Home / Rumah Tangga / Mantan Jadi Tetangga / 50. Cukup Untuk Hari Ini

Share

50. Cukup Untuk Hari Ini

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2025-12-13 16:29:21
Gerakan Dastan masih berlanjut dengan ritme yang seolah sengaja dibuat menyiksa.

Meskipun tidak terburu-buru dan tidak kasar, tapi sangat tahu bagaimana membuat Marvella kehilangan seluruh sisa tenaganya.

“Dastan, cukup!” Marvella akhirnya memukul bahu pria itu dengan kesal karena tenaganya sudah nyaris habis.

“Aku masih harus masak dan jemput Kenzo! Kamu juga kerja. Ini kalau diterusin, hidup kita bisa kacau semua!”

Dastan hanya mendengus pelan dengan bibirnya melengkung nakal.

Tangannya tetap di tempatnya, yang satu meremas dada Marvella, yang satu lagi menahan tubuhnya agar tidak membebani tubuh wanita itu.

“Ini yang terakhir,” ujarnya ringan, seolah sedang menawarkan camilan ringan. “Janji.”

“Kamu selalu bilang gitu dari tadi,” Marvella mendesis. “Dan selalu bohong.”

Dastan tertawa kecil, lalu menundukkan keningnya hingga menyentuh kening Marvella. “Yang ini serius, Vel.”

“Serius apanya~~”

Kalimat itu terputus oleh napas Marvella sendiri yang mendadak tersenga
Black Aurora

Ada yg jadian nih 🫶🏻🫶🏻

| 6
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mantan Jadi Tetangga    71. Salah Fokus

    Sekitar pukul sebelas siang, Dastan akhirnya benar-benar berangkat ke kantornya.Tanpa ada drama, tidak ada ciuman perpisahan yang berlebihan, juga tidak ada kalimat klise. Ia hanya memegang kunci mobil dan menatap Marvella, lalu berkata, “Aku pergi. Jangan lupa makan yang benar.” Sesederhana itu. Dan justru karena itu, Marvella berdiri terlalu lama di dekat pintu setelah suara mesin mobil mewah Dastan menghilang di ujung jalan. Kemudian hanya ada keheningan. Kesunyian yang terasa... aneh. Yang ia inginkan adalah ruang. Ia ingin bernapas. Ia ingin jarak. Tapi ketika Dastan benar-benar memberikannya dengan cara yang dewasa dan tidak menuntut, Marvella malah merasa seperti seseorang yang telah salah mengajukan permintaan. 'Kenapa rasanya jadi begini?' batinnya. Ia menghela napas, lalu menepuk pelan kedua pipinya. “Oke. Fokus, Marvella. Ini justru bagus. Ini yang sehat.” Namun lima menit kemudian, ia masih berdiri di ruang tamu seraya menatap sofa kosong, seolah Dastan

  • Mantan Jadi Tetangga    70. Batas yang Tak Lagi Tegas

    Marvella mulai sadar ada yang berubah sejak pagi itu. Bukan perubahan besar yang langsung terasa mencolok, melainkan hal-hal kecil yang terlalu konsisten untuk diabaikan. Cara Dastan duduk sedikit lebih jauh di sofa. Cara ia tidak lagi sembarangan merangkul pinggang Marvella saat lewat di dapur. Cara ia selalu berhenti setengah detik seolah bertanya tanpa suara, sebelum menyentuh apa pun yang berkaitan dengannya. Dan anehnya, justru itu yang membuat Marvella semakin gelisah. Biasanya, Dastan adalah tipe pria yang… hadir secara fisik. Terlalu hadir, malah. Bahu lebar yang sering jadi sandaran tanpa izin, tangan besar yang entah bagaimana selalu menemukan jalannya ke punggung, lengan, pinggang Marvella, dan tatapan manik gelapnya yang terlalu jujur soal apa pun yang ia inginkan. Sekarang? Pria itu malah seperti sedang menarik rem. Dan sejujurnya, Marvella tidak tahu harus merasa lega atau tersinggung. Pagi itu setelah Kenzo berangkat sekolah, Dastan mengatakan bahwa

