Share

Pilihan

Author: Nia Kannia
last update Last Updated: 2025-04-13 20:55:05

Pov Alya

Aku yang tadi ingin mengejar Mbak Shanti akhirnya urung karena tangis Rayyan terdengar lagi. Aku pun bergegas menuju kamar.

Rayyan menangis karena memang sudah waktunya ngASI. Sementara papanya pamit untuk sarapan karena tadi dia belum sempat menyantap sarapan.

Baiklah, terpaksa aku menunda kesempatan untuk bicara tentang sikapnya pada Mama. Setidaknya emosinya sudah lebih baik ketimbang kemarin yang tiba-tiba mengajakku pergi meninggalkan Mama.

"Mas, ke Jakarta-nya emangnya gak bisa ditunda?" tanyaku begitu dia menghampiri yang duduk ayunan rotan yang ada di teras samping sambil berjemur bersama Rayyan.

“Memang kenapa? Kalau kamu mau ikut, aku bisa tunda beberapa hari," tawarnya kemudian, “kalau enggak, aku gak mau masalah ini berlarut-larut aja."

"Bukan gitu juga. Setidaknya Mas jangan bersikap seperti itu sama Mama kalau mau pergi." Aku langsung pada pembahasan. Dia yang duduk tak jauh dariku menatap datar.

"Mama itu sedih banget lihat kamu seperti itu, Mas. Gimana kala
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Sosok Mirip Arga di Pemakaman Mama

    Pov AlyaSaat pintu terbuka, Mama terlihat tergeletak di lantai. Wanita paruh baya itu sudah tak sadarkan diri. Entah sejak kapan. "Alya, tetap di rumah jaga Rayyan. Aku bawa Mama ke rumah sakit," ucap Mas Kaivan cepat, kemudian segera mengangkat tubuh Mama. Gurat kecemasan jelas terlihat di sana. Aku tak pernah melihat dia secemas ini. Bahkan ketika mendapati kami terjebak di kamar hotel setahun lalu. Aku tak mampu menjawab dengan suara. Hanya anggukan kecil yang mampu kulakukan. Namun, aku masih ikut berlari mengikuti suamiku yang tergopoh-gopoh membawa Mama ke mobil. Setelah Mama berhasil dimasukkan ke mobil. Mbak Shanti ikut duduk di belakang menjaga Mama. Sementara Mas Kaivan segera menuju belakang kemudi, setelah menyentuh bahuku sesaat. Tanpa kata, tetapi mata itu seakan mengatakan banyak bahasa.***Matanya menggambarkan sebuah penyesalan mendalam yang tak pernah bisa diungkapkan. Layu dan kelabu, seakan tak memiliki daya dan warna. Itu yang kulihat ketika Mas Kaivan pulan

    Last Updated : 2025-04-14
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Perempuan yang Memeluk Suamiku

    Tanpa rasa ragu dan takut, aku mendekat. Berdiri dalam jarak sekitar tiga meter. Memastikan jika orang yang kulihat adalah orang yang ada di pikiranku saat ini."Pak Arga? Ngapain di makam Mama? Ada hubungan apa Pak Arga dengan mertua saya?"Pria itu menoleh seketika. Dia mengerutkan dahi dan menatapku datar, kemudian memicing. Ekspresi yang sangat kubenci dan mengingatku pada satu hari."Anak kecil tak perlu tahu urusan orang dewasa." Dia berkata dengan nada mengejek. "Apalagi yang ingin kamu cari, bukannya kamu sudah bahagia dengan pecundang itu karena saya?"Aku speechless mendengar kalimatnya. Dia jauh-jauh dari Jakarta untuk menghadiri pemakaman Mama kupikir sudah berubah. Meski dari samping, aku tadinbisa melihat wajahnya yang menyiratkan sebuah rasa kehilangan yang sama. Namun, sepertinya aku salah, dia masih saja sombong.Daripada menanggapinya, aku memilih memutar tubuh untuk pulang. Setidaknya rasa penasaranku sudah terjawab jika aku tadi bukan sedang berkhayal melihat pria

