Share

Oh...My God

Author: Erna W
last update Last Updated: 2021-06-18 20:45:34

Anita mengutuk berkali-kali. Siapa yang tidak kesal? Acara kencannya batal hanya karena pekerjaan dadakan. Ia merutuki nasib sialnya yang harus bertemu kembali dengan pria itu, terlebih dia sekarang menjadi atasannya sendiri.

Sikap diktator Rama memang tak pernah berubah sejak ia muda bahkan sampai sekarang. Seandainya saja Anita tak terlalu membutuhkan pekerjaan, pasti dirinya tak akan keberatan keluar dari perusahaan Rama sejak awal ia tahu kalau pria itu adalah bosnya. Hanya saja, Anita memang sedang terdesak masalah ekonomi sehingga mengharuskan dirinya rela menjadi kacung disana meski di bawah tekanan.

"Sayang, aku minta maaf sekali ya. Aku janji ini tak akan terulang lagi."

Entah sudah berapa kali pula Anita minta maaf pada kekasihnya itu. Pembatalan acara kencan yang mendadak membuat rasa kecewa pada keduanya. Namun Sandi adalah pria sabar yang masih bisa menyembunyikan kekecewaannya.

Dengan pengertian ia hanya menjawab, "Tenanglah, aku tidak apa-apa. Terkadang semua memang tak sesuai dengan yang direncanakan."

Sandi mengelus pucuk rambut Anita yang legam. Perempuan itu hanya tersenyum kecut. Dalam hati ia berjanji tak akan mengecewakan Sandi lagi.

"Jadi, kita tunggu bosmu itu disini?" tanya Sandi ketika mobilnya sudah terparkir di pinggir trotoar, depan parkiran mall.

"Ya, kita tunggu disini saja," jawab Anita putus asa.

Sandi terkekeh kecil melihat tampang kusut kekasihnya.

"Lihatlah wajahmu, jelek seperti kucing mau lahiran."

"Dih, kamu ya." Anita memanyunkan bibir dan memukul ringan lengan pria di sampingnya. Membuat Sandi tergelak tiada habis.

"Emang iya. Kalau lagi cemberut, wajahmu memang kaya gitu." Sandi semakin menggoda membuat Anita bertambah sebal. Menghujaninya dengan pukulan-pukulan ringan tanda sayang.

Aksi keduanya terhenti saat terdengar klakson mobil dari belakang. Anita mendesah halus setelahnya.

"Sepertinya aku harus pergi sekarang," ulas Anita perlahan. Ia menoleh ke belakang sesaat kemudian, memastikan kalau itu adalah mobil Rama.

"Iya, pergilah," kata Sandi dengan lembut.

"Maafkan aku." Keduanya berpelukan dan saling membubuhkan kecupan sebelum berpisah.

"Hati-hati," pesan Sandi yang dibalas lambaian tangan oleh Anita yang sudah keluar dari mobilnya. Pria itu mendesah panjang menatap kepergian Anita dari kaca spion.

~~

Blaaaammm!

Pintu mobil ditutup kasar oleh perempuan itu. Ia sama sekali tak ingin menunjukkan senyum atau ramah-tamahnya pada sang atasan yang sedang menunggunya.

Rama hanya melirik saja melihat sikap Anita yang memendam kejengkelan padanya. Bukan ia tidak tahu. Rama sangat mengerti akan hal itu, tapi ia pun masa bodoh tak mau ambil pusing dengan perasaan dongkol Anita saat ini.

Rama pilih menjalankan mobil, meluncur segera menuju tempat sang relasi. Ia sempat melirik pada mobil Sandi yang masih terparkir di pinggir trotoar seakan menunggu kepergian Anita lebih dulu. Satu sudut bibir Rama terangkat melihat raut kecewa Sandi dari jauh.

Beberapa menit kemudian....

Mata Anita mengedar melihat jauh ke depan. Sebuah rumah mewah yang saat ini disulap menjadi gedung pesta, ramai penuh tamu undangan. Ia meneguk saliva meyakinkan diri sebelum melangkah masuk.

"Ayo!"