  • Mantan Jadi Tetangga    69. Masih Butuh Waktu

    Pagi harinya, Marvella terbangun lebih dulu. Kesadarannya pun mulai muncul dengan perlahan, diiringi olehcahaya pagi yang menyusup dari sela sela gorden. Selama beberapa detik ia hanya diam, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mengingat… di mana ia berada, dan kenapa ranjang terasa lebih sempit dari biasanya. Lalu ia menoleh, baru teringat jika Dastan tidur di sampingnya. Rambut gelap dan tebal pria itu sedikit berantakan, satu tangan memeluk pinggang Marvella, dan hal yang paling mencolok adalah plester besar yang menempel di pelipisnya. Wajahnya terlihat damai, sangat kontras dengan kejadian dramatis dini hari tadi. Marvella menelan ludah. Perasaan bersalah kembali menyusup. Ia yang memukul, terus panik, dan pada akhirnya menyerah. Namun di balik rasa bersalah itu, ada secercah kehangatan yang tak akan bisa ia sangkal. Hangat karena untuk beberapa hari belakangan ini, ia tidak terbangun dalam kesendirian lagi. Tapi… ada juga rasa takut, karena batas yang se

  • Mantan Jadi Tetangga    68. Rumah Yang Hangat

    Dastan akhirnya kembali ke rumahnya sendiri. Rumah yang dulu selalu ia banggakan sebagai simbol kemandirian dan kekayaan itu kini terasa… aneh. Terlalu luas. Terlalu sunyi. Terlalu rapi dan dingin. Oreo langsung berlari masuk, lalu berhenti di tengah ruang tamu, memutar badan, dan duduk. Anjing itu menatap sekeliling seolah bertanya, "Kok sepi? Mana rumah rame tadi?" “Ya, Bro,” guman Dastan sambil melepas sepatu. “Ini rumah kita.” Dulu, keheningan seperti ini adalah kemewahan baginya. Tidak ada suara. Tidak ada tuntutan. Tidak ada drama. Hanya ia dan Oreo, dua makhluk yang sama-sama malas bersosialisasi. Tapi malam ini, keheningan ini terasa salah. Dastan akhirnya baru menyadari betapa rumahnya tampak tidak terurus. Debu mulai menempel di meja marmer mahal yang biasanya ia lap sendiri setiap dua hari sekali. Tanaman hias di sudut ruangan tampak layu. Dari jendela kaca besar, ia bisa melihat rumput halaman yang sudah tumbuh lebih tinggi dari seharusnya. Lalu i

  • Mantan Jadi Tetangga    67. Bikin Tim Marvella

    Malam sudah larut ketika Dastan menutup pintu kamar Kenzo dengan gerakan hati-hati, seolah tidak ingin sedikit saja suara membangunkan bocah itu. Lampu tidur masih menyala redup, menyoroti wajah Kenzo yang tertidur pulas dengan satu tangan memeluk boneka dinosaurus kesayangannya. Dastan berdiri beberapa detik di sana dan menatap anak itu lebih lama dari yang ia sadari. Ada perasaan aneh yang menyelimuti dadanya. Perasaan hangat, tenang, sekaligus sedikit nyeri. Perasaan yang tidak pernah ia bayangkan akan pernah ia miliki untuk seorang anak yang bahkan bukan darah dagingnya sendiri. Pria itu pun menghela napas pelan, lalu berbalik menuju dapur. Marvella sedang menuang air panas ke dalam cangkir ketika langkah Dastan terdengar. Ia sudah mulai kembali hafal irama langkah tenang dan santai pria itu sekarang. Ia meletakkan dua cangkir teh di atas meja, lalu menambahkan beberapa potong apel dan pir di piring kecil. Tangannya bergerak otomatis, tapi hatinya tidak sepenuhnya t

  • Mantan Jadi Tetangga    66. Lihat Nanti

    Jam delapan malam lewat lima belas menit, suara bel dan ketukan terdengar dari depan. Marvella yang sedang menuang air minum refleks menoleh ke arah pintu. Belum sempat ia bergerak, pintu itu malah sudah terbuka dan Kenzo berlari paling depan. “Oreo!” teriaknya riang. Seekor Husky besar dengan mata biru cerah langsung melompat dengan ekor yang bergoyang-goyang heboh. Dastan baru saja menutup pintu ketika Kenzo sudah memeluk leher anjing itu tanpa ragu. “Oreo datang! Oreo datang!” Kenzo tertawa lepas, wajahnya menempel di bulu tebal yang dingin. Marvella tersenyum kecil tanpa sadar melihat keceriaan putranya yang seolah bertemu dengan saudara kembarnya yang terpisah bertahun-tahun. Namun kehangatan itu hanya bertahan sekitar tiga detik, karena dari dalam rumah tiba-tiba terdengar suara mendesis tajam. “Hssss.” Snowy, kucing anggora putih dengan bulu panjangnya, berdiri di ambang pintu. Ekornya mengembang sempurna, matanya menyipit penuh penilaian. Tatapannya lurus m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status