    Last Updated : 2025-04-14
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Cemburu

    Aku masih menatap datar tanpa suara pada suamiku saat akhirnya dia menyadari kehadiranku. Dia buru-buru menjauhkan wajah perempuan bergelar dokter itu dari dadanya. Ya, dia adalah Dokter Kaira. Wanita yang kukenal sebagai saudara sepupu suamiku. Ingat kan, kami pernah bertemu beberapa kali. Dia juga yang merawatku saat aku baru ditemukan oleh Mama setelah beberapa hari disekap Kinan.Akan tetapi, kenapa sekarang dia tampak berbeda. Saat akhirnya mata kami beremu, dia tak terlihat seramah biasanya. Entahlah, semoga hanya perasaanku saja—yang kini memang tengah dikuasai oleh rasa sesuatu yang membakar. Mereka hanya saudara sepupu, bukan saudara sekandung. Apa harus saling memeluk begitu?"Hai, Alya. Seneng bisa ketemu lagi. Gimana kabarnya?" Wanita itu bersuara. Kini sudah berdiri di hadapanku."Alhamdulillah," jawabku pelan tanpa senyum tipis pun. Ada yang membuatku tak mampu tersenyum di dalam sana. "Maaf, kalau ganggu. Silakan lanjutkan," ucapku kemudian sambil berlalu meninggalkan

    Last Updated : 2025-04-15
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menolak Pesona Janda Imut

    PoV Alya"Apa karena aku belum bisa memberimu hak sebagai suami, makanya Mas mau aja dipeluk-peluk dia seperti itu?" Entah bisikan dari mana aku bisa meluncurkan kalimat itu. Mendadak aku merasakan hawa yang tak biasa.Dia bergeming, menatap datar padaku. Entah apa yang dia pikirkan. Tak sanggup untuk terus saling menatap, aku membuang pandang ke samping. "Maaf," ucapku menyingkirkan tangannya kemudian hendak beranjak. Ada sedikit sesal kenapa kalimat itu bisa kuucapkan. Tanpa dapat dikendalikan, ada yang jatuh di pelupuk mata. Dengan cepat aku menepis agar dia tak melihat.Dengan gerakan cepat dia menahanku untuk tetap duduk di hadapannya. Aku menarik napas dalam, mencoba mengembalikan semua untuk bisa normal. Namun, perasaan ini terlanjur peka."Maaf, Alya, kalau itu membuat–""Masih ada waktu, Mas," selaku kemudian.Dia mengerutkan dahi."Waktu untuk apa?""Untuk memilih. Awal pernikahan ini bukankah karena Mama? Sekarang Mama udah gak ada, sebelumnya semua terlanjur ...." Sebelum

    Last Updated : 2025-04-15
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Ujian Skripsi

    "Di hari Mama dimakamkan aku lihat Pak Arga di makam Mama," ucapku akhirnya setelah dua pekan kepergian Mama. Aku masih nyaman menyadarkan kepala di dadanya. Tangannya yang sejak tadi mengelus bahuku yang polos terhenti sejenak setelah mendengar ucapanku. Matanya yang tadi menatap langit-langit kini menatapku lekat.“Kamu serius, Sayang? Gak salah lihat, kan?""Aku bahkan sempat berbicara dengan dia untuk memastikan kalau aku gak berkhayal." Aku menjawab jujur. "Kok aku gak lihat? Dia di mana?"Aku menghela napas. "Maaf, Mas. Sebenarnya waktu aku bilang pin jilbab yang jatuh, aku bohong," ucapku lirih, merasa bersalah. Aku lalu menceritakan semua rangkaian kejadian saat itu tanpa ada yang ditutupi."Kenapa baru bilang sekarang?" tanyanya kemudian."Aku takut kalau setelah aku cerita malah jadi beban pikiran kamu, Mas." Aku memberi alasan. “Aku yakin hubungan Arga dan Mama tidak sesederhana yang aku kira. Kalau enggak, buat apa Mama memberikan restoran dan butiknya untuk Arga secar