Rama yang sudah berdiri di sampingnya memberikan lengannya pada Anita. Perempuan itu hanya mendengus namun tetap mengikuti ajakan bosnya. Mengaitkan tangannya pada lengan pria itu. Keduanya berjalan beriringan seperti pasangan suami istri.

Rama disambut Dewantara, sang pemilik rumah dengan sangat ramah.

"Selamat malam, Pak Rama. Saya senang Anda bisa hadir di pesta kecil ini," basa-basi pria berkumis lebat itu. Menjabat tangan Rama dan dibalas dengan hal serupa.

"Saya juga senang bisa menghadiri pesta Anda. Selamat Pak Dewa, atas ulang tahun pernikahannya."

"Ah, terima kasih."

"Ngomong-ngomong, ini aniversary Anda yang ke berapa?"

"Dua puluh," jawab Dewantara bangga. "Tidak terasa aku dan istriku sudah menghabiskan waktu bersama selama dua puluh tahun lamanya." Pria itu terlihat sangat bahagia. Senyum lebar yang menghias bibirnya tak pernah memudar. Ia melambai pada seorang perempuan dengan dress panjang warna hitam. Perempuan itu tersenyum lalu berjalan ke arah mereka. "Istriku, perkenalkan. Ini adalah Bapak Rama Ardyatama, direktur perusahaan Ardyatama Corp."

Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun meski keriput tipis sudah menghiasi wajahnya itu tersenyum lembut pada Rama dan Anita. Mengucap selamat datang dan menyalami keduanya.

"Apa ini istri Anda?" tanya istri Dewa memperhatikan Anita dengan takjub.

Pertanyaan itu tak urung membuat Rama dan Anita sedikit terkejut. Hampir saja Anita menjawab dan mengklarifikasi, namun sayangnya Rama sudah bicara mendahuluinya.

"Ini calon istri saya."

Mata Anita membulat kedua kali. Hei, apa-apaan ini? Perempuan itu melotot horor pada Rama yang hanya ditanggapi dengan senyuman olehnya.

"Hei, kenapa wajahmu malu-malu, Sayang," goda istri Dewa, merasa lucu karena sikap Anita yang salah tingkah.

"Dia memang begitu. Malu kalau saya mengatakan soal hubungan kami." Rama mengambil perkataan lagi mendahului Anita.

Perempuan itu menunduk. Namun dalam hatinya ia merutuk, memaki perkataan Rama baru saja. Seandainya saja pria itu bukan bosnya, pasti Anita sudah menendang bokong seksi pria itu biar terjungkal ke tengah pesta menjadi tontonan tamu undangan disana.

"Siapa namanya?" Dewantara bertanya.

"Anita." Masih tetap Rama yang menjawab.

"Jadi berapa lama kalian saling mengenal?" Istri Dewa kali ini menelusur.

"Hmmm, sudah 7 tahun. Sejak kami lulus sekolah."

Anita mengeratkan pegangannya pada Rama. Melampiaskan kekesalannya dengan mencengkeram lengan pria itu dengan kuat. Bibirnya mengatup rapat. Menggetam menahan emosinya yang hampir meledak.

Sabar, sabar. Tunggu sampai aku keluar dari pesta ini. 

Terdengar suara tawa pasangan Dewantara di sela-sela pembicaraan. Mereka merasa asik saja dengan pasangan di hadapannya. Mungkin terlihat lucu dan menggemaskan. Skenario yang Rama buat memang sangat sempurna dengan bumbu cerita palsu di dalamnya. Anita harus extra kuat menahan kesabarannya kali ini.

"Baiklah, kalau begitu silahkan nikmati pesta ini. Ku harap kalian berdua nyaman disini. Maaf, kami harus menemui tamu undangan yang lain," pamit Dewantara dan mengajak istrinya pergi.

Tanpa pikir panjang, Anita langsung menyeret tangan Rama memisahkan diri ke sudut ruangan yang tampak sepi. Perempuan itu berkacak pinggang dengan angkuh di hadapan Rama seolah menantangnya.

"Jelaskan padaku, apa maksud perkataanmu tadi," Anita meminta pertanggung jawaban. Mata perempuan itu menatap penuh pada Rama seakan ingin menelan pria itu hidup-hidup.

"Maksudnya? Halo, Nona. Tidak sadarkah kamu kalau kita tadi sedang berakting? Apa kau pikir itu serius?"

