Share

Bab 3. Mereka akan Jatuh

Di ruang tengah kediaman Wijaya.

BRAK!

"Beraninya mereka melakukan hal seperti itu!" 

Setelah mendengar cerita Rara, tampak sosok Satria menggebrak meja karena terlewat marah perihal perilaku Nizam dan ibunya. 

"Memilih wanita lain hanya karena dia sendiri tidak becus menafkahi istri, suami macam apa itu!?" maki Satria dengan tatapan nyalang. “Selain itu, ibunya itu … sebagai seorang wanita, bisa-bisanya dia dengan tega malah mendorong putranya menikahi wanita lain!?”

Rara menautkan jari-jarinya, hanya bisa tertunduk diam mendengarkan kemarahan kakaknya. 

Memikirkan kebusukan Nizam, Satria berakhir melotot ke arah sang adik dan menuding wanita itu. 

“Bukankah aku sudah bilang dari dulu kalau dia itu bajingan?! Pria manja dengan gaya sok elit tanpa kemampuan yang berarti!" 

Dada Satria naik-turun karena emosi.

"Dulu kamu membanggakan sifat lembutnya dan bagaimana dia begitu mapan karena sudah bisa berada di posisi yang cukup tinggi di usia muda, sekarang mana?! Membuang istri demi mendapatkan jabatan dan pekerjaan lebih baik?! Konyol!” 

Rara menggigit bibir, merasa sangat malu karena teguran sang kakak. 

Dulu, sebenarnya kalau bukan karena mendiang ayah Nizam yang memiliki banyak koneksi bagus, mungkin dari awal mantan suami Rara itu tidak bisa mendapatkan posisi manajer di perusahaannya yang sekarang.

Akan tetapi, Rara yang dulu dibutakan oleh cinta. Suatu hal yang bodoh, tapi tak mampu Rara hindari!

"Dia itu bukan pekerja keras, melainkan seorang lintah darat yang terbiasa dimanja! Sama seperti ibunya yang hanya tahu menyedot habis harta mendiang suaminya sampai terkena serangan jantung!"

Dari cara bicara Satria, Rara tahu bahwa sang kakak sudah memantaunya sejak lama. Demikian, kakaknya itu paham bagaimana kehidupan pernikahannya bersama Nizam selama ini! Bagaimana Rara diperlakukan seperti pembantu oleh pasangan ibu dan anak tersebut!

Rara memejamkan matanya erat. ‘Memang aku sungguh bodoh dan memalukan!’ 

Melihat Rara tampak bersalah dan malu, Satria menghela napas kasar. Sebagai satu-satunya sanak saudara yang tersisa, hatinya juga sakit melihat penderitaan sang adik. Kemarahannya itu juga muncul karena rasa tidak terima terhadap apa yang telah Rara rasakan.

Merasa tidak ada gunanya marah-marah kepada Rara, Satria pun mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. Saat panggilan terhubung, pria itu berkata, "Putuskan kerja sama dengan Keluarga Sanjaya.” 

Terkejut, Rara langsung mengangkat kepala. Keluarga Sanjaya adalah keluarga ayah Jeny, calon istri baru Nizam. 

"Apa yang Kakak lakukan?" tanya Rara dengan mata mengerjap.

Manik Satria melirik Rara. "Wanita baru bajingan itu sama rendahannya dengan mantan suamimu. Menginginkan apa yang sudah menjadi milik wanita lain, aku harus memberinya pelajaran!”

Rara masih tampak bingung. Keluarga Jeny bekerja sama dengan Jaya Corp, bukan Wijaya Group, lalu kerja sama apa yang kakaknya itu bicarakan?

Tahu kebingungan sang adik, Satria pun menyunggingkan sebuah senyuman miring. "Ah, kamu belum tahu?” Pria itu menjabarkan, “Jaya Corp adalah anak perusahaan Wijaya Group.”

“Apa?!” Rara sangat kaget mendengar hal ini. 

Rara tahu bahwa perusahaan keluarganya yang dipegang sang kakak memiliki aset besar, tapi menjadi induk perusahaan dengan aset miliaran seperti Jaya Corp? Bukankah itu berarti Wijaya Group bisa mencapai triliunan?!

Satria mendengus melihat reaksi adiknya, merasa wanita itu konyol. “Memiliki keluarga kaya, tapi bersedia jadi pembantu demi mempertahankan rumah tangga. Dasar budak cinta,” maki pria itu dengan ketus. 

Menepiskan ejekan saudaranya, Rara memutar otak. Kalau Satria memutus kerja sama dengan keluarga Sanjaya, pria itu pasti harus membayar penalti ratusan juta atau bahkan miliaran. Hal ini akan berefek merusak reputasi Satria.

Bahkan dengan risiko tersebut, Kakak masih lebih memilih membelaku ….’ Wajah Rara perlahan diselimuti ekspresi terharu. “Terima kasih, Kakak ….”

Empat tahun mereka tidak saling menyapa maupun bicara, tapi ternyata Satria masih begitu menyayanginya. Sebagai adik, Rara sangat bersyukur mengenai hal itu.

Akan tetapi ….

“Tapi, Kakak tidak perlu melakukan hal itu …,” ucap Rara membuat Satria yang tengah tersenyum kehilangan sinarnya. 

“Apa maksudmu?” tanya Satria.

“Apa yang Jeny lakukan adalah keputusannya dan tidak berhubungan dengan Keluarga Sanjaya, tidak adil bagi orang lain yang tidak terlibat kalau kita merusak kerja sama begitu saja.” 

“Gagal mendidik putri yang baik adalah kesalahan orang tuanya,” ucap Satria dengan alis tertaut, terlihat tidak ingin mengubah keputusannya. “Jadi, mereka harus bertanggung jawab.”

“Kalau Kakak bicara seperti itu, bukankah Kakak berkata bahwa orang tua kita juga gagal membesarkanku dengan baik?” Ucapan Rara membuat Satria kaget. “Aku juga sempat memilih memutus hubungan keluarga hanya untuk seorang bajingan ….”

Satria menggertakkan giginya. “Itu berbeda!”

Ayah dan ibu mereka meninggal ketika Rara masih berusia enam tahun, jadi kalau ingin menyalahkan seseorang, maka Satria yang harus disalahkan!

Kepala Rara menggeleng. “Intinya, membalas Nizam dan Jeny adalah urusanku. Kakak tidak perlu repot-repot melakukan apa pun.” Pancaran mata wanita itu tampak diselimuti keyakinan. “Lagi pula, hatiku hanya akan puas jika mereka jatuh dengan tanganku sendiri."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ismah Nurmillah Hayati
huuu, perempuan kalau udah disakiti itu mengerikan ya.
goodnovel comment avatar
Nuraeni Kadir
ceritanya menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status