    Last Updated : 2025-04-17
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kejutan di Private Room

    41PoV AlyaAkhirnya ujian skripsi berjalan lancar. Aku lulus dengan predikat yang cukup memuaskan. Namun, entah kenapa muka mantan Pak Dosen biasa saja. Tidak seantusias seperti yang kubayang—setidaknya seantusias saat dia menyuruhku melanjutkan skripsi. Dia bahkan tak mengeluarkan sepatah kata pun.Aku pun tidak ambil pusing. "Mas, laper gak? Makan yuk," Ajakku saat kami sudah di dalam mobil dan meninggalkan kampus.Dia mengangguk. Kemudian mulai melajukan kemudinya. Masih dengan wajar dan sok dingin. Seperti kembali ke setelan awal saat kami belum saling mengenal apalagi menikah."Mas, kenapa sih? Cemberut terus?" tanyaku akhirnya karena tidak tahan melihat muka seperti triplek. Kaku dan datar.Dia menoleh sesaat, kemudian berkata, "Gak apa-apa?"Aku menghela napas kesal. "Kayak gak ada seneng-senengnya aku lulus. Kemarin aja ngotot banget aku lanjut ngurus," ucapku kesal."Aku seneng kok."Aku melengos. Akhirnya memilih diam. Dasar aneh memang si bapak satu ini. Susah banget neb

    Last Updated : 2025-04-17
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Sikap Aneh Kaivan

    PoV AlyaHanya selang beberapa detik, pintu kaca itu terbuka lagi. Menampilkan sosok yang sangat tak asing bagi kami.Pria itu berjalan dengan langkah tegap dan percaya diri mendekat pada kami. "Wow, ada tamu istimewa rupanya." Dia kemudian menarik kursi yang ada di seberang kami. Kemudian duduk di sana. Mendadak selera makanku hilang. Mas Kaivan pun meletakkan sendoknya sejak pria itu masuk.Aku melirik sekilas pada gelas yang berlabel logo restaurant. Kenapa aku baru menyadari jika sebenarnya logo itu tidak asing. Aku pernah melihatnya beberapa kali. Namun, aku memang kurang teliti. Sekarang aku baru menyadari, logo dengan ukiran estetik itu ternyata membentuk nama Shelomita.Pantas saja Mas Kaivan awalnya menolak untuk makan di sini. Ah, seharusnya tadi aku mengerti. Dan, kalian pasti sudah bisa menebak siapa pria di hadapan kami ini. Tepat sekali, dia adalah Argadinata Adijaya. Mantan pembimbing skripsiku."Bebaskan tagihan untuk semua menu di meja ini. Kalian tidak lupa, ’kan ka

    Last Updated : 2025-04-18
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kenyataan Pahit?

    43Sebuah Kenyataan Aku bangkit perlahan, memastikan apa yang dia lakukan dengan ponselku. Sebisa mungkin aku melakukan gerakan halus agar dia tidak menyadarinya. Dan, aku berhasil. Ternyata dia membuka aplikasi chat hijau yang memang tidak banyak history chatnya. Dia membuka chat paling atas yang belum aku simpan nomornya. Itu chat dari Edo, teman sekelas yang aku temui di depan ruang ujian tadi. Aku terbelalak ketika melihat apa yang dia lakukan. Hanya butuh beberapa detik dia menekan tombol blokir kemudian menghapus history chatnya. "Kenapa dihapus, Mas?" Dia berjingkat kaget ketika mendengar suaraku. Padahal sangat pelan. Dia kemudian meletakkan ponselku begitu saja. Dia menggaruk kepalanya. Jelas sekali terlihat salah tingkah. "Ehmm, eng–enggak. Gak ada yang ...."Aku menaikkan sebelah alisku. Menatap dia dengan penuh tanda tanya seraya menunggu apa yang akan dia katakan. Jadi, in