"Berakting? Oh ya? Tanpa minta persetujuanku?"

"Semua terjadi begitu singkat. Mana bisa aku minta persetujuanmu? Kau dengar sendiri kalau istri Pak Dewa tiba-tiba bertanya begitu, apa ini istri Anda?"

"Kau bisa mengatakan yang sebenarnya bukan, kalau aku hanya bawahanmu saja. Kenapa harus berbohong? Apa kau pikir aku suka dengan caramu ini?" Anita masih tidak terima. Ia makin berapi-api menyudutkan Rama ke pihak yang salah. "Kau memang masih menyebalkan seperti dulu."

Rama hanya terdiam. Pandangannya kali ini terpusat ke depan. Tak acuh pada protes panjang Anita padanya. Merasa diabaikan, perempuan itu semakin kesal jadinya.

"Kenapa kau diam? Merasa bersalah dengan tindakanmu tadi? Kalau begitu aku ingin kau mengklarifikasi semua pada klienmu itu." Mata Anita masih menatap Rama, nyalang. Tapi pria itu sama sekali tak memperhatikannya. Bahkan Anita tak yakin kalau kata-katanya barusan akan masuk ke telinga pria itu. "Baik, kalau kau tidak mau, biar aku yang bicara dengan mereka."

Anita hampir saja memutar tubuh ketika tiba-tiba Rama menarik tangannya, menyentak cepat dalam pelukan.

"A-apa yang kau lakukan?"

"Diam!"

Rama justru mengeratkan pelukannya membuat Anita makin jengah dan berusaha berontak.

"Le-lepaskan atau aku akan teri--," Anita tak sempat lagi mengelak ketika tiba-tiba Rama sudah merengkuh tengkuk lehernya, mendekatkan wajah mereka dan berakhir dengan pendaratan di bibir keduanya.

Jantung perempuan itu dibuat melompat tak karuan. Tubuhnya menegang. Mendadak akal sehatnya hilang berganti shock yang menjadi setengah bingung dan berakhir dengan linglung.

Oh...My God! Apa yang Rama lakukan padaku?

(○_○)

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mantan Oh Mantan    END

    Satu kantor Ardyatama Corp dibuat heboh. Pasalnya Arya membawa kabar penting buat seluruh staf disana. Berita mengenai pernikahan sang direktur dengan salah satu karyawannya, menjadi topik utama. Hampir di setiap sudut kantor bergerombol para karyawan yang sedang membahas berita pernikahan dadakan itu. Ya, akhirnya Rama berhasil menikahi Anita kembali. Perempuan yang ia cintai selama ini. "Duh, aku harus beli gaun baru kalau gitu," gumam Wulan bingung sendiri. Seorang teman yang kebetulan ada di dekatnya juga ikut menyela. "Sepertinya aku juga. Gimana kalau kita beli sama-sama? Aku punya kenalan pemilik butik. Pakaian yang dia jual bagus-bagus loh. Dan yang pasti kita akan dikasih harga miring," ujar perempuan bernama Dinda itu. "Benarkah? Wah....boleh tuh. Nanti ya kita kesana sama-sama." "Eh, tapi ngomong-ngomong nih, Anita beruntung ya dapetin Pak Rama. Udah ganteng, kaya pula." Dinda mulai

  • Mantan Oh Mantan    Pengorbanan Sandi

    Semua orang di ruang tamu dibuat terkejut begitu Sandi muncul di tengah-tengah mereka. Kinara spontan berdiri dan menghampiri kakaknya, bertanya apa yang terjadi."Mas, gimana? Apa yang Mbak Anita katakan?""Mas ingin bicara sama Mama dan kalian secara pribadi."Jawaban Sandi sudah bisa ditebak kalau masalahnya sedikit serius. Sandi mendekati mamanya dan membisikkan sesuatu pada perempuan berjilbab itu. Setelah pamit pada sang tuan rumah untuk keluar sebentar, Sandi memulai percakapan dengan keluarganya."Apa yang terjadi, Nak? Kenapa kamu mengajak Mama dan adik-adikmu keluar?" tanya Sari penasaran. Saat ini mereka sedang duduk melingkar di sebuah meja bundar, di teras rumah Anita."Aku ingin mengatakan sesuatu pada kalian." Sandi menatap Mama dan kedua adiknya, bergantian. "Dan apa yang akan Sandi katakan ini akan menjadi keputusan yang Anita ambil nantinya.""Ada apa sih

