Share

Bab 162: Jangan Macam-Macam

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 08:02:20

Ia bicara seperti remaja lugu yang baru pertama kali jatuh cinta, bukan pria dewasa yang pernah melewati tahun-tahun pernikahan.

Nadira melirik ke arahnya dengan tatapan datar, nyaris tak sudi mengeluarkan energi lebih untuk memperjelas ekspresinya.

Tetap aja, enggak ada alasan buat aku naik ke tempat tidur kamu,” gumamnya dingin, hampir seperti embusan angin malam yang menampar kulit leher.

Ruang perawatan VIP itu sunyi, diselimuti nuansa putih dan keheningan steril yang khas rumah sakit. Aroma antiseptik menyusup halus ke lubang hidung.

Hanya satu ranjang berdiri di tengah ruangan. Di sudut, sebuah kasur lipat sederhana dengan seprai hijau pucat telah dibentangkan.

Nadira jelas tidak asal bicara. Ia sudah menyuruh asistennya membawa perlengkapan menginap, lengkap dengan peralatan mandi.

Semuanya tampak terlalu siap untuk disebut “spontan”.

“Ya udah, aku temenin kamu malam ini. Puas?” ucapnya, ketus tapi nyaring. Kalimatnya

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 194: Di Balik Pintu Gading

    Dulu, Wulandaru Wijaya Media dikenal sebagai mercusuar industri hiburan tanah air. Setiap karya produksinya seperti mengalir dari mata air emas, menggoda rasa dan imajinasi.Di balik kesuksesan itu, berdiri tiga sosok bak poros semesta: Gilang, aktor yang memikat penonton hanya dengan satu lirikan mata; Oman, sutradara dengan tangan dingin yang mampu mengubah naskah biasa menjadi karya kultus; dan Madeline Klang, perancang kostum dan rias yang menjadikan karakter-karakter fiksi terasa seolah lahir dari dunia nyata.Ketiganya bukan hanya kolaborator, tetapi jiwa dari Wulandaru Wijaya. Dalam satu dekade, mereka menjadikan perusahaan itu bukan sekadar rumah produksi, melainkan altar seni.Namun, sejak Elvano duduk di kursi pemimpin tiga tahun lalu, sinar itu perlahan meredup, seperti panggung yang kehilangan pencahayaan.Aroma harum keberhasilan berganti dengan bisik-bisik sumbang. Media sosial mulai menggeliat, melahirkan tagar seperti #AdaApaDenganWulandar

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 193: Pukulan yang Tak Terlihat

    “Dia kerjakan diam-diam,” ujar Direktur Arga sambil memainkan pena di jarinya, matanya tak lepas dari sketsa di atas meja.“Desain yang lain sebenarnya sudah dipilih. Tapi saya menemukannya secara tak sengaja di dalam laci. Dia malu untuk mengajukannya sendiri, jadi saya yang masukkan.”Tawa kecil Nadira terdengar, ringan namun tak benar-benar ceria. “Dia beruntung punya mentor seperti kamu.”Arga tersenyum, lalu suaranya merendah, hampir seperti gumaman, “Tapi sayangnya, dia tak seberuntung itu soal ayah.”Di seberang ruangan, Danu mengangkat tangan buru-buru, matanya membelalak seperti hendak mencegah sesuatu.Isyarat panik itu jelas, namun Arga pura-pura tak melihatnya. Ia tetap duduk tenang, seolah kalimat barusan bukan bom waktu yang baru saja dilempar.Senyum Nadira perlahan luntur, tergantikan oleh kerutan tipis di dahinya. Suaranya terdengar datar, tapi mata elangnya mengunci Arga dengan rasa ingin tahu yang tajam.“Ada apa la

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 192: Tak Pernah Benar-Benar Mengenal

