Share

Oh...My God

Anita mengutuk berkali-kali. Siapa yang tidak kesal? Acara kencannya batal hanya karena pekerjaan dadakan. Ia merutuki nasib sialnya yang harus bertemu kembali dengan pria itu, terlebih dia sekarang menjadi atasannya sendiri.

Sikap diktator Rama memang tak pernah berubah sejak ia muda bahkan sampai sekarang. Seandainya saja Anita tak terlalu membutuhkan pekerjaan, pasti dirinya tak akan keberatan keluar dari perusahaan Rama sejak awal ia tahu kalau pria itu adalah bosnya. Hanya saja, Anita memang sedang terdesak masalah ekonomi sehingga mengharuskan dirinya rela menjadi kacung disana meski di bawah tekanan.

"Sayang, aku minta maaf sekali ya. Aku janji ini tak akan terulang lagi."

Entah sudah berapa kali pula Anita minta maaf pada kekasihnya itu. Pembatalan acara kencan yang mendadak membuat rasa kecewa pada keduanya. Namun Sandi adalah pria sabar yang masih bisa menyembunyikan kekecewaannya.

Dengan pengertian ia hanya menjawab, "Tenanglah, aku tidak apa-apa. Terkadang semua memang tak sesuai dengan yang direncanakan."

Sandi mengelus pucuk rambut Anita yang legam. Perempuan itu hanya tersenyum kecut. Dalam hati ia berjanji tak akan mengecewakan Sandi lagi.

"Jadi, kita tunggu bosmu itu disini?" tanya Sandi ketika mobilnya sudah terparkir di pinggir trotoar, depan parkiran mall.

"Ya, kita tunggu disini saja," jawab Anita putus asa.

Sandi terkekeh kecil melihat tampang kusut kekasihnya.

"Lihatlah wajahmu, jelek seperti kucing mau lahiran."

"Dih, kamu ya." Anita memanyunkan bibir dan memukul ringan lengan pria di sampingnya. Membuat Sandi tergelak tiada habis.

"Emang iya. Kalau lagi cemberut, wajahmu memang kaya gitu." Sandi semakin menggoda membuat Anita bertambah sebal. Menghujaninya dengan pukulan-pukulan ringan tanda sayang.

Aksi keduanya terhenti saat terdengar klakson mobil dari belakang. Anita mendesah halus setelahnya.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang," ulas Anita perlahan. Ia menoleh ke belakang sesaat kemudian, memastikan kalau itu adalah mobil Rama.

"Iya, pergilah," kata Sandi dengan lembut.

"Maafkan aku." Keduanya berpelukan dan saling membubuhkan kecupan sebelum berpisah.

"Hati-hati," pesan Sandi yang dibalas lambaian tangan oleh Anita yang sudah keluar dari mobilnya. Pria itu mendesah panjang menatap kepergian Anita dari kaca spion.

~~

Blaaaammm!

Pintu mobil ditutup kasar oleh perempuan itu. Ia sama sekali tak ingin menunjukkan senyum atau ramah-tamahnya pada sang atasan yang sedang menunggunya.

Rama hanya melirik saja melihat sikap Anita yang memendam kejengkelan padanya. Bukan ia tidak tahu. Rama sangat mengerti akan hal itu, tapi ia pun masa bodoh tak mau ambil pusing dengan perasaan dongkol Anita saat ini.

Rama pilih menjalankan mobil, meluncur segera menuju tempat sang relasi. Ia sempat melirik pada mobil Sandi yang masih terparkir di pinggir trotoar seakan menunggu kepergian Anita lebih dulu. Satu sudut bibir Rama terangkat melihat raut kecewa Sandi dari jauh.

Beberapa menit kemudian....

Mata Anita mengedar melihat jauh ke depan. Sebuah rumah mewah yang saat ini disulap menjadi gedung pesta, ramai penuh tamu undangan. Ia meneguk saliva meyakinkan diri sebelum melangkah masuk.

"Ayo!"

Rama yang sudah berdiri di sampingnya memberikan lengannya pada Anita. Perempuan itu hanya mendengus namun tetap mengikuti ajakan bosnya. Mengaitkan tangannya pada lengan pria itu. Keduanya berjalan beriringan seperti pasangan suami istri.

Rama disambut Dewantara, sang pemilik rumah dengan sangat ramah.

"Selamat malam, Pak Rama. Saya senang Anda bisa hadir di pesta kecil ini," basa-basi pria berkumis lebat itu. Menjabat tangan Rama dan dibalas dengan hal serupa.

"Saya juga senang bisa menghadiri pesta Anda. Selamat Pak Dewa, atas ulang tahun pernikahannya."

"Ah, terima kasih."

"Ngomong-ngomong, ini aniversary Anda yang ke berapa?"

"Dua puluh," jawab Dewantara bangga. "Tidak terasa aku dan istriku sudah menghabiskan waktu bersama selama dua puluh tahun lamanya." Pria itu terlihat sangat bahagia. Senyum lebar yang menghias bibirnya tak pernah memudar. Ia melambai pada seorang perempuan dengan dress panjang warna hitam. Perempuan itu tersenyum lalu berjalan ke arah mereka. "Istriku, perkenalkan. Ini adalah Bapak Rama Ardyatama, direktur perusahaan Ardyatama Corp."

Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun meski keriput tipis sudah menghiasi wajahnya itu tersenyum lembut pada Rama dan Anita. Mengucap selamat datang dan menyalami keduanya.

"Apa ini istri Anda?" tanya istri Dewa memperhatikan Anita dengan takjub.

Pertanyaan itu tak urung membuat Rama dan Anita sedikit terkejut. Hampir saja Anita menjawab dan mengklarifikasi, namun sayangnya Rama sudah bicara mendahuluinya.

"Ini calon istri saya."

Mata Anita membulat kedua kali. Hei, apa-apaan ini? Perempuan itu melotot horor pada Rama yang hanya ditanggapi dengan senyuman olehnya.

"Hei, kenapa wajahmu malu-malu, Sayang," goda istri Dewa, merasa lucu karena sikap Anita yang salah tingkah.

"Dia memang begitu. Malu kalau saya mengatakan soal hubungan kami." Rama mengambil perkataan lagi mendahului Anita.

Perempuan itu menunduk. Namun dalam hatinya ia merutuk, memaki perkataan Rama baru saja. Seandainya saja pria itu bukan bosnya, pasti Anita sudah menendang bokong seksi pria itu biar terjungkal ke tengah pesta menjadi tontonan tamu undangan disana.

"Siapa namanya?" Dewantara bertanya.

"Anita." Masih tetap Rama yang menjawab.

"Jadi berapa lama kalian saling mengenal?" Istri Dewa kali ini menelusur.

"Hmmm, sudah 7 tahun. Sejak kami lulus sekolah."

Anita mengeratkan pegangannya pada Rama. Melampiaskan kekesalannya dengan mencengkeram lengan pria itu dengan kuat. Bibirnya mengatup rapat. Menggetam menahan emosinya yang hampir meledak.

Sabar, sabar. Tunggu sampai aku keluar dari pesta ini. 

Terdengar suara tawa pasangan Dewantara di sela-sela pembicaraan. Mereka merasa asik saja dengan pasangan di hadapannya. Mungkin terlihat lucu dan menggemaskan. Skenario yang Rama buat memang sangat sempurna dengan bumbu cerita palsu di dalamnya. Anita harus extra kuat menahan kesabarannya kali ini.

"Baiklah, kalau begitu silahkan nikmati pesta ini. Ku harap kalian berdua nyaman disini. Maaf, kami harus menemui tamu undangan yang lain," pamit Dewantara dan mengajak istrinya pergi.

Tanpa pikir panjang, Anita langsung menyeret tangan Rama memisahkan diri ke sudut ruangan yang tampak sepi. Perempuan itu berkacak pinggang dengan angkuh di hadapan Rama seolah menantangnya.

"Jelaskan padaku, apa maksud perkataanmu tadi," Anita meminta pertanggung jawaban. Mata perempuan itu menatap penuh pada Rama seakan ingin menelan pria itu hidup-hidup.

"Maksudnya? Halo, Nona. Tidak sadarkah kamu kalau kita tadi sedang berakting? Apa kau pikir itu serius?"

"Berakting? Oh ya? Tanpa minta persetujuanku?"

"Semua terjadi begitu singkat. Mana bisa aku minta persetujuanmu? Kau dengar sendiri kalau istri Pak Dewa tiba-tiba bertanya begitu, apa ini istri Anda?"

"Kau bisa mengatakan yang sebenarnya bukan, kalau aku hanya bawahanmu saja. Kenapa harus berbohong? Apa kau pikir aku suka dengan caramu ini?" Anita masih tidak terima. Ia makin berapi-api menyudutkan Rama ke pihak yang salah. "Kau memang masih menyebalkan seperti dulu."

Rama hanya terdiam. Pandangannya kali ini terpusat ke depan. Tak acuh pada protes panjang Anita padanya. Merasa diabaikan, perempuan itu semakin kesal jadinya.

"Kenapa kau diam? Merasa bersalah dengan tindakanmu tadi? Kalau begitu aku ingin kau mengklarifikasi semua pada klienmu itu." Mata Anita masih menatap Rama, nyalang. Tapi pria itu sama sekali tak memperhatikannya. Bahkan Anita tak yakin kalau kata-katanya barusan akan masuk ke telinga pria itu. "Baik, kalau kau tidak mau, biar aku yang bicara dengan mereka."

Anita hampir saja memutar tubuh ketika tiba-tiba Rama menarik tangannya, menyentak cepat dalam pelukan.

"A-apa yang kau lakukan?"

"Diam!"

Rama justru mengeratkan pelukannya membuat Anita makin jengah dan berusaha berontak.

"Le-lepaskan atau aku akan teri--," Anita tak sempat lagi mengelak ketika tiba-tiba Rama sudah merengkuh tengkuk lehernya, mendekatkan wajah mereka dan berakhir dengan pendaratan di bibir keduanya.

Jantung perempuan itu dibuat melompat tak karuan. Tubuhnya menegang. Mendadak akal sehatnya hilang berganti shock yang menjadi setengah bingung dan berakhir dengan linglung.

Oh...My God! Apa yang Rama lakukan padaku?

(○_○)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status