    Last Updated : 2025-04-18

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Haura

    "Pagi, Sayang." Dia mengecup keningku lama begitu aku membuka mata. "Jam berapa, Mas?" tanyaku dengan nada masih mengantuk.Aku kembali merapatkan wajahku ke dadanya yang masih tak berlapis. "Bentar lagi azan subuh." Dia menjawab sambil mengeratkan pelukan."Astaghfirullah, tahajud lewat, dong." Aku terkejut dan menjauhkan kepala dari dadanya.Akan tetapi, dia menarik lagi. Membuat tubuh kami kembali tanpa sekat."Sekali-kali gak apa, Sayang. Kan udah diganti sunah yang lain semalam."Kalimatnya seketika membuatku pipiku terasa menghangat. "Ih, apaan, sih?"Aku kembali membenamkan wajah agar ia tak melihat pipiku yang mungkin semerah tomat.Dia terkekeh, seraya kembali mengeratkan pelukannya. Tak hanya sampai di situ, tangannya kembali bergerak mencari sesuatu yang tersembunyi dari bagian tubuhku."Mas, plis deh. Udah mau subuh nih. Kita harus gegas mandi.""Masih lama, Yang, subuhnya. Masih cukup kalau nambah satu lagi," ucapnya manja sembari mendaratkan beberapa kecupan di leher.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Ledakan Rindu

    Malam ini rumah sudah terasa lebih sunyi. Terasa dingin dan tenang karena hujan baru saja mengguyur bumi. Rayyan sudah tidur nyenyak di boxnya. Setelah dokter menyatakan aku tidak perlu bedrest lagi, Mas Kaivan mengizinkan Mbak Rani untuk cuti. Kesempatan ini kugunakan untuk bisa lebih dekat lagi dengan Rayyan. Masa bedrest kemarin intensitas waktuku bersamanya sangat jarang sekali. Aku masih duduk di ujung ranjang, punggung menyandar di sandaran kepala tempat tidur. Mas Kaivan baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan kaus abu-abu ketak mencetak dada dada bidangnyabdan celana pendek santai. Rambutnya masih basah, menetes sedikit, tetapi matanya langsung mencari-cari mataku.Aku mengalihkan pandang.Dia diam sebentar, lalu menghampiri meja rias dan mengambil sisir. Dengan gerakan tenang, ia duduk di belakangku di ranjang. “Boleh aku bantu sisirin rambut kamu?”Aku mengangguk pelan, tetap tak berkata apa-apa.Dengan lembut, sisir bergeser melalui rambutku yang panjang. Ia melaku

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Terbujuk

    Mataku terpaku pada layar laptop di hadapanku. Judul dokumen itu menampar kesadaran seperti angin dingin di pagi hari:Hasil Pemeriksaan DNA – Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa.Tanganku gemetar ketika kursor mouse bergerak perlahan membuka file PDF yang dikirimkan via email. Di sebelahku, Mas Kaivan duduk tegak. Wajahnya kaku, nyaris tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, aku tahu, dia sama tegangnya denganku.Lembar pertama hanya berisi data teknis. Nama laboratorium, tanggal pengambilan sampel, dan identitas subjek.Lembar kedua—itulah jawabannya.> Hasil: Kecocokan genetik menunjukkan bahwa kemungkinan hubungan biologis antara Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa adalah 99.98%.Aku menutup mulut. Tubuhku limbung, seolah semua udara dalam paru-paru menguap seketika.Mas Kaivan mengusap punggungku pelan. “Sayang … kamu gak apa-apa?”Aku tak bisa langsung menjawab. Rasanya seperti ditampar kenyataan yang ... entah kenapa tetap terasa menyakitkan meski aku sudah mempersiapka

