"Dia Hamil."Semua orang terperangah dengan ucapan Damian. Bahkan Maria sampai menggunakan tangannya untuk menutup mulutnya. Suasana mendadak tegang, membuat Nayra berpikir bahwa mungkin saja sebentar lagi ia akan diusir."Orang gila!" cibir Nayra dalam hati."Hamil?" tegur Raymond."Yang Grandpa inginkan," sahut Damian.Raymond tersenyum tak percaya dan lebih tak bisa dipercaya lagi ketika pria tua itu tiba-tiba tertawa dan langsung mengusir suasana tegang yang sempat ada."Maria, kamu dengar itu?"Maria menyahut sembari tersenyum kecil, "iya, Tuan Besar. Akhirnya kita akan punya Tuan Muda kecil."Nayra tertegun, reaksi macam apa ini. Yang ada dalam bayangan Nayra tidak seperti ini. Mana bagian tersulit dalam drama hamil di luar nikah yang kerap ia saksikan? Tidak ada, semua orang justru terlihat bahagia."Kerja bagus, kamu langsung mengabulkan keinginan Grandpa. Akhirnya keluarga ini tetap memiliki penerus," ujar Raymond yang kemudian memandang hangat Nayra."Siapa nama kamu, Nak?"
Dua minggu kemudian.Pernikahan Damian dan Nayra digelar hari itu, berikut juga dengan resepsi besar-besaran. Nayra tak menyangka, tanpa negosiasi ia akan akan melangsung resepsi yang diimpikan sebagian kecil perempuan.Bahkan secara khusus Damian menyediakan jet pribadi untuk menjemput keluarga Wiratama berserta keluarga Evelyn karena Evelyn dan Julian sudah resmi menikah. Pernikahan keduanya benar-benar tertutup dan diadakan tanpa resepsi.Tak cukup dengan jet pribadi, Damian juga menyediakan kendaraan dan juga hotel untuk tamu-tamunya yang pada akhirnya membuat Evelyn dan ibunya bertanya-tanya, seberapa kaya keluarga Damian di sana.Menjelang sore hari keluarga Wiratama diantarkan ke lokasi acara resepsi berlangsung. Tapi kebingungan terjadi karena alih-alih ke gedung, mereka justru diantar ke pelabuhan."Mas, ini bukannya pelabuhan?" tegur Evelyn, menggandeng lengan Julian. Menunjukkan keromantisan pengantin baru."Pa, nggak salah tempat, kan?" Julian menegur ayahnya."Kita dianta
Hari berganti, bulan madu singkat mereka berakhir tanpa ada momen romantis. Nayra berpikir ia akan kembali ke mansion, tapi Damian sungguh di luar dugaan. Mereka justru langsung pergi ke bandara dan sekali lagi tanpa berpamitan."Saya belum berpamitan dengan Grandpa." Nayra terpaksa berbicara karena merasa tak enak hati jika harus pergi begitu saja."Kita akan bertemu lagi di Jakarta."Nayra menatap bingung. "Grandpa?""Saya terlalu sibuk untuk menjadi pengantin baru. Pernikahan ini hanya formalitas."Nayra memberikan tatapan sinis, ia bahkan tidak meminta untuk dinikahi. Hari itu mereka kembali ke Jakarta. Tapi Nayra justru merasa semakin hampa setelah pernikahan. Tak ada orang yang bisa menjadi sandarannya saat ini, bahkan ibunya sendiri tak mau menerimanya. Hidupnya benar-benar terpuruk karena skandal perselingkuhan ini.Perjalanan dari bandara membutuhkan waktu yang cukup panjang karena jalanan yang sangat padat. Menepi dari keramaian, mobil yang mereka tumpangi memasuki kawasan p