  • Mantan Oh Mantan    Pertanyaan Anita

    Meski sebisa mungkin Heni dan Rangga mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol salah satu dari tamunya, namun tetap saja suasana kaku dan tegang masih menyelimuti. Seperti ada kabut tebal yang menyelubungi ruang tamu tersebut. Dan pada akhirnya, hanya kebungkaman yang terjadi. Memperkukuh kesenyapan di antara banyaknya orang dalam ruangan itu. Sementara itu.... Ketiga orang di ruangan yang berbeda masih duduk membeku dalam kebisuan. Penantian yang mereka tunggu, bukan sesuatu yang menyenangkan bagi ketiganya. Mereka tahu, keputusan apapun yang akan diambil hari ini, akan menyakiti hati seseorang. "Apa kalian siap dengan keputusan yang akan ku ambil hari ini?" Manik mata Anita menatap dua pria di seberangnya, bergantian. "Apapun keputusanmu, kami harus siap menerimanya, Anita," cetus Rama mendahului. Di sisi lain, Sandi nampa

  • Mantan Oh Mantan    Di antara dua pilihan

    Heni menatap keempat tamunya dengan tubuh tegang. Ini kali pertama ia sebagai seorang ibu menghadapi langsung yang namanya calon besan. Sandi mengurai senyum lebih dulu pada ibu kekasihnya, membuat ketegangan Heni sedikit berkurang."Mari masuk," ia mempersilahkan.Sandi mengangguk lalu mengajak mama dan dua adiknya masuk.Rio dan Anita menyalami keluarga Sandi diikuti Dona kemudian. Setelahnya Anita menyuruh mereka duduk, sementara Dona masuk ke dalam membantu mamanya menyiapkan suguhan."Sebelumnya aku minta maaf. Karena sebelum kita masuk ke topik pembicaraan, aku ingin kita menunggu tamu yang lain datang dulu," Anita mendahului.Pemberitahuannya sedikit membuat Sandi terkejut."Siapa Sayang? Apakah keluargamu yang lain?" tanya Sandi cepat."Kau akan tahu nanti kalau mereka sudah datang."Sandi menatap Anita lekat. Berusaha menyelidik m

  • Mantan Oh Mantan    Penentuan akan dimulai

    Heni dan Rangga sampai di rumah Anita tepat siang hari. Tampak sang putri tengah duduk seperti menanti kedatangan mereka."Ma, Pa, aku merindukan kalian." Anita memeluk orang tuanya penuh kerinduan. Matanya yang menangkap sekelebat bayangan wanita muda masuk ke dalam rumah, sedikit terkejut juga heran. Ia pun langsung menanggapi, "Dona ikut juga, Pa?""Adikmu berkeras untuk ikut. Katanya bosan di rumah terus," jawab Rangga melepas jaket kulitnya lalu duduk di sofa. Heni yang biasanya terus masuk ke dalam, kini hanya mengikuti apa yang Rangga lakukan. Duduk di sampingnya."Hai, Mbak. Rumah daerah sini lumayan juga ya. Aku barusan lihat-lihat," seru Dona dari jauh. Wajahnya terlihat sangat berseri."Kamu nggak tanya kabar Mbak dulu malah asik lihat-lihat rumah. Emang nggak kangen?" cetus Anita merengut."Iya deh. Dona juga kangen sama Mbak kok." Dona memeluk kakaknya. "Gimana tinggal disini,

