1 lagi ya? jangan lupa tinggalkan komentar ulasan like vote 🔥💯 MAACIHH
*** Kembali pada malam pertemuan pertama Kayden dan Liora. ***....Padahal, ini sudah beberapa hari sejak Kayden tiba di Seattle, tapi ia masih belum bisa membiasakan dirinya.Tidak biasanya memang tubuhnya seperti ini, mungkin ini ada hubungannya dengan hatinya yang enggan menginjakkan kaki di tanah yang sama dengan di mana Julia berada.Apalagi, ia tahu bahwa kepulangannya ke Seattle adalah untuk menikahi perempuan itu.Perempuan yang telah menghancurkan hatinya, lebih tepatnya.Meski secara lisan Kayden mengatakan ia memberi kesempatan Julia, tapi jauh di dalam hatinya, pada palung-palung yang paling dasar, ia menolak.Hal lain yang memberinya beban tambahan adalah ... guncangan yang diterima Evermore. Skandal yang dibuat oleh keponakannya itu membuat kepalanya terasa akan pecah.Perselingkuhan ... rasanya hal seperti itu tak akan ada habisnya.Padahal setahunya pacarnya Adrian itu sudah cukup cantik meski karirnya tak secemerlang model lainnya. Tapi ia memilih adik tiri pacarnya
Kedua mata Adrian yang terbuka lebar itu telah menjelaskan seberapa terkejut pemuda itu dengan ucapan Kayden.Ia bangun secara tiba-tiba, kursi yang didudukinya terlempar ke belakang dengan kasar, menimbulkan gema yang mencemari indera pendengar.Dengan langkah yang diliputi oleh kebencian, Adrian pergi meninggalkan ruang makan milik Kayden. Pemuda itu tak bicara, mungkin telah kehilangan wajahnya.Niat hati mencari pembelaan sebab Kayden menamparnya tadi siang, yang terjadi justru kesalahannya semakin dikuliti.‘Persetan!’ umpat Kayden saat menatap punggung Adrian yang menjauh, melalui sudut matanya.Kayden juga berlalu pergi dari sana, meninggalkan sang ayah yang terdengar meminta ibunya untuk pergi juga.“Kamu pulanglah, Rose ... jangan membuat Kayden bertambah kesal.”Meski sang Ibu tak begitu saja setuju karena ucapan Tuan Owen seperti sebuah pengusiran, tapi saat Kayden sudah jauh, ia mendengar suara sepatu Nyonya Rose yang meninggalkan ruang makan.Kepalanya sedikit pening saat
"Y-Ya?" Adrian terdengar gugup tepat setelah Kayden menanyakan tentang bartender itu. Pupilnya bergerak tidak nyaman, sepertinya ia tak menyangka jika Kayden akan menyerangnya dengan cara ini. "Apa maksudnya itu?" tanya Tuan Owen, menoleh pada anak dan cucu lelakinya. "Dia kesal pada Liora saat skandal itu mencuat, Pa," jawab Kayden atas ayahnya sebab sepertinya Adrian tak bersedia membuka mulut. "Yang ada di sosial media tentang Adrian yang tidur dengan Irina itu benar. Liora yang mengunggahnya dan itu membuat Adrian dendam. Saat Liora pergi ke bar, Adrian membayar bartender untuk memasukkan obat perangsang ke minumannya." Penjelasan Kayden seperti sedang merangkum terjadinya malam itu. Melihat Adrian yang sepasang telinganya memerah, Kayden justru tertawa lirih—tak mengurangi rasa senangnya karena membuat keponakannya itu mati kutu. "Benar seperti itu, Adrian?" tanya Nyonya Rose. Wanita bergaun hitam itu memandang cucunya yang mendengus kasar, menyusun kalimat pembelaan. "Pam
Adrian terhuyung-huyung ke belakang, sedang Allen terlihat terkejut, memanggil anak lelakinya yang mendesis meraba sudut bibirnya. “Jangan menceramahiku saat kamu sendiri saja juga tidak tahu tata krama!” Kayden selangkah maju, kakinya yang panjang mengayun dengan tenang. “Aku sedang kesal, Adrian Davis! Pergi dari sini sebelum aku menjadikanmu sand sack hidup!” Adrian mendengus sama kasarnya seperti sebelumnya. Dengan salah satu tangan yang masih meraba bibirnya, ia berjalan dengan gegas dari sana. Melewati Kayden dan Evan, menabrak lengannya dengan sengaja hingga suara benturan lantai dan sepatunya menghilang di kejauhan. “Ajarkan yang baik pada anakmu, Allen!” ucap Kayden pada kakak lelakinya yang rahangnya tampak menegang. Kakak lelaki Kayden itu mendekat, berhenti di depan Kayden, saling berhadapan. “Kayden—“ “Ajarkan padanya bahwa tidak benar merebut apa yang bukan miliknya,” sela Kayden tak peduli dengan apa yang hendak dikatakannya. “Evermore bukan milikmu atau bahkan
“Kayden!” Seruan Tuan Owen seperti tak ada hasilnya. Kayden abai, langkahnya seperti dirasuki oleh serigala yang menyimpan dendam. Ia berjalan melewati Tuan Owen begitu saja, disusul oleh Evan yang pontang-panting mengikutinya dari belakang. “Akan saya antar!” ucap Evan, berlari mendahuluinya, membukakan pintu mobil untuknya kemudian berkendara pergi dari rumahnya. Evan menerobos padatnya jalanan Seattle yang mengantarnya menuju ke Evermore. Sedang Kayden yang duduk di kursi penumpang bagian belakang mencoba menghubungi beberapa anggota dewan eksekutif Evermore yang tak menjawab satu pun. “Mereka sepertinya akan memihak pada Allen, Evan,” ucap Kayden dengan gusar. Matanya terasa perih, banyak pikiran yang membebaninya yang belum bisa ia selesaikan dan sekarang Allen datang memberinya masalah baru. Benaknya berkecamuk sekalipun Evan sudah mencoba menenangkannya. “Tidak mungkin seperti itu, Tuan Kayden,” kata Evan dari balik kemudi. “Mereka yang bersama-sama membangun Evermore se
Di dalam rumahnya, Evan duduk dengan pikiran yang bercabang-cabang. Mengingat perintah Kayden untuk membuat hancur keluarga Freya demi agar gadis itu mengaku bahwa apa yang dilakukannya itu adalah suruhan dari Julia ... batinnya mengalami pertentangan. Ia tidak tega jika harus melibatkan mereka yang tidak bersalah akibat tindakan gila seseorang—Freya. Evan menunduk, memandang lantai pucat di rumahnya, bersikeras memikirkan cara lain. Wajahnya terangkat saat ia mendengar pintunya dibuka dari luar dan muncullah seorag gadis berambut panjang kecoklatan yang mendekat ke arahnya. “Kenapa?” tanyanya sembari mengayunkan kakinya pada Evan yang menyambutnya dengan tersenyum. “Tidak apa-apa,” jawabnya. “Kamu masih belum pulang?” Evan mengarahkan tangan kanannya ke depan, merengkuh pinggang kecil gadis itu, menariknya mendekat untuk bisa duduk di pangkuannya. “Aku tidak mau pulang, bisakah aku tidur di rumahmu saja malam ini?” tanyanya balik, menyentuh kerah kemeja lengan pendek Evan, mata