Nayra kembali ke rumah orang tuanya. Tapi pada saat itu Nadine tidak berada di rumah. Nayra pun enggan untuk masuk dan memilih duduk di kursi taman bersama Bu Muti si ART di rumah itu. "Non Nayra gimana kabarnya?" "Baik, Bu. Mama gimana, Bu?" "Sibuk banget nyonya, Non. Jarang pulang. Pulang sebentar terus pergi lagi. Maaf ya, Non kalau saya lancang. Sebenarnya Non Nayra sama nyonya itu berantem karena apa sih, Non? Kok nyonya sampai ngusir Non Nayra? Apa karena nikahan Non Nayra yang dibatalin itu ya?" Nayra mengangguk. "Yang sabar aja ya, Non. Sebenarnya nyonya itu nggak serius ngusir Non Nayra. Saya sering lihat nyonya masuk ke kamar Non Nayra. Kayaknya nyonya kangen sama Non Nayra." Nayra tak berkomentar, tak ingin mengumbar masalah pribadinya yang sebenarnya sudah menjadi konsumsi publik. "Sebenarnya aku datang ke sini itu mau ketemu sama Bu Muti?" "Saya, Non?" Nayra mengangguk. "Ada yang mau aku tanyain, Bu." "Soal apa, Non?" "Waktu itu... apa ada orang yang
Pagi yang hangat menyambut Nayra ketika ia membuka mata, terbangun di dalam dekapan hangat yang terasa nyaman. Untuk kali pertama Nayra merasa aman ketika terbangun di samping Damian. Pelukan dari belakang, jemari yang mengusap perutnya dengan lembut. Nayra tak pernah berpikir ia bisa merasa seaman ini dalam dekapan pria itu. "Sudah bangun?" tegur Damian, suaranya terdengar ramah di telinga Nayra. "Ada yang sakit?" Damian kembali menegur setelah tak ada jawaban. "Ada yang beda," gumam Nayra dalam hati, ia menyoroti sikap Damian yang terasa lebih hangat dari biasanya. "Kamu harus segera mandi." Nayra menoleh dan sedikit terkejut saat Damian tiba-tiba mencium pipinya. "Kenapa dia tiba-tiba jadi kayak orang bener?" ujar batin Nayra. "Ada masalah?" "Kamu masalahnya," ujar Nayra, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya hari itu. "Saya?" "Kenapa tiba-tiba jadi perhatian?" "Bukan, saya menanyakan anak saya." Nayra membuang muka dan hendak bangkit, tapi Damian mena
Nadine keluar dari kamarnya, tampak sudah siap untuk pergi. Kala itu Bu Muti menghampiri Nadine."Bu, saya tinggal dulu. Nanti mungkin saya pulangnya agak malam.""Iya, Nyonya. Tapi itu ada tamu nyariin Nyonya.""Siapa, Bu?"Bu Muti menggeleng. "Saya nggak pernah lihat, Nyonya. Udah tua, pakai kursi roda. Katanya kenal sama Nyonya.""Ya udah, saya lihat dulu tamunya."Nadine bergegas ke depan. Ia menemukan seorang pria tua di kursi roda yang memunggunginya."Siapa ya, Pak?" tegur Nadine ketika sampai di hadapan pria itu.Pria itu mengangkat pandangannya, tersenyum ramah dan membuat Nadine terkejut."Bagaimana kabar kamu, Nadine?""Pak Raymond?"•••••Nayra menahan lengan Damian yang hendak memasuki aula pesta. Ia sedikit canggung, lebih tepatnya malu karena ketahuan tengah membual."Yang tadi itu... itu cuma omong kosong.""Tentang apa?""Semuanya."