    Ia pernah berharap, mungkin diam-diam terlalu mengharap, bahwa waktu yang mereka habiskan bersama bisa menumbuhkan semacam ketergantungan.Tapi kini ia sadar, rasa semacam itu tak bisa dipaksakan. Tidak tumbuh hanya karena kedekatan fisik atau kebersamaan yang intens.Segalanya masih terlalu mentah, dan jalannya terlalu panjang untuk disebut selesai.Sore itu, angin mengusap pelan kaca jendela kantor lantai atas Wulandaru Group, membiaskan cahaya matahari yang mulai condong ke barat.Dalam suasana senyap yang nyaris tak menyisakan suara selain dengung pendingin ruangan, Mahesa menarik napas panjang.Ia memandang wajah Nadira yang duduk di hadapannya dengan mata datar dan rahang mengeras.Tangannya yang hangat menggenggam jemari Nadira yang dingin, seolah berusaha mentransfer perasaannya lewat sentuhan.Dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan, ia berkata, “Aku akan pergi. Kamu bakal kangen aku?”Nadira mengerjapkan mata seka

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 191: Tega Sekali

    Setelah langkah Tara menghilang di balik pintu kaca, menyisakan keheningan yang terasa menggantung di udara, Mahesa berkata pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri, “Tara sebenarnya gak seburuk itu.”Baru beberapa menit lalu ia hampir menghantam wajah Tara dengan tinjunya. Tapi sekarang? Nada suaranya lembut, nyaris bersahabat.Nadira meliriknya cepat, sorot matanya sinis dan penuh ironi.“Laki-laki memang begitu ya,” ucapnya, seperti mengunyah kata-kata dengan geram. “Pagi musuhan, sore makan bareng.”Mahesa mengangkat alis sedikit, tersenyum tipis. Bukan senyum puas, tapi semacam senyum kenangan yang enggan pergi.“Kita ini satu keluarga.”Kata ‘keluarga’ menggantung seperti asap dupa di udara—aromanya samar tapi membekas. Nadira memalingkan wajah, membatin dengan getir, Keluarga dari mana?“Siapa juga yang keluarga sama kamu?” balasnya ketus, lalu melangkah cepat ke arah mobil.Ia sudah setengah menutup pi

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 190: Hanya Pelarian

    Mahesa menunduk sedikit, membantu Nadira duduk di sofa yang empuk namun sudah agak usang, seolah menyimpan banyak cerita.Ruangan itu hening, hanya suara pendingin ruangan yang mengalun pelan dan jam dinding yang berdetak seirama detak jantung yang menahan kecewa.Dengan langkah tenang, Mahesa berjalan ke konter depan yang menyatu dengan ruang tamu, tempat cangkir-cangkir bergelantungan di rak kayu.Tangannya mengambil satu gelas bening, mengisinya dengan air panas dari dispenser. Uap hangat mengambang lembut dari permukaan air.Ia meniupnya perlahan, lalu membawanya kembali ke tempat Nadira duduk.“Pelan-pelan minumnya. Masih panas,” ucapnya sambil menyerahkan gelas itu, suaranya terdengar lembut namun penuh rasa bersalah yang tidak sepenuhnya bisa disembunyikan.Tara, yang sedari tadi berdiri menyandar di dinding dengan tangan terlipat di dada, memperhatikan Mahesa dengan seksama.Ekspresinya yang awalnya kaku kini sedikit melunak,

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 189: Setengah Hangat

    “Dia keluargaku. Aku membelamu tadi karena kita punya hubungan kerja. Tapi itu bukan berarti aku izinkan kamu menyakitinya.”Suara Nadira terdengar datar, tapi nadanya seperti bilah tipis yang meluncur tajam ke kulit. Di bawah pencahayaan remang kamar hotel yang bergaya klasik kontemporer, Mahesa menatapnya tanpa berkata-kata.Bola matanya menyempit, tapi bibirnya tetap rapat. Tak ada satu pun kata keluar, hanya keheningan yang menggantung di antara mereka, dipenuhi ketegangan yang hampir bisa disentuh.Melihat Mahesa yang hanya berdiri membeku, Nadira melanjutkan, kali ini lebih pelan, tapi setiap katanya dipaku dengan ketegasan.“Apa pun niatmu, arahkan ke aku. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, kalau kau menyakiti keluargaku, aku tidak akan diam saja.”Mata Mahesa menggelap, seperti langit yang kehilangan warnanya menjelang badai. Langkahnya pelan, hampir tak bersuara, mendekati Nadira hingga hanya berjarak napas.Lalu, tiba-tiba ia berd

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status