Gaia bergegas mendekati Mamanya lalu memegang tangan Mona. "Mah, jangan terlalu capek. Mendingan Mama istirahat aja, biar Gaia yang cuci dan anterin buah ini," seru gadis tersebut."Maaf ngerepotin kamu, Sayang. Iya sih, Mama belum istirahat dari jam dua," balas Mona. Ia memandang anaknya, Gaia yang mendengar itu membulatkan mata."Kenapa bangun malam banget, Mah." Gadis itu langsung mematikan keran dan menarik lengan Mona dan memerintahkan sang Mama untuk duduk.Gaia langsung melakukan apa yang ia katakan. Mona melihat itu mengulas senyum, dia terus memanjatkan syukur dalam hati."Udah selesai, Mah. Biar aku yang bawain ke Mbak Dara ya. Mama istirahat aja," celetuk Gaia."Mama istirahat saja, biar Gaia yang kerjain," tutur gadis tersebut. Mona bangkit lalu mengambil pisau buah. Ia menaruh di piring bawaan Gaia. "Kalau gitu Mama ke kamar dulu ya, kamu juga jangan lupa ke kamar ambil hadiahnya," lontar Mona."Aku sayang, Mama. Mama jangan terlalu capek," ucap Gaia. Gadis itu meny
Gaia langsung melangkah ke kamarnya, mengambil ponsel di ruangan itu. Ia mengetik-ngetik benda pipih tersebut buat menelepon sang Papa."Papa, kenapa gak diangkat sih," gerundel Gaia. Gadis itu terus menelepon Arka. Ia pantang menyerah, setelah sepuluh kali panggilan akhirnya sang Papa menjawab telepon tersebut. "Ada apa, Gaia? Kalau pengen sesuatu cukup kirim chat aja. Papa lagi rapat nih," sembur Arka dengan lembut."Mama sakit, Pah," balas Gaia.Arka yang mendengar lekas masuk ke ruang rapat lagi. Lalu memberitahu Kean agat ia yang memimpin. "Kean, tolong handle rapat ini ya. Atau nanti lanjut lewat video call saja, Mona sedang sakit soalnya," bisik Arka. "Siap, semoga istri Tuan cepat sembuh," balas Kean.Lelaki itu membalas dengan perkataan formal. Karena sekarang berada di ruang rapat. Mendengar jawaban Kean, Arka menepuk bahu temannya itu lalu pamit pergi."Rapat ini akan dilanjutkan oleh sekertaris, saya. Saya pamit dulu karna putri saya memberitahu jika istri saya sakit,"
Mona mengulas senyum mendengar jawaban suaminya. Arka langsung mendaratkan kecupan di kening sang istri. "Aku mencintaimu," bisik Arka pelan.Suara pintu berdecit membuat kedua manusia itu menoleh ke arah bilik mandi. Terlihat Gaia yang baru saja keluar dari sana lalu mendekati orang tuanya."Ahh ... akhirnya lega juga," kata Gaia dengan tangan mengusap perut."Ngapain juga kamu sampe nahan BAB gitu, lain kali gak boleh ya! bahaya tau," tegur Arka.Gaia yang mendapatkan teguran hanya mengulas seringai saja. Ia memilih naik ke ranjang lalu mengompres Mona lagi. "Allhamdulillah, udah gak terlalu panas lagi," ucap Gaia bersyukur.Mona dan Arka saling pandang. Mereka sangat senang melihat anak-anaknya. Sesuatu terlihat ke ingatan Mona, ia langsung menanyakan handphone. "Mana handphoneku?" tanya Mona."Ngapain nanya handphone sih, Mah. Mendingan kamu fokus ke kesembuhanmu aja dulu," omel Arka.Gaia mengangguk setuju, Mona langsung menghela napas kala mendengar perkataan suaminya."Ahh .