Nayra berdiri di dekat pintu masuk. Tak ada pembicaraan khusus ketika ia bertemu dengan Nadine. Tapi Nayra merasa aneh dengan sikap ibunya."Kenapa mama tiba-tiba ngundang Damian ke rumah? Bukannya waktu itu mama ngelarang aku pulang? Nggak mungkin mama berubah pikiran gitu aja."Nayra mengeluarkan ponselnya, mencari artikel mengenai perusahaan keluarganya. Berita perselingkuhannya masih menjadi berita utama terkait pencarian itu. Nayra menemukan berita terbaru yang membahas saham Salim Group yang semakin anjlok, bahkan ada yang menyebutkan bahwa perusahaan keluarganya tengah bersiap untuk gulung tikar. Nayra refleks menggaruk keningnya. Akibat kesalahannya, banyak orang yang menanggung akibatnya."Pasti ada sesuatu, nggak mungkin mama biarin Damian masuk ke rumah gitu aja."Nayra tertegun ketika ia menemukan sepasang sepatu berada tepat di hadapannya. Nayra langsung mengangkat pandangannya dan lebih terkejut lagi ketika ia menemukan Julian sudah
Nayra dan Damian tiba di rumah saat tengah malam. Zizan pun langsung pulang setelah mengantarkan keduanya. Nayra duduk di tepi ranjang, menunggu Damian masuk karena ada hal yang ingin ia bicarakan. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, Damian melangkah masuk."Kenapa belum mandi?" tegur Damian."Mama mengundang kita makan malam di rumah."Damian sejenak terdiam. Tak begitu terkejut karena sebelumnya ia dihubungi Grandpa terkait pertemuan pria tua itu dengan ibu Nayra."Kapan tepatnya?" tanya Damian."Besok."Damian berjalan menuju meja rias. Pria itu melepas jam tangannya dan Nayra memperhatikan setiap gerak-gerik pria itu seperti masih ada hal yang perlu dibicarakan."Jika tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, silakan mandi," ujar Damian.Nayra langsung berdiri dan terlihat ragu-ragu. "Damian."Damian berbalik, bersandar pada meja rias."Sekarang kamu jawab dengan jujur. Sebenarnya apa tujuan kamu datang ke sini? Kehidupan kamu di Australia lebih baik dari keadaan keluarga Wiratama.
Nayra memasuki ruang kerja Damian saat pria itu tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."Saya mengerti." Kalimat terakhir yang bisa didengar oleh Nayra sebelum Damian mengakhiri pembicaraan.Nayra mendekat, menarik atensi Damian."Perlu bicara sesuatu?" tegur Damian.Nayra mengangguk, tampak ragu."Kamu bisa bicara sekarang.""Kamu udah tahu soal Haedar Ibrahim." Nayra memberikan jeda yang cukup panjang guna menekan perasaan gugupnya."Tapi kamu justru nggak pernah mengatakan apapun tentang orang itu," lanjut Nayra."Saya mendengar itu dari mama."Nayra mengangguk. "Tadi... saya menemui Haedar."Damian tak kaget, ia bisa menduga setelah mendapatkan kabar dari sang ibu mertua bahwa Nayra sudah tahu masa lalu si Agen 1."Lalu?""Semua kenangan saya, semua ingatan saya tentang orang itu nggak tersisa sedikitpun. Tapi ucapan saya tadi seperti agak kasar. Kalau kamu kasih izin, saya ingin menemui Haedar sekali lagi."Damian mendekat, berdiri tepat di hadapan Nayra. "Se
Nadine kembali ke ruangannya setelah melakukan aktivitas di luar kantor. Tapi saat ia kembali, sudah ada Nayra yang menunggunya."Nayra, kamu di sini?"Nayra bergeming, wajahnya terlihat tak ramah."Kamu ada perlu sama mama?""Mama duduk dulu," sahut Nayra, terdengar dingin.Nadine lantas duduk berhadapan dengan putrinya. Hanya melihat wajah Nayra, Nadine merasa bahwa ada masalah yang cukup serius."Kamu mau bicara apa?""Haedar Ibrahim, jelasin semuanya ke aku, Ma."Nadine langsung memalingkan wajah, terlihat tak nyaman untuk melanjutkan pembicaraan."Aku udah ketemu dengan orang itu, dia mengaku sebagai anak dari orang yang udah bunuh papa. Tapi aku nggak punya ingatan apapun tentang orang itu. Karena sekarang aku udah tahu, nggak ada yang perlu mama tutupi dari aku. Aku minta ke Mama, tolong jujur. Aku berhak tahu."Nadine mengambil napas dalam dan menghembuskannya dengan pelan. "Nayra... sekarang kamu sudah berkeluarga, mama rasa akan lebih baik kamu nggak tahu lebih banyak lagi.
