Share

Malam Penuh Gelora Bersama Bosku
Malam Penuh Gelora Bersama Bosku
Author: Dania Zahra

Bab 1

Author: Dania Zahra
Sebagai seorang sekretaris, bagaimana caranya menggoda atasan yang merupakan seorang presdir? Langsung tidur dengannya. Itulah yang dilakukan oleh Livy Pratama.

Saat ini, keningnya dibasahi keringat, rambut hitam panjangnya terurai di bahu, dan telapak tangannya menempel di dinding .... Tubuhnya bergetar dan kedua kakinya terasa sangat lemas hingga tak bisa berdiri tegak.

Dia hampir terjatuh, tetapi Preston Sandiaga buru-buru menangkapnya dan melemparkannya ke atas ranjang. Livy merasakan ranjang itu tenggelam dan tak lama kemudian, dia harus menghadapi babak baru yang penuh gairah.

Livy tidak menyangka semuanya akan berjalan begitu lancar malam ini.

Mereka sedang dalam perjalanan bisnis saat ini dan keduanya menginap di hotel yang sama. Livy merasa agak mabuk setelah jamuan makan malam tadi, sehingga dia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Preston.

Preston membuka pintu kamar dan melihatnya. Livy bahkan belum sempat memulai pertunjukan yang telah dipersiapkannya. Namun, dia telah ditarik masuk ke kamar itu dan lalu ....

Livy tak bisa lagi mengingat kejadian selanjutnya. Kesadarannya mulai menghilang perlahan-lahan.

....

Keesokan paginya saat Livy terbangun, dia terkejut melihat pria di sampingnya yang sedang telanjang.

'Livy, besar sekali nyalimu! Apa kamu nggak mau pekerjaan ini lagi?' batinnya dalam hati.

Tidak, tentu saja dia masih menginginkannya. Gaji sebagai sekretaris di Grup Sandiaga sangat tinggi dan dia sangat membutuhkan uang. Oleh karena itu, dia tidak boleh sampai dipecat!

Kelihatannya, Preston telah diberi obat oleh seseorang semalam. Jika tidak, dia tidak mungkin memperlakukan Livy dengan segila itu. Mungkin saat Preston bangun nanti, dia tidak akan mengingat apa pun.

Livy menyesali keputusannya untuk menggoda Preston tadi malam. Dia segera bangkit perlahan-lahan, lalu memungut pakaian yang berserakan di lantai dan buru-buru melarikan diri dari kamar itu.

Saat pintu kamar tertutup, pria itu membuka matanya perlahan-lahan. Matanya yang kelam memancarkan tatapan yang tajam.

....

Livy kembali ke kamarnya sendiri, lalu segera mandi untuk menenangkan diri.

Dalam hati, Livy mengutuk dirinya benar-benar sudah gila! Hanya karena ingin membalas dendam pada mantan pacarnya, Livy nekat menggoda Preston. Ini benar-benar tindakan yang berisiko tinggi.

Kebetulan sekali tak lama setelah itu, mantan pacarnya, Stanley Taslim, tiba-tiba meneleponnya, "Livy, kamu harus datang ke pernikahanku dan Chloe ya!"

Livy merasa mual mendengarnya. Selama pacaran dengannya, ternyata Stanley berselingkuh dengan putri Keluarga Dewanto yang bernama Chloe Dewanto. Bahkan, Stanley baru memberitahunya hal ini setelah tanggal pernikahan mereka ditetapkan.

Dan sekarang, dengan tanpa malu, dia memintanya datang sebagai “teman baik”!

Livy telah diselingkuhi selama ini, tetapi tidak pernah menyadarinya!

Lalu, siapa itu Chloe? Chloe adalah keponakan dari pihak ibu Preston, yang berarti, Preston adalah paman Chloe. Kali ini, Stanley benar-benar berhasil menaikkan statusnya!

Livy menahan rasa jijiknya saat berkata, "Stanley, kudoakan kamu bahagia. Tapi, kalau kamu mau aku menghadiri pesta pernikahanmu dan bahkan memberimu hadiah? Jangan mimpi!"

"Teman-teman kita semua tahu bahwa kita ini teman masa kecil. Kalau kamu nggak datang, pasti bakal digosipin banyak orang. Aku nggak mau Chloe disalahpahami sama orang." Stanley terus mengoceh tanpa henti.

Kedua mata Livy berkaca-kaca. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung menutup telepon itu.

Pantas saja Stanley tidak mau mengumumkan hubungan mereka waktu itu. Dia bilang akan mengundang semua orang saat pernikahan untuk memberikan kejutan. Ternyata, semua itu sudah direncanakan sejak awal supaya dia bisa selingkuh tanpa ketahuan.

Tok tok tok!

Terdengar suara ketukan pintu. Ternyata rekan kerjanya datang mencarinya. "Bu Livy, kulihat kamu nggak balas pesan grup dan nggak angkat telepon, jadi aku datang untuk ngabarin kalau kita harus berangkat setengah jam lagi. Pak Preston bilang nggak mau nunggu orang, aku turun duluan ya."

"Oke, terima kasih. Aku nyusul sebentar lagi!" jawab Livy sambil buru-buru mengemasi barang-barangnya. Syukurlah ini hanya perjalanan bisnis singkat selama tiga hari dua malam, jadi dia tidak perlu membawa terlalu banyak barang. Tak lama kemudian, Livy turun dengan koper di tangan dan berjalan menuju ke bus.

