Home / Romansa / Malam Membara Bersama Pamanmu / 4. Dia? Kayden Baldwin?!

Share

4. Dia? Kayden Baldwin?!

Author: Almiftiafay
last update Last Updated: 2025-03-12 18:09:08

‘Astaga! Apa yang terjadi semalam?’ Liora memekik dalam hati.

Jeritan tertahan di tenggorokannya saat ia menegakkan punggungnya dan menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.

Maniknya terasa panas saat ia mengamati Kayden yang masih terlelap di atas ranjang hotel.

Tak ada yang melindungi tubuh Liora selain selimut yang saat ini tengah mereka kenakan. Saat Liora memberanikan diri untuk melihat bagian tubuh pria itu—yang tertutup oleh selimut—ia pun memiliki situasi yang tak jauh beda dengan Liora.

Dress burgundy yang semalam dikenakannya saat pergi ke bar telah tercecer di lantai. Tertumpuk dengan kemeja, vest, jas dan celana panjang milik Kayden yang tergeletak di sana.

Liora mencoba meraba apa yang terjadi semalam. Ia meremas rambutnya saat mendapati ingatan tentang dirinya yang mabuk dan melarikan dari beberapa preman yang mengejarnya setelah membuat kekacauan di bar.

Ingatan tentang wajah kebingungan Kayden yang bertanya ‘Apa yang kau lakukan’ saat Liora tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya membuatnya tahu seperti itulah cara mereka berakhir di sini.

‘Tapi bukankah yang semalam itu sangat aneh?’ gumamnya dalam hati, jemarinya meremas selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke dada.

Tak mungkin whisky yang ia minum akan membuat tubuhnya kepanasan dan kacau seperti tadi malam. Liora baru saja memiliki pikiran buruk bahwa ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam minumannya tanpa ia tahu.

Ia terjaga saat Kayden menggerakkan tangannya. Batinnya kembali penuh tanya, ‘Dan sejak kapan Kayden ada di sini?’ 

Seingatnya, pria itu ada di luar negeri.

Pantas saja semalam rasanya wajahnya itu tidak asing.

Tapi terserahlah … ‘Aku harus pergi dari sini,’ putusnya.

Liora tak ingin berurusan dengan keluarga Adrian, termasuk juga dengan Kayden meski ….

Sepasang matanya terpejam tak berdaya, ‘Meski dia adalah pria pertama bagiku.’

Liora ingat semalam pria itu menanyakan apakah ini yang pertama kali baginya dan Liora menjawab bahwa ia memang pertama kali melakukannya dan tak akan menyesalinya.

Dan memang tak perlu ada yang disesali karena semuanya sudah terlanjur terjadi, bukan?

Liora dengan pelan menurunkan kedua kakinya ke lantai yang terasa dingin. Ia memunguti pakaiannya dan mengenakannya. Ia harap tak akan pernah bertemu dengan Kayden lagi dalam kebetulan manapun.

Agar cukup pertemuan mereka sampai di sini, dan akan ia jadikan ini sebagai rahasianya saja.

‘Karena jika sampai orang lain tahu, terutama Adrian dan Irina, maka aku yang akan disebut sebagai murahan karena tidur dengan paman mantanku.’

Setelah pakaiannya kembali ia kenakan, Liora bergegas keluar dari kamar hotel presidential suite itu. 

Sejak ia telah diusir oleh ibu tirinya pergi dari rumahnya, Liora sementara ini tinggal di rumah manajernya.

Gadis itu dijumpainya ada di rumah dan menyambut kedatangannya dengan penuh kekhawatiran.

“Liora! Dari mana saja kamu?” tegurnya dengan nada bicara yang sedikit meninggi. “Aku mencarimu di bar semalam tapi orang-orang bilang kalau ada keributan di sana jadi bar ditutup. Kamu tidur di mana, kamu baik-baik saja?” 

Manajernya—Freya—terlihat cemas, gadis itu meraih lengan Liora, memutar tubuhnya, memeriksa bagian depan dan belakang, seolah memastikan ia kembali dalam keadaan utuh.

“Iya, aku baik-baik saja,” jawab Liora akhirnya, tak ingin membuat keresahan sahabat dan manajernya itu berlarut. 

Ia membalas genggaman tangan Freya, mencoba menunjukkan senyumnya meski hatinya masih terasa sangat sakit.

