baik sejak saat itu. Kayden menjadi donatur tetap untuk Maple Hearts, sekaligus memberi bantuan biaya pendidikan pada anak-anak yang tinggal di sana. Ia rutin berkunjung, setiap bulan, tak pernah terlewati. Di Evermore, Evan memiliki posisi yang lebih secure. Ia menjadi karyawan tetap, ditunjuk mendampingi Kayden, menjadi sekretarisnya, saat Kayden naik jabatan. Sikap Kayden, bukankah Evan tak perlu mempertanyakan seperti apa? Di tempat kerja, mereka bekerja secara profesional. Kayden berdarah dingin, tidak menoleransi kesalahan, dan perfeksionis. Evan dituntut untuk lebih naik level, bukan hanya sebatas staf biasa, ia harus sama cerdasnya seperti Kayden. Tidak pernah ada sesuatu di dunia ini yang berjalan secara mulus. Begitu juga dengan perjalanannya. Ia kerap dipandang sebelah mata, orang-orang yang lebih dulu bekerja di sana dan mengenal Kayden lebih awal meletakkan iri yang cukup besar padan