Perjalanan bisnis kali ini melibatkan tim kecil yang terpilih melalui undian untuk mengikuti Preston ke resor baru yang sedang dikembangkan, sekaligus memberikan saran tentang pengalaman mereka di sana.

Livy bergegas mencari bus, lalu segera naik setelah menempatkan kopernya dalam bagasi. Namun, pandangan pertamanya langsung tertuju pada pria yang duduk di barisan depan. Dunia seolah-olah terasa berputar dan dia hampir saja terjatuh karena kaget.

Kenapa Preston bisa duduk di bus ini?

Saat itu, sebuah tangan yang besar langsung meraih pergelangan tangan Livy dan menahannya agar tetap berdiri tegak.

Livy bertemu pandangan dengan pria itu. Tatapannya sangat dalam dan serius, tanpa menyiratkan emosi apa pun.

Jantung Livy berdegup kencang. Dalam hatinya terus bertanya-tanya, apakah Preston masih ingat dengan kejadian semalam?

"Cepat duduk, bus sudah mau berangkat!" ujar sopir bus padanya.

Livy langsung tersadar, lalu melihat ke sekelilingnya. Yang lebih canggung lagi adalah, semua tempat duduk di barisan belakang sudah penuh. Satu-satunya kursi kosong adalah di sebelah Preston. Seketika, napas Livy terasa tercekat.

"Bu Livy, jangan buang-buang waktu." Terdengar suara yang rendah dan penuh karisma itu memberikan perintah. Pemilik suara inilah yang terus mendesah di samping telinga Livy semalam, sehingga membuatnya tidak bisa menahan gairah.

Livy duduk dengan kaku, tidak berani menoleh sedikit pun ke arah pria itu.

Sepanjang perjalanan, suasana di dalam bus sangat hening. Mungkin karena Preston juga berada di sini. Tidak sama seperti waktu mereka berangkat, suasana bus dipenuhi dengan canda dan tawa. Bahkan, ada yang menyanyikan lagu dan mengobrol dengan seru.

Livy merasa sangat tidak nyaman. Seluruh tubuhnya terasa pegal. Mungkin karena semalam terlalu intens. Apalagi, kejadian semalam adalah pengalaman pertamanya, sehingga sangat menguras tenaga.

Namun, dia tidak berani duduk sembarangan. Mengingat bosnya yang duduk di sebelahnya, Livy hanya bisa mempertahankan posisi duduk yang kaku dan tegak lurus.

Perjalanan memakan waktu sekitar tiga sampai empat jam. Bus berhenti di depan gedung Grup Sandiaga, membawa semua orang kembali bersama-sama.

Ketika Livy berdiri untuk turun dari bus, tubuhnya tiba-tiba terjatuh kembali ke kursinya. Dia merasa seluruh badannya seakan-akan remuk. Bahkan kakinya pun tak mampu lagi menopang tubuhnya. Secara refleks, dia langsung menoleh dan bertatapan dengan sepasang mata yang sedang mengamati dirinya.

Livy merasa gugup. Dia segera mengalihkan pandangan dan turun dari bus dengan tergesa-gesa.

Preston adalah orang terakhir yang turun dari bus. Sebelum dia turun, tidak ada satu pun orang yang berani meninggalkan tempat itu. Mereka semua menunggu perintah selanjutnya dari Preston.

"Kalian semua sudah kerja keras selama tiga hari terakhir. Hari ini, kalian bisa pulang dan beristirahat setengah hari. Besok kembali bekerja seperti biasa," kata Preston.

Setelah mendengar instruksi itu, barulah semua orang mulai beranjak pergi. Livy juga bersiap-siap untuk pulang. Namun, saat baru saja dia berbalik, Livy mendengar suara pria itu memanggilnya, "Livy, tunggu sebentar."

Seketika, bulu kuduk Livy langsung meremang. Apakah Preston tahu bahwa orang yang menidurinya semalam adalah dirinya? Apakah dia akan dimarahi atau bahkan dipecat?

Livy merasa Preston adalah tipe orang yang bisa melakukan hal seperti itu. Dia menyesali keputusannya mengetuk pintu kamar Preston semalam. Namun, Livy tidak punya pilihan selain memberanikan diri untuk berjalan ke arahnya dengan cemas.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak Preston?" tanyanya dengan suara rendah dan hati-hati.

"Tolong bawa koperku pulang. Ini kartu aksesnya. Nanti telepon aku untuk meminta kode pintu setelah kamu sampai," katanya sambil menyerahkan koper miliknya. "Harmony Residence, Tower 8, Unit 1808."

Livy langsung mengambil koper itu dan menjawab, "Baik, Pak Preston."

Dalam hati, Livy menghela napas lega. Nyaris saja! Kelihatannya Preston tidak ingat dengan kejadian semalam. Dia hanya sekadar meminta Livy untuk mengantarkan kopernya.

Preston tampaknya dalam keadaan tidak sadar semalam. Kamarnya juga sangat gelap, kemungkinan besar dia tidak mengenali Livy. Setelah menenteng koper milik Preston dan dirinya, Livy memesan taksi menuju rumah Preston. Ketika sampai di depan pintu, dia menelepon Preston untuk meminta kode.

Preston memberitahukan kode tersebut dengan tenang, lalu menambahkan, "Nanti malam tinggal di sana."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 430

    Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 429

    "Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 428

    Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 427

    "Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 426

    "Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 425

    Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status