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Hasil Tes DNA

    [Untuk Alya,Dari wanita yang suaminya telah kau ambil.]Tidak. Baris kedua itu tidak ada. Hanya khayalanku saja. Aku duduk di pinggir ranjang, membuka perlahan.> Alya ....Aku tahu mungkin menurutmu aku tidak berhak menulis surat ini. Tapi tolong, baca sampai akhir. Aku… sudah kalah. Sudah jatuh. Tapi setiap malam aku dihantui oleh tatapan sedihmu dan darah di baju Kaivan. Aku minta maaf.Aku gak minta dibebaskan. Aku gak pantas minta itu. Tapi aku mohon, kalau nanti terbukti anakku anak Kaivan … tolong jangan jauhi dia. Jangan benci dia. Dia gak minta dilahirkan dari ibu sepertiku.Kamu boleh tetap membenciku. Tapi tolong… jangan teruskan kebencian itu pada bayi ini. Namanya Haura.Aku gak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti. Tapi aku tahu, kamu jauh lebih kuat dari yang aku kira.—Kinan.Aku menatap lembaran itu lama sekali. Hatiku campur aduk. Tanganku bergetar saat meletakkan kertas itu di meja samping tempat tidur."Sayang?" Kaivan duduk di sebelahku, matanya menatap waja

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Surat dari Lapas

    "Mas, apa tuntutan kita ke Bu Kinan tidak bisa ditarik?" tanyaku pelan, membuat semua mata tertuju padaku.Mas Kaivan mengernyit menatap padaku sesaat kemudian ganti menoleh pada sahabatnya yang menghela napas panjang."Itu … udah masuk tahap akhir, Alya. Pelaporan dan penyelidikan awal memang kita yang dorong, tapi sekarang kasusnya udah jadi milik negara. Penuntut umum yang pegang kendali."Aku menggigit bibir bawah, menunduk."Ini kasus percobaan pembunuhan berencana, Al. Gak sesederhana laporan biasa yang bisa dicabut kapan aja. Ini bukan sekadar konflik pribadi, tapi kejahatan serius," lanjut Mas Azzam terdengar datar, tetapi jelas dan tegas.Mataku kini berali pada Mas Kaivan. "Tapi … dia baru aja melahirkan, Mas," ucapku lirih. Sebagai seorang Ibu dan seorang wanita, rasanya pasti berat sekali menjadi Bu Kinan.Wajah Mas Kaivan mengeras. Rahangnya mengatup. Seakan menahan sesuatu."Itu tidak bisa menjadi alasan untuk membatalkan hukum, Sayang. Dia berusaha bunuh kamu, Sayang.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tuntutan

    "Anak yang dikandung Bu Kinan–" Dia mengeratkan genggaman. "Dengar, Sayang. Usia kehamilannya memang selisih satu bulan lebih lama dengan usia perceraian kami. Tapi, kita akan tunggu anaknya lahir dan aku akan tes DNA untuk membuktikan apakah anak itu benar anakku. Jika dia memang terbukti anakku aku hanya akan bertanggung jawab terhadap anaknya, bukan ibunya." Untuk sesaat keheningan menguasai setelah kalimat itu terucap dari bibirnya. Aku mengangguk perlahan. Aku tahu, Mas Kaivan tidak sedang berbohong. Namun, tentang kemungkinan anak itu adalah darah dagingnya masih menjadi duri kecil di pikiranku. *** Aku menatap dengan wajah cemberut pada Mas Kaivan yang tengah menyuapiku makan. Pria itu benar-benar tak mengizinkanku bergerak sedikit pun, bahkan hanya untuk menyuap makanan. Berlebihan banget, 'kan? "Mas, aku bisa makan sendiri. Jangan berlebihan," ucapku tadi saat dia baru saja membawa makan siangku ke kamar. "Aku tahu, kamu bisa makan sendiri, tapi sekarang aku lagi mau

