Share

Tamu tak Diundang

Author: Nia Kannia
last update Last Updated: 2025-05-11 08:28:09

Di Atas Plaminan

[Pagi, Sayang. Semoga hari ini menyenangkan. Tapi maaf, aku tidak akan berdoa pernikahanmu bahagia. AKU TUNGGU DUDAMU TAHUN DEPAN]

Pesan itu muncul ketika Rayyan membuka ponsel untuk melihat jam. Ternyata sebentar lagi masuk waktu subuh. Rayyan bangkit untuk bersiap.

Sebelum beranjak, ia sempat menatap lama pada jas silver yang tergantung di pintu lemari. Jas itu akan ia kenakan hari ini.

Ya, hari ini adalah hari pernikahannya dengan Lysandra. Tinggal menghitung menit statusnya akan berubah menjadi seorang suami.

Rayyan memegang dadanya yang masih bergemuruh. Segera menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu untuk bersiap salat di masjid dekat rumah. Papanya pasti sudah menunggu di bawah seperti biasa.

"Lihat, Ma. Aura calon pengantin emang beda, ya," canda Kaivan begitu Rayyan sudah turun mengenakan koko dan kain sarung lengkap dengan peci.

Ia hanya tersenyum tipis menanggapi godaan sang papa. Debaran itu hadir meski samar.

Kaivan merangkul putra sulungnya kemud
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menguasai Hati

    "Duh, refleksnya jelek banget, lemah banget ya aku. Kamu malah gak jadi tidur, Yank." Kaivan yang masih terduduk di lantai tertawa nyengir menatap pada Alya yang sudah ikut berlutut di lantai.Kaivan masih menata kekuatannya sendiri untuk bangkit. Ia berusaha duduk, tangannya bertumpu pada lantai kayu yang dingin. Napasnya sedikit memburu pelan, lebih karena kaget daripada sakit.“Mas, gak apa-apa?” tanya Alya masih terlihat cemas. Tangannya meraih bahu pria itu, menopangnya."Aku nggak apa-apa, Yang." Kaivan cepat-cepat berkata, meski getaran halus masih terasa di suaranya. “Cuma kaget aja, bisa-bisanya lupa kalau aku belum jalan normal."Alya bergeming. Mengulum senyum agar tak terbit. Sebenarnya ingin tertawa karena kalimat sang suami. Namun, berusaha ia tahan."Makanya jangan keras kepala, deh, Mas,” omel Alya lirih. “Harusnya jam segini tuh tidur, bukan kelayapan," lanjutnya lagi sambil merangkul bahu Kaivan dan membantunya berdiri.Kaivan menatap mata Alya. Dan untuk sesaat, wak

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kenangan

    Alya sudah menarik selimut dan mulai memejamkan mata. Beberapa waktu terakhir, ia merasa kesulitan untuk tidur. Sehingga lingkaran di kelopak matanya mulai terlihat meski samar. Di saat yang sama, Kaivan sudah berdiri di depan pintu. Pria itu memutar pelan handel pintu. Tidak terkunci. Dengan langkah pelan sekali ia masuk dan menutup pintu lagi. Namun, ia duduk di meja kerja, membuka laptopnya yang sudah cukup lama tak tersentuh. Sejak pensiun, Kaivan memang jarang membuka laptop. Namun, hari ini Kaivan membukanya karena memiliki tujuan tertentu. Kaivan membuka beberapa email perusahaan yang juga terhubung di laptopnya. Matanya fokus menatap layar. Jarinya yang masih sedikit kaku karena kebas. Namun, berbanding terbalik dengan pikirannya yang lebih dulu terbang ke bagian ruang lebih dalam. Di mana ada Alya yang juga belum mampu memejamkan mata. Alya mengerutkan dahi. Merasakan kehadiran seseorang di ruangan itu dan membuatnya bangkit, kemudian melangkah keluar. Kaivan meno

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menggapai Hati

    Malam sudah nyaris menjemput larut. Semua penghuni sudah kembali ke kamar masing-masing. Kecuali Alya yang masih betah berdi diri di taman kecil sisi kiri rumput. Hanya ada satu lampu taman kecil yang menyala redup yang menjadi temannya. Menerangi sebagian permukaan air kolam yang dulu dibuat Kaivan.Alya duduk di bangku kayu itu, masih dengan cardigan tipis menyelimuti tubuhnya. Udara malam tak begitu dingin, tetapi hatinya masih terasa begitu dingin. Gemuruh di dalam dadanya masih enggan reda.Tangannya menggenggam sesuatu—kotak kecil dari kayu tua. Sudah bertahun-tahun tidak ia buka. Namun, malam ini entah kenapa langkah kakinya membawanya ke laci tempat benda itu disimpan.Ia membukanya perlahan. Di dalamnya ada lipatan kertas dari sepucuk surat lama yang ia tulis untuk Kaivan dulu ketika memutuskan pergi dari rumah—dan berujung tragedi penusukan pada Kaivan di kamar kostnya. Alya tidak membuka surat itu. Namun, ia membuka satu surat lagi. Surat balasan yang ditulis Kaivan setel

