"Calon Istrinya siapa dia bilang?!" tiba-tiba Mas Firman sudah ada di belakangku dan ikut bersuara, aku sedikit terkejut jika Mas Firman ternyata mendengar penuturan Wati.
"Calon istri Pak Firman." Wati melanjutkan bicaranya yang tadi sempat terputus dengan menunjuk ke arah Mas Firman dengan ibu jarinya.
"Bicara apa kamu, Tania itu bukan siapa-siapa saya, jadi jangan membesar-besarkan suatu berita tak bermutu seperti ini. Paham kamu!" ucap Mas Firman tegas.
"Ma–Maafkan saya Pak Firman, saya sendiri pun tak akan setuju, perempuan itu tidak cocok samasekali sama Bapak." Lagi Wati menambahkan.
"Lalu cocoknya sama siapa? Sama kamu?!" tukasku.
"Bukan Bu, Pak Firman dan Ibu Yunita itu sudah pasangan yang sangat cocok, sangat serasi," jawabnya, membuat kedua alisku bertaut.
"Bukanya kamu tadi bilang kamu lebih cocok daripada Tania itu. Hem?!"
Semburat warna keemasan memancar dengan gagah, menyinari alam fana ini, memperlihatkan langit senja sore ini yang begitu indah. Sang Surya yang mulai meredup, menandakan sebentar lagi tergantikan oleh pekatnya malam. *Baru saja kami hendak masuk ke dalam rumah, Indra pendengaranku sedikit terganggu saat mendengar suara alunan musik yang cukup keras, saat pintu masih tertutup tidak terlalu terdengar, tapi saat kami membuka pintu, suara musik itu begitu keras terdengar, lebih mirip seperti orang yang sedang hajatan, jika di orang hajatan itu adalah musik dangdut, yang ini genre musik pop luar negeri, membuat bising telinga, kepalaku pun berdenyut.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Laras dan Tania. Mentang-mentang kami sedang tidak ada di rumah, mereka seenaknya memutar musik dengan begitu kerasnya. "Astaghfirullah, berisik sekali. Laras benar-benar," gumam Mas Firman seraya melangkah masuk ke dalam menuju kamar Laras. Aku menutup pintu dan menyusul Mas Firman.Klik.Mas Firman memati
Bahkan Tania dengan beraninya berkata seperti itu pada suamiku, dengan nada suaranya yang di buat manja. Dasar tak tau diri. Mas Firman masih fokus dengan ponselnya tak sedikitpun ia melirik wanita itu.Aku berdecak kesal, geram sungguh aku kesal melihat sikap wanita ganjen itu. Satu demi satu aku menuruni anak tangga sambil kedua netraku fokus memperhatikan polah Tania yang tengah berusaha mencari perhatian suamiku."Hmm, Kak kenapa kamu begitu dingin padaku. Bukankah aku jauh lebih cantik dari Kak Yunita." Tania masih berusaha mendekati Mas Firman."Aku bahkan bisa memberimu lebih dari apa yang Kak Yunita berikan padamu, Kak." Bahkan Tania semakin berani, ia bangkit dan mencoba menyentuh pipi suamiku."Stop! Tolong jaga sikap kamu!" bentak Mas Firman. Sambil menjauhkan tubuhnya dari Tania yang kian mengikis jarak. Jika saja aku tak melihat sikapnya dari awal, mungkin aku akan salah paham.Aku percepat langkahku mendekati mereka. Aku yang memang sudah kesal melihat tingkah Tania, Ta
Kami semua tercengang menatap penampilan Tania dari ujung kaki hingga ke ujung rambut kepalanya. Mas Firman seketika menoleh ke arah lain, dan Iwan pun menundukkan kepalanya. Aku pun memijit pelan pelipisku yang terasa berdenyut.Penampilan Tania sungguh tak sopan, memakai baju yang kurang bahan, bagaimana tidak, ia mengenakan baju terbuka tanpa lengan dengan belahan dada yang rendah, dan celana jeans pendek jauh di atas lututnya."Tania apa kamu tidak ada baju yang lebih pantas lagi? Sampai mau keluar harus pake baju kurang bahan, seperti ini?" tanyaku."Tuh kan salah lagi. Huh, ini tuh baju aku beli mahal lho Kak, malah suruh ganti." Tania berdecak kesal, menghentakkan kakinya, bibirnya mengerucut. seperti biasa ia seperti itu."Tania cepat pake pakaian yang sopan, kalau terbuka seperti itu, bisa masuk angin kamu!" Kali ini Mas Firman ikut bersuara. "Kak Firman ... Bukankah kalau aku pakai pakaian seperti ini aku jadi kelihatan makin seksi Kak," ucap Tania. Bahkan dengan suara man
Seperti biasa kami akan bersiap-siap dan berangkat ke rumah makan, setelah menghabiskan roti sandwich yang aku buatkan, kami berencana berangkat ke rumah makan pusat, setelah mengantarkan aku, baru kemudian Mas Firman akan ke rumah makan cabang, sesuai dengan yang sudah kami bicarakan. Lokasi rumah makan cabang ada di luar kota, yaitu di Bogor, yang memakan waktu perjalanan hampir dua jam. Begitu sampai di rumah makan, Mas Firman hanya masuk sebentar, untuk berbicara sebentar dengan Iwan kemudian langsung pamit untuk langsung ke Bogor."Sayang Aku langsung berangkat sekarang ya! Kamu jangan lupa makan siang, nanti sore aku pulang, kalau waktunya masih cukup aku akan jemput kamu dulu, semoga tidak macet."Pamitnya sambil memelukku erat, seakan kita akan terpisah lama, padahal hanya terpisah beberapa jam saja. Ah, suamiku memang lebay, tapi aku suka itu."Kamu hati-hati ya, Sayang. Janji kamu selalu kabarin aku," sahutku sambil mengusap pelan dada bidangnya dan membenarkan kerah kemeja
