Home / Romansa / Malam Membara Bersama Pamanmu / 3. Terbakar Cinta Satu Malam

Share

3. Terbakar Cinta Satu Malam

Author: Almiftiafay
last update Last Updated: 2025-03-12 18:07:44

Mendengar penuturan pria itu membuat hati Liora tak karuan rasanya. 

‘Dia tahu namaku?’ batin Liora penuh tanya. 

Matanya bergoyang gugup, ia menatap pria gagah dalam balutan tuxedo itu, yang lengannya melingkari pinggangnya dengan erat. 

Pria itu mengendus wajah Liora, menenggelamkan hidungnya ke telinganya, meninggalkan hangat napasnya yang membuat Liora bereaksi dan merespon.

“Kau ingin aku melakukan apa, Liora?” bisiknya kemudian menarik wajahnya dan menatap Liora.

Kedipan matanya yang lemah seolah lebih banyak meyakinkan Liora bahwa ia akan melakukan apapun untuknya malam ini.

“Peluk aku,” jawab Liora. 

“Sepertinya tidak akan cukup hanya dengan sebuah pelukan.”

Liora bergeming, bibir gadis itu terbungkam rapat saat pria itu menunduk dan memberi kecupan di bibirnya.

Sekian detik sentuhan itu seperti telah menghancurkan jarak yang semula memisahkan mereka. Rasanya manis, seolah pria itu membawa serta hatinya dan memberi cinta pada Liora yang baru saja dikhianati.

Pria itu menciumnya sekali lagi, jika sebelumnya Liora mengatakan agar pria itu memeluknya saja dan tak menjawab kala ia menawarkan yang lebih, tapi sepertinya setelah merasakan betapa piawainya ia membuat Liora tenggelam dalam pagutan bibirnya telah mengajaknya berubah pikiran.

Entah pria itu bisa tahu atau tidak, tapi Liora telah tak bisa menahan dirinya lagi.

Ia menggigit bibir bawah pria itu, menarik-narik kerah kemejanya agar semakin dekat dengannya.

“Kau mau lebih dari ini, ‘kan?” tanya pria itu seraya menunduk di hadapannya, maniknya yang gelap menunggu jawaban hingga Liora mengangguk.

“Tapi biar aku perjelas—” katanya sebelum mereka benar-benar memulai sesuatu yang lain.

“Apa?”

“Kau tidak akan menyesalinya?”

Liora menggeleng, “Tidak, aku tidak akan menyesalinya.”

Pria itu mengangguk samar, tangannya yang besar menyisihkan rambut panjang Liora ke samping, menunjukkan bahunya yang cantik yang sebagian terbuka dari gaun off-shoulder yang tadi dikenakannya untuk pergi ke bar.

Pria itu mengecup lembut bahunya, menarik turun dress berwarna burgundy itu dan menanggalkannya ke lantai.

Sepasang matanya sesaat berhenti berkeliaran selain hanya mengagumi Liora. Tangan besarnya singgah di pinggang, menyelusup masuk dari balik pelindung dada Liora sehingga gadis itu mengerang.

“Hngh ….”

Liora menatapnya yang mensejajarkan pandangan, maniknya yang sekelam laut malam terlihat mempesona saat Liora merasakan kembali ciumannya.

Kali ini bukan hanya sekadar kecupan, tapi percikan api menyulut mengiringinya, manis dan sensual.

Liora menggapai kancing tuxedo pria itu, menguraikannya, melakukan hal yang sama pada dasi yang menjerat lehernya dan menarik lepas kemeja miliknya.

Liora mendapati tubuhnya yang atletis dan proporsional. Beberapa detik kemudian,  dadanya yang bidang memerangkap Liora, menguncinya tak bisa bergerak, membuatnya berpasrah.

Wajahnya kembali memanas saat kulit mereka bersentuhan.

Tubuhnya perlahan terbakar, tetapi bukan dengan bara api.

Dalam ketidakberdayaan akibat sentuhan pria itu, Liora mulai kehilangan dirinya.

Desahannya terdengar saat pria itu menerobos kelembutan tubuhnya, air matanya mengalir saat pria bersurai hitam itu menyadari ini adalah pertama kali baginya dijamah oleh seorang pria.

“Ini pertama kalinya untukmu?” tanyanya.

Liora mengangguk, tak yakin gerakan kepalanya ini akan bisa dijumpai olehnya sebagai sebuah ‘iya’.

“Ahh—” Liora menggeliat, pinggangnya bergerak melawan rasa sakit yang ia terima pada inti tubuhnya yang seakan-akan terbagi menjadi dua.

“Aku akan berhenti kalau kau kesakitan,” bisik pria itu.

