Heni dan Rangga sampai di rumah Anita tepat siang hari. Tampak sang putri tengah duduk seperti menanti kedatangan mereka.
"Ma, Pa, aku merindukan kalian." Anita memeluk orang tuanya penuh kerinduan. Matanya yang menangkap sekelebat bayangan wanita muda masuk ke dalam rumah, sedikit terkejut juga heran. Ia pun langsung menanggapi, "Dona ikut juga, Pa?"
"Adikmu berkeras untuk ikut. Katanya bosan di rumah terus," jawab Rangga melepas jaket kulitnya lalu duduk di sofa. Heni yang biasanya terus masuk ke dalam, kini hanya mengikuti apa yang Rangga lakukan. Duduk di sampingnya.
"Hai, Mbak. Rumah daerah sini lumayan juga ya. Aku barusan lihat-lihat," seru Dona dari jauh. Wajahnya terlihat sangat berseri.
"Kamu nggak tanya kabar Mbak dulu malah asik lihat-lihat rumah. Emang nggak kangen?" cetus Anita merengut.
"Iya deh. Dona juga kangen sama Mbak kok." Dona memeluk kakaknya. "Gimana tinggal disini,
Heni menatap keempat tamunya dengan tubuh tegang. Ini kali pertama ia sebagai seorang ibu menghadapi langsung yang namanya calon besan. Sandi mengurai senyum lebih dulu pada ibu kekasihnya, membuat ketegangan Heni sedikit berkurang."Mari masuk," ia mempersilahkan.Sandi mengangguk lalu mengajak mama dan dua adiknya masuk.Rio dan Anita menyalami keluarga Sandi diikuti Dona kemudian. Setelahnya Anita menyuruh mereka duduk, sementara Dona masuk ke dalam membantu mamanya menyiapkan suguhan."Sebelumnya aku minta maaf. Karena sebelum kita masuk ke topik pembicaraan, aku ingin kita menunggu tamu yang lain datang dulu," Anita mendahului.Pemberitahuannya sedikit membuat Sandi terkejut."Siapa Sayang? Apakah keluargamu yang lain?" tanya Sandi cepat."Kau akan tahu nanti kalau mereka sudah datang."Sandi menatap Anita lekat. Berusaha menyelidik m
Meski sebisa mungkin Heni dan Rangga mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol salah satu dari tamunya, namun tetap saja suasana kaku dan tegang masih menyelimuti. Seperti ada kabut tebal yang menyelubungi ruang tamu tersebut. Dan pada akhirnya, hanya kebungkaman yang terjadi. Memperkukuh kesenyapan di antara banyaknya orang dalam ruangan itu. Sementara itu.... Ketiga orang di ruangan yang berbeda masih duduk membeku dalam kebisuan. Penantian yang mereka tunggu, bukan sesuatu yang menyenangkan bagi ketiganya. Mereka tahu, keputusan apapun yang akan diambil hari ini, akan menyakiti hati seseorang. "Apa kalian siap dengan keputusan yang akan ku ambil hari ini?" Manik mata Anita menatap dua pria di seberangnya, bergantian. "Apapun keputusanmu, kami harus siap menerimanya, Anita," cetus Rama mendahului. Di sisi lain, Sandi nampa
Semua orang di ruang tamu dibuat terkejut begitu Sandi muncul di tengah-tengah mereka. Kinara spontan berdiri dan menghampiri kakaknya, bertanya apa yang terjadi."Mas, gimana? Apa yang Mbak Anita katakan?""Mas ingin bicara sama Mama dan kalian secara pribadi."Jawaban Sandi sudah bisa ditebak kalau masalahnya sedikit serius. Sandi mendekati mamanya dan membisikkan sesuatu pada perempuan berjilbab itu. Setelah pamit pada sang tuan rumah untuk keluar sebentar, Sandi memulai percakapan dengan keluarganya."Apa yang terjadi, Nak? Kenapa kamu mengajak Mama dan adik-adikmu keluar?" tanya Sari penasaran. Saat ini mereka sedang duduk melingkar di sebuah meja bundar, di teras rumah Anita."Aku ingin mengatakan sesuatu pada kalian." Sandi menatap Mama dan kedua adiknya, bergantian. "Dan apa yang akan Sandi katakan ini akan menjadi keputusan yang Anita ambil nantinya.""Ada apa sih
Satu kantor Ardyatama Corp dibuat heboh. Pasalnya Arya membawa kabar penting buat seluruh staf disana. Berita mengenai pernikahan sang direktur dengan salah satu karyawannya, menjadi topik utama. Hampir di setiap sudut kantor bergerombol para karyawan yang sedang membahas berita pernikahan dadakan itu. Ya, akhirnya Rama berhasil menikahi Anita kembali. Perempuan yang ia cintai selama ini. "Duh, aku harus beli gaun baru kalau gitu," gumam Wulan bingung sendiri. Seorang teman yang kebetulan ada di dekatnya juga ikut menyela. "Sepertinya aku juga. Gimana kalau kita beli sama-sama? Aku punya kenalan pemilik butik. Pakaian yang dia jual bagus-bagus loh. Dan yang pasti kita akan dikasih harga miring," ujar perempuan bernama Dinda itu. "Benarkah? Wah....boleh tuh. Nanti ya kita kesana sama-sama." "Eh, tapi ngomong-ngomong nih, Anita beruntung ya dapetin Pak Rama. Udah ganteng, kaya pula." Dinda mulai