Zizan menyambut Nayra dengan senyuman lebarnya yang secerah langit pagi itu."Halo, Bu Bos. Sehat? Udah tiga hari saya dianggurin.""Memang kerjaan kamu cuma ngintilin saya?" Nayra sedikit mencibir."Ya, kan memang saya dibayar buat ngintilin Bu Bos. Kalau Bu Bos nggak kemana-mana, saya jadi pengangguran."Nayra tersenyum tipis. "Ketahuan banget kalau jomblo."Zizan memberikan tatapan sinis dan berucap, "jomblo gini-gini juga banyak yang ngantri.""Terserah kamu aja."Zizan tersenyum simpul dan langsung membukakan pintu untuk Nayra."Langsung ngantor, kan, Bu Bos?""Iya.""Siappp!"Zizan bergegas membawa ke tempat tujuan. Terlihat suasana hati Nayra yang sangat baik hingga Zizan kerap ikut tersenyum kecil."Kayaknya Bu Bos lagi seneng banget, udah baikan sama Big Bos ya?"Nayra menatap penuh selidik. "Memangnya kapan saya sama suami saya berantem?""Big Bos kalau lagi marah itu jelas banget. Nggak usah banyak omong, dari matanya aja udah kelihatan kayak mau makan orang."Nayra mengang
Tiga hari berlalu, baik Nayra maupun Damian belum ada yang meninggalkan rumah. Dan selama tiga hari pula, tak ada pembicaraan di antara mereka. Damian hanya akan berbicara untuk menyuruh atau melarang Nayra, sedangkan Nayra tetap bertahan dengan hubungan dingin mereka tanpa ada niatan untuk menjelaskan situasi yang terjadi.Nayra berpikir Damian akan menegurnya dengan keras, tapi laki-laki itu justru diam dan bersikap dingin. Malam itu sebuah panggilan datang dari Nadine ketika Nayra tengah berada di kamar."Halo, Ma.""Nayra, kamu sama suami kamu nggak ke kantor lagi?"Nayra terdiam sejenak, ia bahkan tak bisa memberitahu ibunya tentang situasinya saat ini."Nggak, Ma. Aku ada di rumah.""Kalian... bertengkar?" Nadine terdengar berhati-hati."Aku juga nggak tahu," gumam Nayra sembari sekilas menggaruk keningnya."Maksud kamu apa, Nayra? Bicara yang jelas."Nayra bingung harus menyebut situasinya bagaimana, pada nyatanya tidak ada pertengkaran di antara mereka."Udah tiga hari aku die
Pagi itu Nadine mengunjungi Sukma di penjara untuk kali pertama semenjak Sukma menjadi penghuni rutan."Mbak Nadine."Nadine bergeming, tetap duduk di tempat ia menunggu. Sempat merasa prihatin dan percaya jika Sukma tidak bersalah, kini pandangan Nadine berbeda setelah bertemu dengan Ibrahim."Saya datang ke sini hanya untuk menanyakan sesuatu pada kamu." Nadine membuka pembicaraan tanpa basa-basi."Mbak Nadine mau tanya soal apa?""Kemarin saya bertemu dengan Ibrahim."Sukma tampak kaget. "Ibrahim? Supir Mbak Nadine yang waktu itu?""Dia sudah bebas dan kamu tahu apa yang saya dengar dari orang itu?"Sukma terlihat was-was. "Dia bilang sesuatu ke Mbak Nadine?""Apa kamu terlibat dengan kecelakaan yang menimpa Mas Adi?"Sukma tertegun sesaat. "M-maksud Mbak Nadine apa?""Ibrahim mengatakan jika kamu yang menyuruh dia untuk mencelakai Mas Adi. Tolong kamu jangan berbohong.""Itu nggak masuk akal, Mbak. Mana mungkin aku mau mencelakai Mas Adi.""Itu cukup masuk akal. Bahkan suami kamu
"Damian?"Nayra mematung saat menemukan Damian sudah berdiri di hadapannya. Tentu saja ia bingung, bagaimana Damian bisa tahu jika dia ada di sana. Dalam kebingungan Nayra, Damian mendekat. Menarik tangan Nayra sedikit kasar hingga dompet milik Haedar terjatuh dari tangannya. Tak ada suara, hanya tatapan tajam yang sangat dingin menghakimi Nayra.Terlalu terkejut sekaligus takut, Nayra hanya berdiam diri ketika Damian menarik tangannya. Ia bahkan tak bisa mengkhawatirkan Haedar ketika ia menemukan sisi bengis Damian yang tiba-tiba kembali.Hening, tak ada yang berbicara di sepanjang perjalanan. Sikap dingin Damian dan diamnya kini menjadi hal yang lebih menakutkan dibandingkan dengan ucapan kasar pria itu. Bahkan sesampainya di rumah, tak ada satu kalimat pun yang keluar dari mulut Damian.Genggam pada pergelangan tangan Nayra sedikit menyakitkan, seolah datang sebagai peringatan. Dan ketika Damian membawa Nayra ke kamar, kala itu dari lantai bawah Julian memperhatikan keduanya."Mere