POV AuthorSelepas Maghrib, setelah semua urusan di tempat rumah makan cabang itu selesai, Firman berniat untuk segera pulang ke Jakarta, ia pun tak ingin berlama-lama di sini, sebentar saja ia tak bersama istrinya, rasa rindu sudah menggelayut dalam hati dan pikirannya. Sebesar itu cinta yang terbangun di hati mereka, dalam hati Firman, ia berharap pernikahan yang telah terbangun kokoh atas nama cinta itu akan terus langgeng hingga menua dan hingga hanya terpisah oleh maut.Firman mulai melajukan kendaraannya membelah jalan penghubung antar kota yang ramai, dan macet. Melihat kemacetan sekitar, membuatnya berpikir untuk mencari jalan alternatif agar bisa segera sampai di rumah.Tak lupa Dia mengabari istrinya tadi sebelum mulai mengemudi, agar Yunita di sana tak mencemaskannya.Setelah ia mencari rute alternatif di google maps ponselnya, Firman mulai mengemudikan mobilnya sesuai arahan maps di ponsel pintarnya, jika di lihat jalur alternatif yang akan ia tempuh relatif lenggang.Tin
Dalam hatinya begitu gundah, kemana ia harus mencari kabar tentang suaminya itu.Sudah ia coba menghubungi Rendi, salah satu karyawan kepercayaan suaminya di rumah makan cabang itu, Rendi bilang Firman sudah jalan selepas Maghrib tadi. Tapi mengapa hingga dini hari Mas Firman belum juga sampai di rumah.Perasaannya semakin tak menentu, firasat tak enak yang telah dirasakan sejak pagi tadi, semakin menguat jika telah terjadi sesuatu pada lelakinya itu.Wanita cantik itu tampak frustasi, berkali-kali ia mengusap wajahnya dengan kasar, mengapa tidak ia terima saja ajakan suaminya untuk ikut bersamanya tadi pagi, pastilah sekarang ia tak gundah seperti sekarang ini.Bahkan sudah puluhan kali ia mencoba menghubungi nomor suaminya, namun tetap hasilnya sama, tak tersambung. Hingga la lemparkan ponsel itu di sofa ruang tengah itu, namun beberapa detik kemudian ia meraihnya kembali. *Mobil yang dilajukan Firman telah sampai di depan di depan ruang IGD, Rumah Sakit Harapan Sehat, dua orang
Firman semakin tak tega, karena kesalahannya, secara tak langsung ia telah menambah beban yang begitu berat pada gadis di depannya itu."Sekali lagi Saya minta maaf, saya janji akan bertanggung jawab penuh atas pengobatan Bapak kamu." Mendengar ucapan Firman di sampingnya, gadis dua puluh satu tahun itu melirik tajam, ke arah laki-laki yang duduk di sampingnya. Mereka saling terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Hingga adzan Subuh berkumandang, bergegas Firman pamit ke Mushalla rumah sakit untuk menunaikan salat subuh, usai melaksanakan kewajibannya, ia baru teringat, jika ia belum mengabari istrinya. 'Astaghfirullah, aku bahkan sampai lupa mengabari Yunita', gumamnya. Ia merogoh saku celananya hanya ada kunci mobil dan dompetnya. Kemudian teringat terakhir ia menggunakan benda pipih itu, adalah ketika di mobil sebelum kecelakaan terjadi. Dengan setengah berlari ia menuju area parkiran dan mencari ponselnya di dasbor mobil, namun tak menemukannya. Ia pun membungkukkan tubuhnya,
Pagi ini Yunita memilih untuk tidak ke rumah makan, dan baru saja ia menghubungi Iwan untuk menghandle semuanya. Yunita lebih memilih di rumah, untuk menyambut suaminya pulang. Ia tahu pasti suaminya kini begitu sangat lelah setelah semua kejadian yang menimpanya. Ceklek.Laras keluar pintu kamar saat Yunita tengah memanggang roti untuk sarapan."Sarapan dulu, Ras," sapa Yunita."Iya, Kak. Aku cuci muka dulu bentar." Gadis itu terlihat masih mengantuk, berjalan ngontai masuk ke kamar mandi."Kak Firman kemana, Kak? Kok sepi dari semalam?" tanyanya saat sudah duduk dan siap sarapan. Yunita hanya menghembuskan napas berat."Kakakmu belum pulang, Ras. Semoga hari ini benar dia akan pulang," ucap Yunita sambil menatap liris ke depan dengan tatapan nanar."Hah?! Kok bisa? Nggak biasanya Kak Firman sampai nggak pulang. Kalian pasti sedang berantem ya?" Pertanyaan Laras itu lebih terdengar seperti ledekan. "Nggak, bukan itu," sahut Yunita singkat. Ia sendiri masih ragu menceritakan pada a