Zenith sangat kecil dan rapuh, hingga membuat Yosua khawatir akan meremukkan bayi perempuannya jika dia memeluknya.
Namun Yosua tidak bisa menahan keinginannya dan berlutut. Dia mengulurkan tangannya pada Zenith ingin memeluknya.
“Sayang, ini Papa. Papa pulang."
Namun gadis kecil itu malah mundur, mata besarnya berkaca-kaca sebelum dia menangis menjauhi Yosua memeluk kaki Raelina.
Yosua tertegun. Dia merasakan tusukan tajam di hatinya.
Dia menoleh ke samping, melihat Zenith bersembunyi di belakang kaki Raelina, sambil menatap Yosua dengan takut.
Dia menarik napas dan mengulurkan tangannya meraih lengan mungil Zenith sambil tersenyum.
“Zenith, ayo Nak sini. Ini Papa.”
Namun Zenith tidak mau, dia membuang muka memeluk erat kaki Raelina, menolak tangan Yosua.
Yosua tidak ingin menyerah membujuk Zenith.
“Hey, sayang. Sini sama Papa.”
Mungkin karena Yosua terlihat menakutkan dan Zen
Setelah mendekatkan diri dengan putrinya, Yosua menjadi lebih dekat dengan Zenith. Dia tidak pernah melepaskan gendongannya dari putrinya. Pun dengan Zenith, dia mau turun dari gendongan ayahnya dan terus bermain dengan Yosua.Hanya setengah jam, ayah dan putri itu menjadi lengket satu sama lain membuat semua orang menggelengkan kepalanya.Raelina melirik jam tangannya melihat jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Sudah waktunya Zenith tidur.“Sudah waktunya Zenith tidur. Yosua, berikan Zenith padaku. Aku akan menidurkannya,” ujarnya pada Yosua ingin mengambil putrinya dari pangkuan Yosua.Yosua menahan tangan Raelina yang ingin mengambil Zenith dari pangkuannya, dan menatap Raelina.“Kami belum cukup bermain, beri kami waktu untuk bermain,” ujarnya lalu menatap Zenith di pangkuannya yang tengah bermain dengan boneka.“Iya ‘kan Zenith. Zenith nggak mau bobok. Masih mau main sama Papa, kan?” godanya
Raelina mengetuk pintu kamar Zeron pelan.“Zeron, ini aku.”“Masuk, Kak.”Raelina membuka pintu kamar Zeron pelan, dan melihat ke dalam kamar adik laki-lakinya. Dia menatap ke sekeliling kamar Zeron dan melihat sosok pemuda tampak tengah belajar di meja belajar.Dia memutar kursinya dan mendongak menatap Raelina.“Ada apa kak?”Raelina masuk dan menghampirinya.“Kamu sedang belajar apa?” tanyanya melihat buku catatannya penuh dengan angka matematika.“Matematika tingkat lanjut, sebentar lagi kami akan ujian,” jawab Zeron kembali menatap bukunya. Dia mengambil pulpennya dan mulai belajar.Raelina mengangguk paham.“Zeron, apa kamu sudah makan? Mari makan dulu.”“Nanti saja Kak, aku masih harus belajar,” jawab Zeron tanpa mengalihkan pandangannya dari bukunya. Raut wajahnya sangat serius. Dia tidak menatap Raelina lagi dan fok
Yosua tersenyum melihat adik perempuan satu-satunya, Arina memandangnya dengan ekspresi terkejut.“Arina, bagaimana kabarmu?”Tanpa berkata-kata, Arina tiba-tiba berlari dan memeluknya dengan erat.“Kak Yosua, ini benar-benar kamu?!” isaknya memeluk Yosua erat.Yosua terlihat kewalahan menerima pelukan erat Arina sementara dia masih menggendong Zenith.Raelina melihat itu, segera mengambil Zenith dari pelukan Yosua.“Kalian berbicaralah di tempat lain, ada banyak yang mengantre di sini, aku akan mengurus belanjaan,” kata Raelina tenang melihat Arina masih memeluk Yosua.Sementara itu ada banyak orang mengantre di depan kasir.Tidak baik menghalangi antrean.Raelina tidak bergabung dalam reuni Yosua dengan Arina. Lagi pula, hubungannya dengan Arina tidak begitu baik di masa lalu. Bahkan sampai sekarang mereka seperti dua orang asing.“Oh, oke Arina mari berbicara di tempat