Setidaknya … ia masih harus berterima kasih bahwa di dunia yang jahat dan tidak adil ini ia masih memiliki Freya, seorang sahabat yang selalu menerimanya dengan tangan terbuka.

“Yang membuat keributan semalam itu aku, Frey,” aku Liora dengan suara yang gemetar

“Kamu?” ulang Freya dengan kedua alisnya yang terangkat sedang Liora mengangguk lebih dulu sebagai jawaban.

“Iya.”

“Kenapa kamu membuat keributan, Ra?” Hela napasnya terdengar tak puas. “Harusnya aku pergi denganmu kalau ujungnya seperti ini.”

“Ada alasannya,” jawab Liora membela diri. “Aku begitu biar bisa melarikan diri dari preman bayarannya Adrian. Mereka menyerangku dan memaksaku ikut.”

Untuk beberapa saat bibir Freya hanya bergerak-gerak tanpa kata. “L-lalu bagaimana caramu bisa selamat, Liora?”

Liora menggigit bibirnya. Tak mungkin bukan baginya mengatakan bahwa ia meminta Kayden menyelamatkannya—meski itu tidak gratis karena Liora harus kehilangan keperawanannya.

“Panjang ceritanya,” jawab Liora. “Nanti aku akan memberitahumu.”

Ia menatap manajernya itu dengan matanya yang sedikit menyipit. “Tolong antar aku ke kantor agensi setelah ini. Aku harus melaporkan ke mereka kalau Adrian menyewa preman bayaran untuk menyerangku semalam.”

Dengan begitu, Liora yakin pria itu akan mendapatkan peringatan!

Akan lebih bagus kalau pemuda itu didepak dari agensi.

Sekitar satu jam kemudian mereka tiba di sana, Evermore.

Sebuah agensi yang menaungi karir ratusan pekerja seni dari aktris, aktor, penyanyi bahkan model dari yang terkenal hingga yang underrated seperti Liora.

Pandangan orang-orang yang ada di lobi menyambut Liora yang masuk bersama Freya.

Dirinya yang memang tak memiliki pengaruh besar mendadak menjadi buah bibir pagi hari ini. Bukan karena prestasi, tapi karena skandal perselingkuhan Adrian.

“Wah … dia masih memiliki keberanian untuk datang ke sini setelah membuat reputasi Adrian jatuh?” celetuk sebuah suara yang datang dari sebelah kanan Liora.

“Tidak tahu malu!” ucap salah seorang wanita yang duduk di sisi lain lobi, yang suara lantangnya seolah sengaja agar Liora mendengarnya. “Aku yakin Adrian tidak seburuk itu.”

“Liora pasti hanya ingin menghancurkan karir Adrian mengingat selama ini Adrian lebih unggul darinya. Lagi pula apa salahnya memilih calon istri yang memang baik? Mereka juga masih berpacaran ‘kan selama ini?”

“Aku juga mendengar kalau selingkuhan Adrian itu jauh lebih cantik dari Liora.”

Di depan lift, langkah kaki Liora terhenti. Jika Freya tak menahan tangannya, ia pasti lebih memilih untuk mendatangi mereka dan menjawab omongan-omongan itu.

“Biarkan saja,” ucap Freya sembari mengguncang lembut tangannya. “Mereka bicara seperti itu karena belum pernah ada di posisimu.”

Pintu lift terbuka dan mereka masuk ke dalam sana. 

“Aku akan mengatakan pada sekretaris presdir kalau kamu mau bertemu langsung dengan beliau, Liora,” ucap Freya saat mereka baru saja melewati lantai lima. “Kamu tunggulah sebentar nanti di ruang tunggu, kita masuk sama-sama dan jelaskan seperti apa situasinya.”

Liora mengangguk menyetujui Freya.

Lift berhenti di lantai lima belas, pintunya terbuka setelah dentingnya terdengar.

Seperti yang dikatakan oleh Freya, Liora duduk di kursi tunggu yang ada di sudut ruangan.

Gadis itu kembali setelah beberapa saat dan memintanya untuk masuk ke dalam ruang presdir.

Liora bangun dari duduknya seraya menyeringai penuh kemenangan.

‘Tamat riwayatmu setelah ini, Adrian,’ gumamnya dalam hati dengan geram.

Jika ia mengadu pada Presdir yang tak lain adalah kakeknya Adrian, beliau yang memiliki pribadi tegas pasti akan mengambil tindakan yang adil. Liora tahu bahwa beliau adalah harapan terakhirnya, seseorang yang tak akan membuatnya tertindas. 