“Tidak, lanjutkan saja.”

Sudah cukup terlambat jika sekarang mereka harus mundur atau mendadak berhenti.

“Baiklah.”

Bibir Liora terbuka tanpa kata, gelenyar asing yang datang menghampiri tubuhnya perlahan menyisihkan kesakitan yang sebelumnya ia terima.

Rasanya seperti dibunuh oleh nikmat saat ia menyadari bahwa mungkin inilah yang dirasakan oleh Adrian dan Irina.

Liora melingkarkan kedua tangannya pada leher pria itu, meraba punggungnya yang polos dan bergerak liar di atas tubuhnya. Membiarkannya mengambil alih malamnya yang masih cukup panjang untuk dapat berakhir begitu saja ….

***

Liora mengerjapkan sepasang matanya dengan pelan. Samar-samar cahaya matahari yang masuk dari celah kelambu membuat alam bawah sadarnya memberi reaksi bahwa pagi telah datang.

Ia meraba kepalanya yang terasa sakit, dirasanya tubuhnya ini remuk dan keram. Ia hendak bangun dan menoleh ke belakang punggungnya yang terasa dingin.

Saat melakukan itu, jantungnya seakan berhenti berdetak saat menjumpai seorang pria yang tengah terlelap, berada di sana, pada satu ranjang yang sama dengannya.

‘Kayden?’ sebut Liora dengan gugup. ‘B-bukankah dia Kayden?’

Pria itu adalah Kayden Baldwin, paman mantannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
bikin semakin penasaran
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
PENASARANNNNNNNNNNN
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
yes,nma Baldwin pernah dipake di novel almi yg lain dgn nama Desember Aidan Baldwin...hehehe
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    143. Saat Nanti Kau Akhirnya Tahu ....

    Hujan yang turun pada pagi itu bukan hanya menjatuhkan air, tetapi juga membawa serta ribuan jarum yang menghujam siapapun yang berdiri di bawahnya.Memberi mereka kelukaan yang besar saat menatap mata berair Kayden yang diluluh-lantakkan badai.Ia tidak pernah terlihat sehancur itu, ia selalu membawa dirinya tegas dan tetap mengangkat dagu.Tapi pagi ini, sepertinya ia tak peduli dengan bagaimana orang akan memandangnya. Harga dirinya, egonya, statusnya, bahkan ... hidupnya sendiri.Ia hanya ingin bertemu dengan Liora, Liora seorang.“Berdiri!” desak Tuan Royan. Suaranya sedikit meninggi, mendesak Kayden yang terlihat sangat menyedihkan.“Saya tidak akan berdiri sebelum Anda mempertemukan saya dengan Liora.”Nyonya Jessie terlihat selangkah mendekat, matanya sudah basah saat mengatakan, “Kita bicarakan itu, tapi tolong jangan seperti ini, Nak ....”Nyonya Jessie melihatnya bukan sebagai Kayden Baldwin yang berkuasa, tetapi sebagai anak lelakinya yang sedang patah hati.Beliau menatap

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    142. Separuh Hati Yang Membeku

    “Perlihatkan padaku fotonya!” pinta Kayden, salah satu tangannya terarah ke depan dengan tidak sabar.Evan menyerahkan ponselnya pada Kayden yang menerimanya sembari berjalan meninggalkan tempat ia berdiri semula.Tanpa bertanya pun Evan tahu akan ke mana mereka pergi. Ke Echelon Health Hospital.Kayden melangkah dengan gegas, sementara matanya terarah ke layar ponsel yang menunjukkan foto seorang perempuan berambut panjang yang diikat dengan pita berwarna putih, perempuan yang sangat cantik meski foto itu hanya diambil dari samping.Liora ... gadis dalam foto itu benar adalah Liora.Ia tampak sempurna dalam balutan dress ibu hamil yang dikenakannya. Terlihat di salah satu lorong rumah sakit tepat seperti yang dikatakan oleh si pengirim pesan.“Ibu itu mengatakan hanya bisa mengambil fotonya dari samping karena takut ketahuan,” ucap Evan saat ia dan Kayden sudah berjalan meninggalkan teras rumah.Kayden tak menjawab, lidah dan bibirnya membeku.Tuhan menjawab doanya dengan memberinya

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    141. Dekat, Tapi Tak Bisa Digapai

