Home / Romansa / Malam yang panas / Bab 53 - Jebankan yang Disusun

Share

Bab 53 - Jebankan yang Disusun

Author: Purple
last update Last Updated: 2025-06-02 22:37:00

Pagi datang dengan pelan, menyisakan bayang cahaya keemasan yang merambat masuk dari tirai kamar Reza. Tapi tak seperti biasanya, pagi ini terasa hening. Bukan hening yang menenangkan, tapi seperti sebuah jeda sebelum badai.

Nadia membuka mata perlahan, masih dalam balutan selimut tipis. Ia memandang sekeliling kamar Reza yang terasa lebih hangat daripada biasanya, mungkin karena malam sebelumnya terlalu penuh dengan emosi yang meledak pelan-pelan. Reza masih tertidur di sampingnya, dengan napas yang tenang, seolah-olah segala kekacauan dunia luar belum menyentuhnya.

Namun Nadia tahu… waktu mereka tidak banyak.

Ia pelan-pelan bangkit, mengenakan kemeja Reza yang tergantung di kursi, dan berjalan ke dapur untuk membuat kopi. Saat aroma robusta mulai menguar, suara langkah kaki Reza terdengar mendekat.

“Mimpi buruk?” tanya Nadia tanpa menoleh.

Reza mendekat dan berdiri di belakangnya, menyentuh punggung Nadia dengan hangat. “Kalau kamu di sini, rasanya tidak.”

Nadia tersenyum kecil. “Ta
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam yang panas   Bab 54 - Bayang - Bayang Diantara Kita

    Senja merayap pelan ke cakrawala saat Reza berdiri di balkon apartemennya, memandangi hamparan langit Jakarta yang mulai berubah jingga. Angin sore membawa bau asap kendaraan dan harapan baru. Tapi di dadanya, ada kecemasan yang belum sepenuhnya reda.Ia sudah memenangkan satu babak. Nama baiknya diselamatkan, publik kembali percaya padanya. Namun ia tahu betul, Armand tidak akan diam. Musuh seperti Armand tidak mundur hanya karena satu kekalahan. Ia menyerang lebih dalam. Lebih kejam.Pintu balkon terbuka pelan. Nadia muncul dengan dua cangkir teh, matanya lelah tapi hangat."Masih belum bisa tenang?" tanyanya sambil menyodorkan satu cangkir.Reza mengambilnya, menatap wajah wanita yang kini jadi pusat kekuatannya. "Armand belum bergerak. Itu yang bikin aku khawatir."Nadia mengangguk pelan. "Kamu yakin dia akan menyerang lagi?""Armand itu pemburu. Dia tidak puas hanya membuat target terluka. Dia ingin melihat kita hancur."Nadia terdiam sejenak. "Kalau begitu, kita harus bersiap."

  • Malam yang panas   Bab 53 - Jebankan yang Disusun

    Pagi datang dengan pelan, menyisakan bayang cahaya keemasan yang merambat masuk dari tirai kamar Reza. Tapi tak seperti biasanya, pagi ini terasa hening. Bukan hening yang menenangkan, tapi seperti sebuah jeda sebelum badai.Nadia membuka mata perlahan, masih dalam balutan selimut tipis. Ia memandang sekeliling kamar Reza yang terasa lebih hangat daripada biasanya, mungkin karena malam sebelumnya terlalu penuh dengan emosi yang meledak pelan-pelan. Reza masih tertidur di sampingnya, dengan napas yang tenang, seolah-olah segala kekacauan dunia luar belum menyentuhnya.Namun Nadia tahu… waktu mereka tidak banyak.Ia pelan-pelan bangkit, mengenakan kemeja Reza yang tergantung di kursi, dan berjalan ke dapur untuk membuat kopi. Saat aroma robusta mulai menguar, suara langkah kaki Reza terdengar mendekat.“Mimpi buruk?” tanya Nadia tanpa menoleh.Reza mendekat dan berdiri di belakangnya, menyentuh punggung Nadia dengan hangat. “Kalau kamu di sini, rasanya tidak.”Nadia tersenyum kecil. “Ta