Ia mengayunkan kakinya yang terbalut dalam heels itu untuk menuju ke ruang Presdir. Saat Liora menggapai gagang pintunya, sebuah wangi yang tak asing mencemari indera pembaunya.

“Selamat pagi,” sapa Liora kemudian mengangkat wajahnya untuk bertatap muka dengan Presdir Evermore.

Tapi ….

Alangkah terkejutnya ia saat melihat pria yang duduk di balik meja Presdir dan menunggu kedatangannya itu adalah ….

‘KAYDEN?!’

Bagaimana bisa?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ariesta Aprilia
Awal baca udah masalah,kasian hidup nya liora
goodnovel comment avatar
Eva
Wah..ternyata si Kayden toh presdirnya. Kira kira Liora bakal di bantu nggak y
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
ih knp bisa bgini.... jadi si sarden sekrng jadi presdir gantiin presdir yg lama?? walah bakalan seru ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    147. Jangan Mengambil Yang Bukan Milikmu!

    Adrian terhuyung-huyung ke belakang, sedang Allen terlihat terkejut, memanggil anak lelakinya yang mendesis meraba sudut bibirnya.“Jangan menceramahiku saat kamu sendiri saja juga tidak tahu tata krama!”Kayden selangkah maju, kakinya yang panjang mengayun dengan tenang.“Aku sedang kesal, Adrian Davis! Pergi dari sini sebelum aku menjadikanmu sand sack hidup!”Adrian mendengus sama kasarnya seperti sebelumnya. Dengan salah satu tangan yang masih meraba bibirnya, ia berjalan dengan gegas dari sana.Melewati Kayden dan Evan, menabrak lengannya dengan sengaja hingga suara benturan lantai dan sepatunya menghilang di kejauhan.“Ajarkan yang baik pada anakmu, Allen!” ucap Kayden pada kakak lelakinya yang rahangnya tampak menegang.Kakak lelaki Kayden itu mendekat, berhenti di depan Kayden, saling berhadapan.“Kayden—““Ajarkan padanya bahwa tidak benar merebut apa yang bukan miliknya,” sela Kayden tak peduli dengan apa yang hendak dikatakannya. “Evermore bukan milikmu atau bahkan miliknya

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    146. Pemilik Gedung Datang Untuk Merusak ‘Pesta’

    “Kayden!”Seruan Tuan Owen seperti tak ada hasilnya. Kayden abai, langkahnya seperti dirasuki oleh serigala yang menyimpan dendam.Ia berjalan melewati Tuan Owen begitu saja, disusul oleh Evan yang pontang-panting mengikutinya dari belakang.“Akan saya antar!” ucap Evan, berlari mendahuluinya, membukakan pintu mobil untuknya kemudian berkendara pergi dari rumahnya.Evan menerobos padatnya jalanan Seattle yang mengantarnya menuju ke Evermore. Sedang Kayden yang duduk di kursi penumpang bagian belakang mencoba menghubungi beberapa anggota dewan eksekutif Evermore yang tak menjawab satu pun.“Mereka sepertinya akan memihak pada Allen, Evan,” ucap Kayden dengan gusar.Matanya terasa perih, banyak pikiran yang membebaninya yang belum bisa ia selesaikan dan sekarang Allen datang memberinya masalah baru.Benaknya berkecamuk sekalipun Evan sudah mencoba menenangkannya.“Tidak mungkin seperti itu, Tuan Kayden,” kata Evan dari balik kemudi. “Mereka yang bersama-sama membangun Evermore sejak awa

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    145. Aku Bertahan Karena Keyakinan Kau Akan Kembali

    Di dalam rumahnya, Evan duduk dengan pikiran yang bercabang-cabang. Mengingat perintah Kayden untuk membuat hancur keluarga Freya demi agar gadis itu mengaku bahwa apa yang dilakukannya itu adalah suruhan dari Julia ... batinnya mengalami pertentangan.Ia tidak tega jika harus melibatkan mereka yang tidak bersalah akibat tindakan gila seseorang—Freya.Evan menunduk, memandang lantai pucat di rumahnya, bersikeras memikirkan cara lain.Wajahnya terangkat saat ia mendengar pintunya dibuka dari luar dan muncullah seorag gadis berambut panjang kecoklatan yang mendekat ke arahnya.“Kenapa?” tanyanya sembari mengayunkan kakinya pada Evan yang menyambutnya dengan tersenyum.“Tidak apa-apa,” jawabnya. “Kamu masih belum pulang?”Evan mengarahkan tangan kanannya ke depan, merengkuh pinggang kecil gadis itu, menariknya mendekat untuk bisa duduk di pangkuannya.“Aku tidak mau pulang, bisakah aku tidur di rumahmu saja malam ini?” tanyanya balik, menyentuh kerah kemeja lengan pendek Evan, mata yang