Mata Anita berbinar ketika melihat sederet tulisan dalam emailnya, memberitahukan bahwa dirinya di terima sebagai akuntan di sebuah perusahaan swasta. Ah, ternyata usahanya selama ini tidak sia-sia. Setelah berjuang keras mengirim lamaran kesana-kemari, inilah hasil terakhir yang ia dapat.Disana tertulis, ia mulai masuk kerja Senin besok. Dan kini, perempuan berusia dua puluh lima tahun tersebut mulai mempersiapkan diri, untuk memasuki masa awal kerjanya.Senin pagi....Seperti pekerja-pekerja baru pada umumnya, Anita tak ingin ia terlambat. Karenanya, ia bangun lebih awal, bahkan telah sampai di perusahaan setengah jam sebelum kantor di buka.Saat ini ia terlihat seperti orang tolol yang berdiri di depan pintu dengan mengamati keadaan sekitar. Ini memang masih terlalu pagi. Biasanya kantor akan buka jam delapan. Dan ini masih setengah delapan. Terlalu pagi untuk u
Anita berlari-lari kecil mengejar lift yang hampir menutup. Di dalam sudah hampir penuh, namun masih muat jika dia tetap memaksa masuk. Seorang yang ada di dalam tahu kalau perempuan itu bermaksud ikut satu rombongan, maka dengan cekatan memencet tombol open sehingga lift terbuka kembali, tak jadi menutup. Namun saat Anita hampir melangkah masuk, seseorang menariknya ke belakang dan menekan tombol close yang terdapat di luar sehingga kini Anita harus rela ketinggalan rombongan tersebut.Maka tertinggallah Anita sendiri disana bersama orang tadi. Ia menekuk wajahnya jadi seribu. Melihat pada orang yang kini berdiri tak jauh darinya."Apa maksud Anda? Saya mau pulang dan tidak ingin berlama-lama di kantor ini," serbunya tak terima."Apa kau tidak lihat tadi, begitu banyak isi dalam lift itu. Kau mau berdesak-desakan dengan mereka? Bercampur keringat tidak sedap setelah seharian bekerja, hmm?""Itu urusan say
Perempuan itu melempar pandangannya keluar jendela kaca mobil. Ia tak menyangka, kalau hari keduanya akan berangkat dengan bosnya sendiri. Wajahnya yang keruh menandakan ia sedang kesal saat ini. Bagaimana tidak, setelah Rama datang tiba-tiba dengan waktu yang terbilang masih sangat dini hari, dan yang pasti itu sangat mengganggu Anita, laki-laki itu juga bertingkah menyebalkan merasa dirinya tinggal di sebuah losmen sehingga meminta pelayanan spesial dari sang pemilik. Hal itu membuat hati Anita menggumpal sebal.Dengan terpaksa ia harus membuat sarapan untuk Rama sekaligus menyiapkan kopi buatnya sebelum pergi ke kantor. Belum lagi permintaan Rama yang ingin inilah-itulah dan harus Anita turuti karena jika tidak, Rama akan membalikkan kata-kata dengan alasan konkret yang cukup menohok, "Tamu adalah raja. Maka layanilah tamu sebaik mungkin."Kalau sudah begitu, Anita hanya mendengus saja tanpa mampu membalas kata-katanya lagi. Ru
Anita mengutuk berkali-kali. Siapa yang tidak kesal? Acara kencannya batal hanya karena pekerjaan dadakan. Ia merutuki nasib sialnya yang harus bertemu kembali dengan pria itu, terlebih dia sekarang menjadi atasannya sendiri.Sikap diktator Rama memang tak pernah berubah sejak ia muda bahkan sampai sekarang. Seandainya saja Anita tak terlalu membutuhkan pekerjaan, pasti dirinya tak akan keberatan keluar dari perusahaan Rama sejak awal ia tahu kalau pria itu adalah bosnya. Hanya saja, Anita memang sedang terdesak masalah ekonomi sehingga mengharuskan dirinya rela menjadi kacung disana meski di bawah tekanan."Sayang, aku minta maaf sekali ya. Aku janji ini tak akan terulang lagi."Entah sudah berapa kali pula Anita minta maaf pada kekasihnya itu. Pembatalan acara kencan yang mendadak membuat rasa kecewa pada keduanya. Namun Sandi adalah pria sabar yang masih bisa menyembunyikan kekecewaannya.Dengan pengert