  • Malam yang panas   Bab 52 - Bayang-Bayang yang Kembali

    Suara Dimas di telepon tadi siang membuat Nadia gelisah sepanjang sore. Ia tidak tahu apa yang lebih mengganggunya—peringatan Dimas tentang seseorang yang sedang menggali masa lalu Reza, atau kekhawatirannya bahwa Dimas sendiri masih menyimpan sesuatu.Senja menurunkan warna oranye pucat ke dinding apartemennya. Nadia duduk di meja makan, menatap laptop yang terbuka tapi tidak tersentuh. Tangan kirinya menggenggam cangkir kopi yang sejak sejam lalu sudah dingin. Jantungnya berdebar lambat namun berat.Ia akhirnya membuka pesan terakhir dari Reza:> “Kalau kamu butuh bicara, aku ada. Nggak perlu soal kita. Sekadar jadi teman pun aku rela.”Nadia menutup laptop itu perlahan. Ia tahu, tidak mungkin semuanya bisa kembali sesederhana itu. Tapi juga terlalu lelah jika terus-menerus menjauh.Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Nadia mengetuk pintu unit Reza tanpa memberi kabar lebih dulu.Pintu terbuka dengan cepat. Seakan-akan Reza memang sedang menunggunya.“Nadia…” bisik Reza, seolah ta

  • Malam yang panas   Bab 51 - Suara yang Terkubur

    Langit Jakarta tampak kelabu, seolah merasakan amarah yang selama ini tertahan dalam dada Nadia. Di balik kaca jendela ruang kerjanya, ia berdiri dengan tangan bersedekap, memandang ke luar tanpa benar-benar melihat. Pikiran Nadia melayang ke malam itu—malam saat Reza berdiri di ambang pintu rumahnya, tatapan lelaki itu dipenuhi luka yang tak sempat diucapkan.Sejak pertemuan mereka yang terakhir, Nadia belum membalas satu pun pesan Reza. Ia membaca semuanya—panjang, penuh penyesalan, dan meminta waktu. Tapi hatinya yang remuk tak cukup siap untuk mengulurkan tangan lagi. Ia terlalu takut, terlalu waspada pada kebiasaan Reza yang datang dan pergi seenaknya seperti badai musiman.“Nad,” suara Intan membuyarkan lamunannya. “Kamu mau makan siang dulu? Aku baru pesan makanan dari bawah.”Nadia menggeleng pelan. “Kepalaku masih berat. Kamu duluan aja ya.”Intan menatapnya dengan khawatir. “Masalah Reza?”Nadia tersenyum tipis. Ia sudah terlalu lelah untuk menyangkal. “Masalah yang tak pern

  • Malam yang panas   Bab 50 - Luka yang Belum Sembuh

    Pagi datang dengan pelan, menyeret sisa-sisa malam yang panjang. Aroma kopi memenuhi dapur Reinald, namun bukan itu yang membuat Alya terdiam di meja makan. Tatapan matanya tertuju pada secarik kertas yang terlipat rapi di hadapannya.Surat dari Clarissa.Alya membuka surat itu lagi, membacanya untuk ketiga kalinya. Tulisan tangan Clarissa begitu rapi, tapi kata-katanya menyiratkan kehancuran yang tenang."Aku memilih pergi. Bukan karena kalah, tapi karena aku sadar tidak bisa terus bertarung di medan yang bukan untukku. Aku mencintainya, Alya. Tapi kalian saling memiliki dengan cara yang tidak bisa kupecahkan. Jagalah dia... kalau kau masih sanggup."Alya menutup surat itu pelan. Ada rasa lega, tapi juga ganjalan yang sulit dijelaskan. Kepergian Clarissa membuat segalanya menjadi lebih jelas, namun tidak serta-merta menyembuhkan luka yang telah ada.Reinald masuk ke dapur dengan langkah pelan. Kemeja putihnya tergulung hingga siku, rambutnya masih basah setelah mandi. Ia membawa dua

  • Malam yang panas   Bab 49 - Hasrat yang Belum Usai

    Langit Jakarta malam itu muram, mendung menggantung seakan menyimpan rahasia besar yang tak pernah tersampaikan. Di dalam kediaman Reinald, sunyi menyelimuti seperti jeda panjang sebelum badai.Alya berdiri di depan jendela kamarnya, menatap ke arah taman belakang yang mulai diliputi kabut tipis. Bayangan pertemuannya dengan Reinald siang tadi masih membekas kuat. Bukan hanya kata-katanya yang menyakitkan, tapi juga tatapan mata pria itu—tajam, penuh kemarahan, namun ada luka yang bersembunyi di balik sorotnya.“Kenapa kau tidak bisa jujur padaku, Reinald…” gumam Alya lirih, suara hatinya nyaris tak terdengar di tengah bunyi hujan yang mulai turun perlahan.Tiba-tiba, ketukan pelan terdengar dari pintu. Alya menghela napas, menghapus air mata yang tak ia sadari telah membasahi pipinya. Ia membuka pintu, dan di sana berdiri Clarissa."Maaf mengganggu," ucap Clarissa dengan nada tenang namun penuh beban. Ia tampak berbeda malam itu—tidak lagi angkuh dan menantang seperti biasanya. Wajah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status