"Mau apa kamu datang kemari?!" Nadine langsung menghardik, ia baru ingat jika bulan ini hukuman Ibrahim berakhir."Saya datang ke sini karena ada hal yang harus kita bicarakan, Bu Nadine," ujar Ibrahim tanpa rasa malu."Tidak ada hal yang perlu saya bicarakan dengan kamu! Setelah apa yang kamu lakukan pada suami dan anak saya, kamu masih berani datang ke sini!"Ibrahim tersenyum tipis. "Saya minta maaf atas semua yang saya lakukan, Bu Nadine. Tapi Bu Nadine juga harus tahu cerita sebenarnya di balik kejadian itu.""Jika kamu ingin mengaku, seharusnya kamu lakukan dulu di pengadilan. Kamu hanya ingin mencari pembelaan yang terlambat, Ibrahim. Keluarga saya baik ke kamu, bahkan saya juga merestui hubungan Nayra dengan anak kamu. Tapi tega-teganya kamu melakukan hal sekeji itu. Apa alasan kamu? Bukan hanya menghancurkan keluarga saya, kamu juga sampai hati menghancurkan hidup anak kamu sendiri.""Saya mengakuinya, Bu Nadine. Itu adalah tindakan bodoh yang pernah saya lakukan. Tapi saya m
Damian turun ke bawah untuk mengambil sesuatu di mobilnya. Namun, kala itu ia tidak sengaja melihat Zizan."Nayra ada di sini?" gumam Damian yang lantas menghampiri Zizan yang kala itu tengah mengobrol dengan resepsionis."Wih, Big Bos." Zizan langsung menegur begitu melihat kedatangan Damian."Pagi menjelang siang, Big Bos.""Di mana istri saya?"Zizan menatap heran. "Loh? Kok tanya ke saya?""Maksud kamu?""Saya ke sini disuruh sama Bu Bos. Tadi Bu Bos telepon nggak usah dijemput, katanya ketemu di kantornya Big Bos aja. Saya kirain Bu Bos udah di sini."Mendengar penuturan Zizan, Damian pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Nayra. Tapi setelah beberapa saat, panggilan Damian tak mendapatkan respon."Kamu ambilkan berkas di mobil saya," ujar Damian pada Zizan."Siap, Big Bos." Pemuda itu langsung melenggang pergi.Damian kemudian menghubungi rumah dan pekerja harian yang ada di sana menjawab panggilan Damian."Bu, ini saya. Istri saya ada di rumah?""Nyonya udah pergi, Tuan. Ta
Pagi itu Nayra hendak pergi menyusul Nayra ke kantor karena hari itu ia ingin membuat kejutan untuk Damian. Baru saja keluar dari pekarangan rumah, Nayra menghentikan mobilnya saat melihat si Agen 1 berdiri bersandar pada pagar rumahnya. Melihat hal itu, si Agen 1 pun mendekat dan langsung masuk ke mobil Nayra, duduk tepat di samping Nayra."Mau apa kamu?" tegur Nayra."Jalan," gumam si Agen 1, terkesan menghindari kontak mata dengan Nayra."Semalam Haedar Ibrahim datang ke rumah saya," celetuk Nayra.Refleks si Agen 1, orang yang dibicarakan Nayra langsung memandangnya."Lo—""Saya tahu dari Julian, adik suami saya."Haedar tampak lega, ia pikir jika Nayra sudah tahu bahwa orang yang sedang dibicarakan berada tepat di sampingnya."Melihat dia berani datang ke rumah saya, itu berarti dia tahu jika saya sedang mencari tahu tentang dia. Itu berarti dia memang terlibat. Saya mau kamu—""Gue kerja buat suami lo, bukan buat lo." Haedar menyela. "Kalau lo butuh apa-apa, bilang ke suami lo."