Yosua berbalik menindih Raelina dari atas. Dia menahan tangannya di atas kepalanya.“Ayahku mendadak mendapat tugas dinas ke luar negeri. Ibuku menemaninya.”.Raelina berkedip, menghela napas lega mereka tidak jadi bertemu dengan keluarga Yosua. Dia sangat tidak ingin bertemu dengan ibu mertuanya.Dia tidak memperhatikan Yosua yang menundukkan kepalanya mengecup leher. Merasakan kepala Yosua lehernya yang sensitif, dia tidak bisa menahan suara erangannya.Yosua menatapnya dengan mata penuh gairah dan mengincar bibir mungilnya yang menggoda.“Tu-tunggu ....”Raelina langsung menahan wajah Yosua, dan mendorong dadanya dengan tangan satunya.Yosua mengerang tidak senang. Matanya menyipit menatap Raelina tidak sabar.“Apalagi,” bisiknya setengah menggeram.Raelina tersipu malu, dan mengalihkan pandangannya canggung.“Aku belum sikap gigi.”Yosua menatapnya tidak b
*Bab sebelumnya*Raelina keluar dari ruang pemeriksaan kandungan sambil memeluk erat berkas hasil pemeriksaan kandungannya.Jantungnya berdebar mengingat diagnosis dokter kandungan yang memeriksanya menyatakan dia hamil enam Minggu.Raelina mengulurkan tangannya meraba perutnya yang rata.Enam Minggu? Dia hamil anak keduanya dengan Yosua enam Minggu?!Raelina tersenyum bahagia menunduk dan berbicara lembut dengan janin dalam perutnya.“Sayang, kamu harus tumbuh dengan sehat agar Papa bisa melihatmu lahir.”Raelina kemudian mengeluarkan ponselnya menghubungi Yosua.Setelah beberapa saat panggilannya terhubung.“Halo, Raelina.”“Yosua, apa kamu sudah selesai? Bagaimana kalau kita keluar makan malam, ada yang ingin aku beritahukan padamu!” kata Raelina panjang lebar penuh dengan kebahagiaan.Yosua terdiam sesaat, sebelum menghela napas.“Sayang, maafkan aku. Per
Yosua turun dari lantai dua kamarnya dan melihat Dokter Yosep pagi-pagi ada di rumahnya.“Yosep, kamu masih di sini kamu tidak pulang semalam?” Yosua mengangkat alisnya mendekati Dr. Yosep yang duduk terkantuk-kantuk di sofa ruang tamu.Yosua berada di kamarnya sepanjang malam dan tidak kelua, dia tidak tahu dokter Yosep datang menginap di rumahnya.Dokter Yosep mengerjapkan matanya melihat Yosua datang dan duduk tegak. Dia menguap menjawab pertanyaan Yosua.“Aku tidak bisa pulang begitu saja saat adikku lagi jadi tahanan rumah.” Dia kemudian bangkit dan menepuk pundak Yosua.“Aku sudah menghubungi Ayah dan Romi untuk memberitahukan hukuman tahanan rumah yang kamu jalani. Mereka akan membantumu terbebas dari hukuman tahanan rumah.”Yosua mengerutkan keningnya, tampak tidak senang mendengar ucapan Dr. Yosep.“Kamu tidak perlu melakukan itu. Aku menerima hukumanku, dan tidak butuh bantuan
*Bab sebelumnya*“Kamu menguping?!” Yosua berbalik menatapnya dengan mata menyipit.“Kamu yang ngomong di ruang tamu, ya kedengaran dong!”Yosua mendengus dan kembali memfokuskan dirinya pada putrinya.Setelah beberapa saat, Zenith melepaskan susunya dari mulutnya dan berkata dengan suara cadelnya.“Papa ... eekk ....”“Eek? Apa itu?” Yosua berkata bingung.Dr. Yosep tampak menahan tawanya mendengar suara cadel Zenith menyebut ‘eekk’.“Maksudnya, Zenith berak. Coba kamu periksa popoknya.”Yosua menatap Dr. Yosep ragu-ragu lalu membalik tubuh Zenith untuk membuka popok di pantatnya. Segera bau tak sedap dari popoknya tercium dan tersebar ke seluruh kamar.Yosua dalam kondisi kebingungan dan menoleh menatap Dr. Yosep.“Apa yang harus aku lakukan?”“Tentu saja cebok dia!” seru Dr. Yosep tampak menahan tawa me
Di dalam ruangan pemeriksaan seorang dokter tampak berbicara dengan Raelina yang berbaring di atas ranjang pasien, sementara tangannya menggerakkan sebuah transducer di atas perut Raelina.“Selamat usia kandungan Anda memasuki Minggu ke 7. Janinnya sangat sehat,” kata Dokter itu menatap Raelina dan Yosua yang berdiri di sisi ranjang sambil menggendong Zenith.“Benarkah, terima kasih Dokter Alina,” ujar Raelina tersenyum bahagia lalu menatap Yosua.Pria itu terpaku menatap layar monitor USG di depannya yang tengah menampilkan kandungan Raelina.Tampak sebuah embrio kecil terlihat dalam layar hitam putih itu. Perasaan Yosua tidak bisa diungkapkan menatap kehidupan kecil yang perlahan tumbuh di perut Raelina.Meski ini bukan anak pertamanya, bagi Yosua ini adalah pertama kali dia melihat kehidupan yang tumbuh di perut istrinya.Dia tidak melihat bagaimana Zenith dalam kandungan ibunya karena dia disibukkan dengan u