Aldi kembali ke ruangan, ia kemudian mengambil ponsel dan memberitahu Rania melalui chat, bahwasannya baju untuk dirinya makan malam nanti sudah di siapkan di rumah. Linda yang mengetuk pintu dan masuk itu nampak heran melihat gelagat Aldi yang senyum-senyum sendiri seperti sedang kasmaran. Dia curiga, apa jangan-jangan memang benar kata rekan-rekan kantor, bahwasannya Aldi mengadakan acara ini untuk mengenalkan kekasihnya? "Pak Aldi, ada berkas yang harus di tandatangani.""Oh iya, taruh situ aja.""Baik, Pak." Linda kembali ke luar, dia melihat Rania yang sedang memainkan ponselnya sembari tersenyum-senyum sendiri. Entah kenapa Linda merasa ada yang janggal, tapi ah, wanita itu menggeleng. Mana mungkin Rania yang Aldi maksud kekasih. Ia yakin bahwa Aldi masih lajang, dan ia akan bersikeras untuk mendapatkannya. ***Makan malam telah tiba, semua staf sudah sampai di restoran yang dimaksud. Mereka menunggu kedatangan Aldi sembari berbincang-bincang. "Si Rania mana sih, jangan samp
Aldi yang napasnya sudah tak karuan, ia menatap dengan lekat pada sang istri, rasa itu semakin membuncah, lagi-lagi ia terpaku dengan wajah cantik sang istri. Melihat kedipan mata Rania, membuat pria itu tak bisa menahan diri. Ia menarik pinggang Rania kemudian mengecup bibirnya dengan detak jantung yang sudah tak karuan. Rania yang terkejut mencoba bertahan, membiarkan suaminya itu melakukan apa yang sudah menjadi haknya. Wanita itu sadar, entah berapa banyak dosa yang sudah ia lakukan karena sering menganggukkan sang suami selama ini. Aldi yang menyadari Rania hanya diam, pria itu menarik diri dan menatapnya. Rania mencoba tersenyum di sana sembari menatap mata sang suami. Membuat Aldi kembali bingung, sebenarnya apa yang sudah wanitanya itu lewati sampai bersikap seperti ini padanya. Karena penasaran, pria itu kembali mendaratkan kecupan di pipi kiri, pipi kanan dan kening, tapi sungguh nyata Rania sama sekali tidak memberikan reaksi penolakan padanya. Satu-satunya cara adalah
Mata itu, yang dulu sedang berkaca-kaca saat Rania memberikan payung padanya. Baru ia sadari, berapa terpukulnya ia dulu, karena telah ditinggalkan oleh orang yang mencintai dirinya selamanya. Dan sekarang ia malah diperlakukan biasa saja oleh Rania. Tidak pernah wanita itu menunjukan kasih sayang layaknya seorang isteri. Padahal Aldi pasti sangat merindukan sosok seorang ibu dari istrinya itu. Hati wanita itu lagi-lagi tersentuh, setelah Aldi yang menyelamatkannya, kini ia tahu seberapa lama suaminya itu memendam rasa pada dirinya. ***"Sarapan dulu, Mas." Rania tersenyum, ia membawa sang suami untuk duduk, kemudian memberikannya roti dua keping dan juga susu hangat. "Habisin, ya."Aldi yang melihat perilaku Rania sedari tadi, ia memincingkan mata. Curiga ada sesuatu yang merasuki dirinya. "Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Aldi.Rania yang tengah menyantap satu keping roti itu pun mengangguk. "Kok... kayak ada yang beda."Wanita itu memperhatikan tubuhnya sendiri, baju dan akses
"Apa kata Anisa tadi, kayaknya dia bener juga. Suatu saat nanti kamu pasti jatuh hati padaku."Rania yang sedang berusaha memejamkan mata mendadak melotot. Ia berbalik melirik suaminya yang masih terjaga menatap ke langit-langit kamar. "Kamu nguping kita berdua tadi?""Iya.""Gak sopan!" ujar wanita itu, ia kembali membelakangi Aldi, dan terpejam."Kapan ya kita layaknya suami istri pada umumnya, tidur satu selimut, saling peluk di kala dingin, makan saling suap-suapan, romantis banget. Kerja ada yang nyemangatin. Apalagi kalau bisa lebih dari itu hehe."Perkataan terakhir Aldi membuat Rania merinding. Meskipun bukan hal yang biasa sesuatu itu ia lakukan. Tapi mengingat dia adalah orang yang berbeda, rasa sedikit takut dan gerogi jelas ada. Rania pura-pura mendengkur halus agar dikira sudah pulas. Aldi yang mendengar itu kemudian menengok memastikan, ia melihat sang istri sudah tertidur. Pria itu kembali menatap kosong ke depan, kemudian bergumam, "Andai kamu tau bahwa aku sudah l
Telunjuk yang tadi terangkat, kini diturunkan kembali. Wanita itu memalingkan wajah jengkel, bisa-bisanya dia maling di saat dirinya sedang emosi yang sampai meletup-letup bagaikan gunung merapi. Menjengkelkan!"Nih, tetesin dulu mata kamu."Rania hanya diam."Udah... Jangan marah terus."Dia melirik sedikit, kemudian dengan secepat kilat mengambil obat tetes mata itu dan bergegas pergi ke luar dengan sedikit berlari. Membuat Aldi yang melihat itu terkekeh geli. Cerocosan istrinya, membuat semangat bekerja kembali. Andai sudah waktunya, ia ingin mengumumkan siapa Rania sebarnya, agar ia bisa bekerja sambil ditemani dengan manja oleh sang istri, bisa bekerja sambil memandang wajah sang istri. Sungguh... Romantis sekali.Jam pulang kerja sudah tiba, semua orang di kantor bersiap untuk pergi. Kecuali Rania yang masih bekerja karena tanggung sedikit lagi kerjaannya selesai. Anisa yang melihat wanita itu masih fokus pada layar laptop, ia mengajak sang teman untuk pulang. Namun Rania me
Seminggu berlalu, dan sekarang kembali untuk bekerja. Rania di diamkan semua staf kantor karena mendadak sekali hilang tanpa ada kabar. Kerjaan menumpuk, menunggu wanita itu untuk menyelesaikannya. Membuat Rania menggaruk kepala siap-siap untuk bekerja banting tulang mulai hari ini. Kalau tidak, mata-mata temannya itu tidak akan lepas dari melototi dirinya. "Lagian kamu ke mana aja sih, aku telfon aku chat, tapi gak ada kabar sama sekali," kita Anisa, ia berbisik sambil memperhatikan sekitar, takut jika mereka-mereka pada tau. "Aduh... aku gak bisa cerita. Pokonya ada problem.""Si bos juga, masa kamu ngilang dia juga ikutan. Kan kita semua jadi harus lembur gara-gara gak ada kalian berdua."Rania diam saja, jika diladeni ia takut malah keceplosan dan semuanya akan terbongkar. Mending fokus bekerja supayanya kerjaan selama seminggu itu cepat selesai. Walaupun tidak mungkin selesai hanya dalam waktu satu hari. Beberapa jam kemudian, wanita itu sudah menguap, sesekali merenggangkan