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tulus

    Nyaris satu pekan berlalu sejak malam yang terasa seperti titik balik segalanya. Mas Kaivan sudah jauh lebih baik. Lukanya memang belum sembuh sempurna, tapi ia sudah bisa berjalan tanpa banyak meringis. Sementara aku, diperbolehkan pulang oleh dokter, dengan syarat harus bedrest total sampai batas waktu tertentu.“Pelan, Sayang. Jangan sok kuat. Biar aku aja yang bawa tasnya.” Ia merebut tas kecil dari tanganku begitu kami sampai di depan rumah.Duh, ini orang udah kayak alarm berjalan yang nyaris tak memberiku ruang bernapas. Protektif bukan main.Aku menghela napas dalam, lalu menggeleng. “Tasnya bahkan lebih ringan dari dompet aku, loh, Mas.”Dia menatap tajam. “Itu tetap terlalu berat untuk orang yang lagi hamil dan baru keluar dari rumah sakit, Sayang." Tuh, kan lebay.Aku tertawa kecil, tetapi tidak membalas. Ini hari pertama aku kembali ke rumah, dan aku tidak ingin merusak suasana hati Mas Kaivan.Begitu masuk ke dalam rumah, aroma wangi melati yang biasa kugunakan sebagai p

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Jangan Pernah Menjauh

    "Jadi, selama ini aku bukan lagi mimpi, tapi memang kamu ada di sana?" tanyanku tak percaya. "Pantesan rasanya kayak bukan mimpi."Pantas saja mimpi itu tidak seperti mimpi. Aku merasakan pipi yang tiba-tiba menghangat."Sekarang baru sadar, gimana nyamannya tidur di pelukanku? Makanya jangan sok-sokan kabur dari rumah." Dia menggerutu.Aku tersenyum malu. "Jadi, sejak kapan Mas di sana?" "Sejak hari pertama kamu di sana lah." Dia tersenyum penuh kemenangan."Kok bisa?""Udah aku bilang, kamu gak bisa pergi jauh dariku, Sayang.""Tapi, kata Edo Mas masih cariin aku waktu–""Dan, kamu percaya? Itu cuma akal-akalan dia aja." Mas Kaivan mengulum senyum, tetapi kali ini lebih mirip menahan tawa."Kenapa Mas gak samperin aku aja?""Karena aku gak siap kalau kamu menolak saat aku ajak pulang.""Jadi, selama ini Mas Kai sembunyi di mana? Kenapa aku gak pernah lihat?""Di mana-mana, kadang di bawah meja, kadang di dalam lemari, seringnya di balkon sempit di bawah jendela."Aku menutup mulut

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kunjungan

    "Apa?" tanyaku antara tak percaya dan tak mengerti. "A–aku hamil, Buk?" tanyaku lirih dan nyaris tak terdengar mungkin.Wanita paruh baya itu mengangguk. Matanya berkaca-kaca. Entah terharu atau prihatin. Pasalnya Rayyan masih terlalu kecil untuk memiliki seorang adik.Aku pun tidak tahu harus bahagia atau sedih. Ini kabar yang mengejutkan. Aku masih terdiam. Kata-kata Bu Rumi terus terngiang di kepala.Di satu sisi hati ini memang terasa menghangat—kehidupan baru sedang tumbuh dalam rahimku. Namun di sisi lain, hatiku berdegup penuh cemas. Di saat yang sama, suamiku masih terbaring tak sadarkan diri, baru saja melewati batas antara hidup dan mati.Aku mengelus perutku pelan. Meskipun belum ada perubahan fisik, aku bisa merasakan bahwa ada sesuatu di sana. Sesuatu yang tak terlihat, tetapi aku bisa merasakan kehadirannya sekarang***Ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatianku. Seorang perempuan berjas putih masuk, mengenakan name tag bertuliskan, “dr. Intan Rizkita, Sp.OG.” Dia me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status