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Luka yang Belum Sembuh

    Kaivan masih terduduk di sofa ketika akhirnya Alya keluar dari kamar. Napasnya masih belum teratur sepenuhnya. Ia menoleh ketika pintu yang baru saja tertutup kembali menimbulkan bunyi. Beberapa saat yang lalu, untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar menyelesaikan sesuatu yang selama ini belum berani ia selesaikan. Melepas Aira. Namun, sekarang yang tersisa hanya keheningan dalam diri. Melepaskan Aira, bukan berarti bisa membuat Alya kembali begitu saja. Tangannya bergetar menekan tongkatnya ke lantai. Ia menggenggam erat tongkatnya, lalu bersandar lebih dalam di sofa. Kaivan menutup mata sebentar, menenangkan dirinya dari gejolak emosi barusan. Mencoba memahami perasaan yang kini benar-benar dilanda sepi. Langkah kaki ringan terdengar mendekat. Perlahan. Kaivan membuka mata. Alya kembali masuk dengam membawa nampan berisi makan siang yang tadi Kaivan pesan. Pria itu mencuba tersenyum untuk menyambut kedatangan sang istri kembali. Namun, Alya tak membalas segaris pun. Di

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menyesalkah Kaivan?

    Azzam yang tengah menoleh ke sekeliling, berhenti pada tuspin panjang di jilbab sang istri. "Sayang, pinjam tuspinmu sebentar, ya." Azzam menunjuk dengan matanya. Rahma mengangguk meskipun itu adalah tuspin kesayangannya yang ia beli saat liburan ke Turki. "Awas, jangan rusak ya. Mas tanggung jawab kalau rusak. Kamu tahu kan ini aku belinya di mana?" Azzam tersenyum. "Iya, kalau perlu setelah masalah ini selesai, kita ke Turki lagi." Azzam mulai menunduk fokus menatap lubang kunci, lalu memasukkan tuspin itu ke sana. Beberapa saat kemudian terdengar kerincing dari dalam. Dengan gerakan cepat Azzam kembali memasukkan kunci dan memutarnya. Klik! Akhirnya pintu terbuka. Azzam mendorong daun pintu itu cepat, disusul Rahma dan Alya yang masuk bersamaan. Mata Alya langsung menyapu ruangan, lalu terhenti pada sosok Kaivan yang terduduk di lantai. Tubuh pria itu terlihat gemetar, dengan napas tidak beraturan. Tongkatnya tergeletak beberapa senti dari tangan. Di sampingnya, Aira be

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Pertanyaan Aira

    "Aku kangen, Om. Sebentar aja," ucap Aira pelan. "Untuk terakhir kalinya." Kaivan menggeleng lagi. "Pergi Ai." Kaivan mencoba bangkit dari sofa, tetapi tubuhnya masih terlalu lemah. Ia bersandar kembali, wajahnya mengeras. Bergeser menjauh lagi pun ia tidak mampu. Posisinya sudah di ujung. "Gak ... seharusnya ka .... mu nggak di sini," ucapnya lambat, nadanya tajam meski terengah. "Kenapa kamu—" "Aku cuma pengin pastiin Om baik-baik aja." Aira mendekat lagi. “Biar seperti ini aja, Om. Aku janji nggak lama. Aku cuma .... aku sedih lihat Om seperti ini. Maaf, aku ...." Aira menggapai pipi Kaivan dengan tangannya. Ia tak bisa melanjutkan. Matanya mulai berembun, sedikit membasahi kemeja Kaivan Kaivan memejamkan mata, sekuat tenaga ia mendorong tubuh Aira untuk menjauh darinya. Namun, Aira melawan. Ketika tubuh mereka berjarak, Kaivan mengumpulkan tenaga untuk berdiri. Tubuhnya kini benar-benar rapuh, tak sekokoh dulu. Saat berhasil berdiri dan menjauh dari sofa, lututnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status