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    141. Dia Masih Belum Kembali

    ‘Keguguran?’ Liora hampir keguguran?Kata itu berulang kali dikatakan oleh Kayden.Matanya yang sudah basah kian terasa perih. Ditatapnya Nyonya Jessie yang malah lebih dulu beruraian air mata.Beliau bangun dari duduknya setelah mengusap pipinya yang basah.“Aku masuk dulu, istirahatlah dulu di sini dan pulang dengan hati-hati nanti,” ucap Nyonya Jessie.Seakan beliau hanya bisa memberi tahu Kayden sebatas itu saja. Tidak untuk menceritakan kesedihan kepada Kayden. Wanita itu memberi petunjuk tipis seperti sebelumnya, membiarkan Kayden tahu dengan sendirinya.Beliau menepati janjinya pada Liora bahwa tak akan dikatakannya hal semenyakitkan apa yang terjadi pada Liora seperginya ia dari rumah Kayden.Langkah kakinya menjauh, menyisakan tiga pria yang menghela napas mereka hampir bersamaan, berat dan menanggung beban.“Setidaknya kamu sudah tahu alasan kenapa Liora belum bisa kembali padamu sampai sekarang, Kayden ....” ucap Tuan Royan. “Situasinya masih belum kondusif, terlalu banya

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    143. Saat Nanti Kau Akhirnya Tahu ....

    Hujan yang turun pada pagi itu bukan hanya menjatuhkan air, tetapi juga membawa serta ribuan jarum yang menghujam siapapun yang berdiri di bawahnya.Memberi mereka kelukaan yang besar saat menatap mata berair Kayden yang diluluh-lantakkan badai.Ia tidak pernah terlihat sehancur itu, ia selalu membawa dirinya tegas dan tetap mengangkat dagu.Tapi pagi ini, sepertinya ia tak peduli dengan bagaimana orang akan memandangnya. Harga dirinya, egonya, statusnya, bahkan ... hidupnya sendiri.Ia hanya ingin bertemu dengan Liora, Liora seorang.“Berdiri!” desak Tuan Royan. Suaranya sedikit meninggi, mendesak Kayden yang terlihat sangat menyedihkan.“Saya tidak akan berdiri sebelum Anda mempertemukan saya dengan Liora.”Nyonya Jessie terlihat selangkah mendekat, matanya sudah basah saat mengatakan, “Kita bicarakan itu, tapi tolong jangan seperti ini, Nak ....”Nyonya Jessie melihatnya bukan sebagai Kayden Baldwin yang berkuasa, tetapi sebagai anak lelakinya yang sedang patah hati.Beliau menatap

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    142. Separuh Hati Yang Membeku

    “Perlihatkan padaku fotonya!” pinta Kayden, salah satu tangannya terarah ke depan dengan tidak sabar.Evan menyerahkan ponselnya pada Kayden yang menerimanya sembari berjalan meninggalkan tempat ia berdiri semula.Tanpa bertanya pun Evan tahu akan ke mana mereka pergi. Ke Echelon Health Hospital.Kayden melangkah dengan gegas, sementara matanya terarah ke layar ponsel yang menunjukkan foto seorang perempuan berambut panjang yang diikat dengan pita berwarna putih, perempuan yang sangat cantik meski foto itu hanya diambil dari samping.Liora ... gadis dalam foto itu benar adalah Liora.Ia tampak sempurna dalam balutan dress ibu hamil yang dikenakannya. Terlihat di salah satu lorong rumah sakit tepat seperti yang dikatakan oleh si pengirim pesan.“Ibu itu mengatakan hanya bisa mengambil fotonya dari samping karena takut ketahuan,” ucap Evan saat ia dan Kayden sudah berjalan meninggalkan teras rumah.Kayden tak menjawab, lidah dan bibirnya membeku.Tuhan menjawab doanya dengan memberinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status