"Ya sudah, sekarang mulai kerja aja. Saya mau sarapan dulu," pamit Arka. Lelaki itu langsung pergi, padahal Dara tengah mengetik sesuatu. Dengan kesal ia membanting ponsel dan menatap sinis ke arah manusia yang akan merawatnya."Boleh minta nomor ponselmu, biar gampang kita komunikasinya," pinta wanita itu dengan lembut. Tatapan marah Dara masih wanita itu layangkan. Dengan gerakan kesal ia mengambil handphonenya dan menunjuk nomor whatsapp pada perempuan tersebut. "Terimakasih, saya memanggilmu apa ya?" tanya wanita tersebut. Mendengar perkataan perempuan itu, senyuman terukir di bibir Dara. Ia mulai mengetik sesuatu dan menunjukan kepada wanita tersebut. [Nyonya, panggil aku Nyonya Dara,] "Nyonya, memang dia siapanya keluarga Tuan? Ahh sudahlah, ngapain juga mikirin itu. Yang penting kerja dan mendapatkan gaji," batin wanita itu. Yang akan menjaga Dara memang usianya hanya beda beberapa tahun dari Arka. "Siap Nyonya, nama saya Annisa. Apa Nyonya butuh sesuatu," seru Anni
"Sudahlah, Mas. Mendingan kita sekarang makan aja, nanti sarapannya keburu dingin lho," ucap Mona. Arka terlihat menarik napas dan mengembuskannya. "Ini, kamu harus banyak makan," kata Mona. Wanita itu menyendokkan banyak hidangan ke piring sang suami. Arka yang melihat hal tersebut langsung bangkit lalu ikut mengambil makanan dan memberikan kepada Mona."Bukan aku, tapi kamu. Ayo habisan makanan yang ada di piring ini," seru Arka.Mata Mona membulat melihat isi piringnya. Ia langsung menatap tak percaya sang suami."Mas ... yang bener aja, ini terlalu banyak lho," keluh Mona."Sudah, jangan mengeluh. Kamu makan aja," balas Arka.Mona memajukan bibirnya, namun ia melahap makanan tersebut. Arka yang melihat itu hanya mengulas senyum. "Kenapa diam saja, kamu ke sini bukannya mau ikut sarapan bukan,"lontar Arka dengan nada malas. Bahkan lelaki itu hanya melirik sekilas Dara. Mendengar perkataan pria yang ia sukai, dia langsung mengangguk sebagai jawaban dan mulai melahap hidangan.S
"Lebay, belum tentu itu anak sesuatu keinginan dia," batin Dara.Dara langsung mengirim pesan pada Annisa. Ia meminta agar wanita itu mengantarkan ke ruang tengah. [Antarkan aku ke ruang tengah, aku ingin menonton televisi.]Annisa yang baru saja menyuapkan makanan ia langsung merogoh handphone. Ia menghela napas dan menaruh piring yang berisi makanan ke party. Dewi yang melihat mengeryitkan alisnya. "Tolong jagain makananku ya, itu cewek minta anterin ke ruang tengah pengen nonton televisi katanya," ujar Annisa. Dewi mengangguk mengiyakan, Annisa yang melihat itu langsung melangkah pergi. Terlihat Dara menatap sinis dirinya, dengan langkah cepat mendekat."Maaf, membuat kamu menunggu," ucap Annisa.Annisa langsung mendorong kursi roda. Sedangkan Dara sedang memainkan ponsel, ia mengeryitkan alis kala melihat wanita yang dia dorong melihat foto Arka."Eummm, Dara. Bukannya itu ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara mendongak menatap tajam dirinya. Ia langsung terdiam dan membuang
Waktu beputar begitu cepat, tak terasa kini telah lewat tiga bulan. Sekarang Dara melatih kakinya, ia berjalan dengan kruk. Annisa sebenernya ingin berhenti, tetapi dia membutuhkan uang jadi bertahan."Ahhh ... lebih enak pakai kursi roda, kalau pakai ini sangat melelahkan." Dara mengeluh dalam hatinya, wanita itu memilih mendaratkan bokongnya ke sofa. Menyalakan televisi untuk menonton acara ke sukaan, sebenarna ia bisa menyaksikan di kamar karena Arka menyediakannya. "Karna memakai ini, Annisa jadi tak banyak kerjaan. Ia seperti memakan gaji buta saja. Aku harus terus memerintah ini itu, agar uang Mas Arka tidak terbuang sia-sia," lanjut Dara. Wanita itu langsung mengetik sesuatu di ponselnya. Sehabis itu menyandarkan tubuh seraya menatap acara yang ia sukai. Annisa yang baru saja hendak memakan jajan langsung terhenti kala mendengar suara notifikasi ponselnya.[Jangan bermalas-malasan! Ayo cepat rapikan kamarku.]Ia menghela napasnya kala membaca deretan kalimat tersebut. Denga
"Kenapa malah nunduk, ayo balas tatapan aku," seru Mona.Dara terkejut kala mendengar nada suara Mona yang lumayan tinggi. Padahal dia gak pernah marah atau mengeluarkan suara keras padanya."Ini semua gara-gara, Annisa! Awas aja kamu," geram Dara. Wanita itu mengepalkan tangannya. Mona yang melihat itu tersenyum,ia langsung bangkit membuat Dara terkejut."Ahh ... udahlah! Kalau kamu gak mau bilang juga gak papa," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia pergi meninggalkan mereka. Sedangkan Annisa langsung melangkah menuju dapur, sesuai perintah Dara yang tadi meminta dibuatkan makanan."Ahh ... mereka berdua nyebelin banget!" geram Dara. Perempuan itu memukul sofa, melampiaskan kekesalannya. Suara bel berbunyi, membuat ia memandang pintu."Siapa lagi! Ganggu banget," gerudel Dara.Dara mengambil kruk lalu melangkah perlahan ke arah pintu. Kala membuka benda tersebut, senyuman langsung terukir saat melihat Arka yang memencet bel itu. "Kenapa pintunya segala dikunci," ucap Arka di