Share

Bab 7 (Membuat Keributan)

"Makanya, Mbak kalo kerja itu yang bener donk! Mbak tau nggak, saya ini calon istrinya Kak Firman, kamu tau?! Saya bisa laporkan ini ke Kak Firman, biar di pecat aja kamu!"

"Sekali lagi saya mohon maaf kakak, tolong jangan laporkan ke Pak Firman, saya sangat butuh pekerjaan ini." Lagi Fitri memohon.

Tanpa membuang waktu aku segera berjalan menemui mereka yang tengah menjadi tontonan pengunjung lain.

"Vita, tolong kamu panggilkan Pak Firman di ruangannya ya, cepat!" titahku pada Vita karyawan bagian kebersihan untuk memanggil Mas Firman, sebelum aku melangkah menuju Fitri dan Tania.

Aku lihat sekeliling, Tania hanya sendiri dimana Laras.

"Kamu tau nggak, baju ini harganya berapa, gaji kamu sebulan juga nggak akan cukup buat gantiin baju ini." Tania dengan suara lantang menghardik Fitri yang hanya terdiam.

"Tania, Fitri, ada apa ini ribut-ribut? Kalian itu mengganggu ketenangan orang-orang yang lagi makan tau! Kita bicara di dalam, kalian ikut saya," ucapku.

"Lihat aja nih Kak, dia ini memang nggak becus kerjanya, sampe numpahin minuman ke baju aku. Nih lihat baju aku basah semua," tukas Tania.

"Tania, cukup! Ikut Kakak ke dalam. Jangan bikin onar di sini," pungkasku tegas kemudian melangkah.

"Maaf ya kakak-kakak silahkan dilanjutkan makannya, ini hanya insiden kecil, mohon maaf mengganggu kenyamanannya," Melihat para pengunjung yang tengah memperhatikan kami, spontan aku mengucapkan kata itu, dan mereka tersenyum ramah memaklumi kejadian itu.

Beberapa orang terdengar saling berbisik.

"Yaelah, cuma basah sedikit aja memaki-makinya sampai segitunya."

"Sayang banget, cantik tapi nggak punya rasa belas kasihan."

"Eh bukanya Bu Yunita itu istrinya Pak Firman, ya? Owner rumah makan ini? Kenapa tuh cewek ngaku-ngaku calon istrinya Pak Firman."

"Iya, ih! Nggak ngaca apa ya! Cantik-cantik tapi mau jadi pelakor."

Bisikan-bisikan beberapa orang pengunjung masih terdengar di telingaku. Hingga kami masuk ke dalam dan terlihat Mas Firman tengah tergopoh-gopoh hendak menemui kami.

"Ada apa ini? Tania, Fitri? Kenapa kalian ribut-ribut?" tanya Mas Firman setelah kami duduk di depan ruangan Mas Firman.

"Lihat ini Kak, bajuku basah kena jus yang di bawa sama dia nih. Jadi kotor semua begini kan?"

"Ta–Tapi saya beneran nggak sengaja Pak, saya tadi buru-buru karena pelanggan begitu ramai berdatangan," sahut Fitri tertunduk dalam.

"Makanya kalo jalan itu pake mata! –."

"Tania cukup! Kamu nggak perlu bicara kasar seperti itu, Fitri juga sudah meminta maaf," sergahku cepat sebelum ia kembali menghardik Fitri, bagaimanapun Fitri sudah hampir setahun ini bekerja di sini, dan selama ini kinerjanya bagus.

"Saya mohon Pak Firman, jangan pecat saya. Saya sedang butuh sekali pekerjaan ini untuk membiayai hidup saya dan ibu saya yang sedang sakit Pak." Fitri mengiba.

"Halah, ngeles terus!"

"Tania! Tolong kamu diam!" Tegas Mas Firman berucap, hingga Tania pun terlihat kaget, dan langsung diam.

"Tania!" Tiba-tiba Laras datang tergopoh-gopoh serta Iwan datang dibelakangnya.

"Maaf, Pak Firman, tadi saya sedang di belakang." Iwan pun meminta maaf karena saat terjadi keributan ia sedang tidak di tempat.

"Sudah Fit, saya tidak akan pecat kamu, lain kali hati-hati ya kerjanya, saya melihat hasil kerja kamu selama ini bagus, tak mungkin saya tiba-tiba langsung pecat kamu karena hal sepele seperti ini. Sekarang kamu kembali ke pekerjaan kamu." Mas Firman berucap tenang dan bijaksana.

"Baik pak, terimakasih banyak ya Pak! Semoga Bapak sehat selalu, dan rumah tangga Bapak dan Ibu Yunita bahagia selalu," ucap Fitri dengan mata berkaca-kaca.

"Iya, terimakasih ya." Aku mengangguk mengamini doanya, dan menepuk punggungnya sebelum ia berlalu.

Tania berdecak kesal, terlihat ia cemberut sambil menghentakkan kakinya.

"Iwan, tolong kamu perhatikan lagi ya, saya nggak mau kejadian seperti ini terulang lagi, hal seperti ini akan membuat pengunjung lain merasa tidak nyaman. Dan kamu Tania! Tolong jaga bicaramu! Laras, sekarang bawa dia pulang, saya tidak mau melihatnya datang lagi kemari!" pungkas Mas Firman.

"Baik, Pak! Saya permisi." Iwan mengangguk kemudian pamit melanjutkan pekerjaannya.

"Ta–tapi Kak, kami bahkan belum sempat makan, masa di suruh pulang sih!" protes Laras

"Nanti kakak kirim makanan ke rumah. Jangan protes! Sekarang juga bawa temanmu ini pulang!" Mas Firman berkata dengan tegas, sambil menatap tajam ke arah mereka berdua.

Aku hanya menggelengkan kepala, Tania seorang model cantik tapi sungguh tak punya attitude yang baik sama orang lain, hanya karena orang itu mungkin pekerjaan lebih rendah darinya.

Tania dan Laras pun melangkah keluar dengan masam, saat melewati para pengunjung, terdengar mereka menyoraki Tania. Mereka berjalan dengan cepat keluar dari rumah makan ini.

Aku hanya menghela napas, setelah kejadian ini, aku harus lebih hati-hati lagi dengan Tania, apalagi tadi aku sempat mendengar ia mengucapkan kata 'calon istrinya Pak Firman' melihat sikapnya tadi, aku bisa menyimpulkan dia bisa saja berbuat nekat untuk mencapai tujuannya.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status