    Seperginya Freya, Julia tidak bisa duduk dengan tenang atau sekadar bersantai.Meski ia telah mengusir perempuan mata duitan itu, tapi tak ada yang menjamin ia akan tetap tutup mulut.‘Akan aku cari cara lain, tapi sementara ini biarkan dulu dia pergi dari hidupku.’ Julia membatin penuh amarah.Semua rencana yang disusunnya dengan rapi bahkan hampir tak bercelah sepertinya akan menemui batu sandungan.‘Perempuan sialan itu sama saja dengan Liora ternyata,’ gumamnya seorang diri.Matanya yang menatap jendela di dalam ruang kerja miliknya di DN Construction terasa perih.‘Liora sudah aku singkirkan dan menghilang tapi anak itu malah membuat ulah.’Dorongan napasnya yang berat mengatakan seberapa muaknya ia pada Freya.“Apa yang dia pikirkan sebenarnya saat mengambil cincin milik Marry?”Setelah Kayden mengetahui ini ... pria itu pasti tidak akan tinggal diam. Posisi semua orang terancam jika Kayden dan tangan kanan iblisnya itu bergerak memburu kebenaran hingga di titik penghabisan.Jul

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    140. Kubu Terpecah

    “Pergi kamu dari sini!” Julia menghardik Freya yang bibirnya sudah memutih.Gadis itu memucat, seolah darahnya terserap habis, tenaganya, ketahanan tubuhnya.Saat Julia melepasnya, Freya nyaris jatuh ke lantai. Kedua kakinya seakan tak bisa menopang berat tubuhnya.Sepasang mata Julia menembusnya, membuatnya perlahan mundur dan angkat kaki dari lobi DN Construction.Ia masuk ke dalam mobilnya, sekali lagi ... seperti orang gila yang sedang melarikan diri. Tangannya yang menggigil itu menyalakan mobil dan berkendara pergi dari sana.Ia berusaha menata hatinya, detak jantungnya.Setelah lebih dari seratus meter meninggalkan sekitaran tempat itu, ia berhenti di tepi jalan. Menutup mulutnya dengan kedua tangan agar tangisnya ini terbendung. Tetapi tidak bisa ... terlalu banyak hal yang membuatnya terkejut hari ini.Ia tidak siap!Freya menunduk, memejamkan matanya yang perih hanya untuk menyesali apa yang ia lakukan di belakang sana.Kegelapan itu membuat ingatannya kembali pada malam ha

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    139. Sebuah Kebodohan

    Nyawanya seperti akan tercabut, dan sebelum ia benar-benar mati di dalam ruang meeting Evermore lalu keberadaannya tidak dapat ditemukan karena dilenyapkan oleh Kayden, maka Freya dengan gegas meninggalkan tempat itu. Lobinya cukup sibuk pagi ini. Ia harus menerobos beberapa orang yang berkerumun tak tau tempat. Yang pandangan mereka dirasanya mengikuti ke manapun ia pergi. Beberapa bisikan singgah bahwa ia seperti orang gila yang sedang mencari jalan keluar. Pintu yang ada di depan itu seperti begitu sulit dijangkaunya. Seakan membutuhkan waktu lebih lama bagi Freya untuk bisa benar-benar keluar. Ia menyeka air matanya dengan tangannya yang gemetar, langkahnya gamang saat ia menuju ke tempat di mana mobilnya ia parkirkan. Merasa bodoh sebab harus berjalan memutar untuk tiba di sana padahal ia sebelumya bisa langsung ke basement. Kepanikan yang melandanya membuatnya tak bisa berpikir dengan jernih. Ia menghubungi Julia sembari mengemudikan mobilnya, mengatakan ingin bertemu dan

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    138. Iblis—IBLIS!

    Evan yang berdiri di dekat Kayden untuk sesaat tak bisa bergerak. Ia menatap Freya yang kehilangan kata, bukan hanya karena Kayden mencekiknya, tetapi karena ada gelombang kejut yang tak diantisipasinya dari pertanyaan itu. Evan mendengar dari pengacara Hans Mercer yang mengatakan cincin itu bisa saja dibawa sebagai ‘souvenir’ oleh psikopat gila, orang yang malam itu terakhir kali menemui Nyonya Marry—dan menyelundupkan senjata tajam ke dalam kamar rawatnya—itu ia lihat di mana keberadaannya sekarang. Di jari manis Freya. Bukankah itu telah menjelaskan bahwa Freya lah yang bertanggung jawab atas tewasnya Nyonya Marry saat itu? Evan tadinya hendak mencegah Kayden, atau menarik tangannya itu untuk pergi dari leher Freya, tetapi mengingat betapa tragisnya kematian Nyonya Marry, keberadaan Liora yang tak diketahui dan hancurnya Kayden saat badai ini menghantam ... Evan memilih untuk membiarkannya. Gadis itu gemetar di hadapkan pada kemarahan Kayden. Ia berusaha menguraikan tangan Kayd

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status