  • Mantan Oh Mantan    Keputusan Rama

    Sandi tak akan menyangka kalau sang adik akan menentang rencananya. Kinara berdiri dari tempatnya dengan wajah setengah geram."Ara tidak setuju, Mas!""Kenapa, Ra?""Perempuan itu bukan wanita baik-baik.""Apa maksudmu bilang begitu?""Mas nggak tau kan apa yang dia lakukan di belakang Mas Sandi?" Kinara melangkah gelisah, mondar-mandir tanpa jelas."Memang apa yang tidak aku tahu?" Sandi mendesak tak sabar.Kinara berdecak lalu mengambrukkan tubuhnya kembali, namun kali ini ia mengambil tempat tepat di samping Sandi."Apa Mas lupa kalau kemarin kita mencari Mbak Anita? Dan apa kata orang waktu itu, kekasih Mas itu keluar sama laki-laki lain bukan?" Suasana kini berubah tegang. Wajah serius mulai ditunjukkan Sari, sang mama."Apa maksud ucapanmu, Kinara? Kapan kalian mencari Anita? Dan siapa pria yang bersamanya itu?" Kal

  • Mantan Oh Mantan    Keputusan Sandi

    Rama mondar-mandir dengan gelisah di ruangannya. Disana juga ada Arya yang setia mendampingi keberadaan sahabatnya."Kira-kira, apa yang akan dilakukan Sandi pada Anita?" Rama meminta pertimbangan Arya setelah merasa lelah berjalan kesana-kemari dan menghenyakkan tubuhnya di sofa tunggal. "Sandi tidak mungkin menyakiti Anita bukan?""Aku yakin dia tidak akan melakukan hal sejauh itu. Sandi sangat mencintai Anita, jadi tidak mungkin berbuat sekasar itu padanya.""Ah....mungkin sebaiknya aku menyusul mereka. Aku benar-benar tidak tenang kalau hanya berdiam diri di sini terus." Rama berdiri kembali dari tempat duduknya."Tunggu Rama! Please, jangan berpikir seperti anak-anak. Aku tahu kamu mencemaskan Anita saat ini. Tapi berikan kesempatan pada Anita untuk menyelesaikan masalahnya dengan Sandi. Kau tidak harus ikut campur dalam hal ini."Tangan Rama mengepal kuat. Ia mengutuk kalimat Arya ya

  • Mantan Oh Mantan    Kebohongan Anita Terungkap

    Anita dan Wulan sudah siap untuk kembali ke kota. Rupanya Arya dan Rama telah menanti mereka di dekat mobil masing-masing. Kembali Anita ingat suatu hal yang ingin ia tanyakan pada Wulan. Karenanya sebelum keduanya mendekati mobil, Anita menghentikan langkah temannya itu."Lan, aku mau tanya sesuatu padamu," ujarnya perlahan."Soal apa?""Kau sama Pak Arya. Kenapa tiba-tiba kalian begitu dekat?" Pandangan Anita begitu menuntut, namun hanya ditanggapi Wulan dengan gelak tawa kecil."Nggak ada apa-apa. Kami cuma berteman saja kok.""Tidak. Kau pasti bohong. Ayo jujur padaku, apa sebenarnya yang kalian sembunyikan? Yang kutahu, kalian tak sedekat ini sebelumnya.""Kau terlalu berpikir macam-macam, Nit. Sudahlah. Ayo kita pulang. Lihat, mereka sudah tak sabar menunggu kita.""Kalau kau tidak mau menjawab, aku akan bertanya pada Pak Arya, hari ini juga."

  • Mantan Oh Mantan    Pencarian

    "Kamu jadi ke mall atau tidak? Tapi maaf, Mas tidak bisa menemanimu." Suara Sandi terdengar dingin, membuat nyali Kinara sedikit ciut."Kita pulang saja," jawab Kinara lesu. Ia sungguh tak berani menatap wajah sang kakak yang jelas-jelas sedang meredam amarah.Tanpa banyak kata, Sandi melajukan mobilnya, pulang ke rumah."Mas Sandi tidak turun?" tanya Kinara saat mobil telah sampai di depan pagar, dan Sandi membuka kunci otomatis mobil, menandakan bahwa Kinara harus turun tanpa menunggu mobil masuk dalam garasi terlebih dulu."Aku masih ada perlu.""Kemana? Mencari Mbak Anita?"Tatapan tajam dilayangkan Sandi pada adiknya, membuat Kinara harus menunduk kembali karena takut. Sungguh baru kali ini kakaknya itu bersikap demikian padanya."Turunlah!" Perintah tegas itu mendapat respon cepat dari Kinara. Ia membuka pintu mobil dan turun segera. Tidak lama, dan Sandi kemb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status