Share

5. Tidak Terlalu Buruk

Kai memarkirkan mobil tepat pukul satu dini hari. Ia berjalan cepat masuk ke dalam rumahnya yang besarnya berkali-kali lipat dari rumah biasa pada umumnya. Bau keringat yang menguar dari badannya membuat ia ingin segera menuju kamar mandi, membersihkan diri dan tidur.  

Malam yang sedikit berbeda dari biasanya. Kali ini ia tampak begitu bersemangat mengeluarkan seluruh tenaganya untuk memberikan pukulan terbaik pada samsak tinju, melampiaskan semua yang mengganggu pikirannya pada benda tak bersalah tersebut. Hingga tak sadar, hari mulai merambat naik.

“Are you okay?” Suara lembut yang menyapa indra pendengarnya membuat Kai menoleh. Ia mengernyit, menatap wanita yang duduk di atas kasur dan tersenyum menyambut kepulangannya, kedua matanya terlihat sayu.

“Kenapa belum tidur?”

Pria itu mengurungkan niat awal, beralih mendekat pada wanita yang memiliki manik mata sebiru laut dasar. 

“Aku menunggumu,” balasnya dengan suara sehalus sutra.

Helaan napas pendek terdengar begitu kontras pada suasana malam yang sepi.

“Seharusnya kau tidur dulu.”

Kai dapat melihat jika wanita yang ada di hadapannya itu membuka sedikit bibir hendak berkata, namun kemudian yang dilakukannya hanya menunduk.

“Maaf …” Ia berbisik.

“Bukan itu yang ingin aku dengar.” Mata Kai menyipit, diikuti dengan gerakan tangannya yang membenarkan cardigan putih berbulu yang dipakai wanita itu.

“Malam begitu dingin, kenapa memakai pakaian setipis ini?”

Ia tak habis pikir. Bisa-bisa kekasihnya itu akan mudah sakit jika dirinya tidak memperhatikan hal sekecil ini.

“Kembali ke kamarmu, ganti dengan pakaian yang lebih hangat.”

Perhatian yang diberikan Kai membuat Angelista tidak dapat menahan senyumannya. Ia terlihat jauh lebih manis ketika kedua sudut bibirnya sedang terangkat. Membuat matanya yang tidak terlalu lebar kian menyipit.

“Cukup mendengar suaramu saja, sudah membuat hatiku hangat,” balas wanita itu, mendongak untuk melihat wajah Kai lebih jelas. Di saat kelelahan dan banyak peluh yang membanjiri, ketampanan yang dimiliki Kai tidak pernah berkurang. Bahkan, pesona pria itu semakin terlihat kuat. Rahangnya yang kokoh dan garis wajahnya semakin terlihat menawan, berkilau di bawah sorot terang lampu yang ada di kamar ini.

“Kalau begitu, ikuti perkataanku.”

Angelista mengangguk. “Aku akan kembali ke kamarku … setelah kau memberikan kecupan selamat malam.” Ia tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang putih.

Kai mendengkus. “Aku kotor.”

“Kalau begitu, biar aku yang melakukannya. Menunduk!” perintah sang wanita sembari mengunyah tawa.

Dan yang dilakukan Kai setelah itu hanya memutar kedua bola matanya. Ia sedikit merendah, mendaratkan bibirnya pada dahi Angelista. Yang berhasil membuat wanita itu mematung. Tak lama kemudian wajahnya bersemu, kian memerah saat menatapnya.

“Tidak ingin pergi? Atau kau ingin melihatku mandi?” bisiknya yang membuat Angelista cepat-cepat beranjak.

.

.

.

Nathalie pikir, meletakkan ponsel di samping tempat tidur bukanlah hal yang tepat. Benda itu sudah bergetar dan diam, dan dalam hitungan detik berikutnya kembali bergetar. Membuat dirinya yang masih bergelung nyaman dengan selimut mendengkus kasar. Tangannya menggapai-gapai di mana ponselnya berada. Kemudian menggeser layar dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

“Sialan, kau merusak pagiku yang damai!” hardiknya pada seseorang yang ada di balik telepon.

“Oh, aku tidak lupa jika kau akan berangkat jam sembilan nanti. Namun, ada hal yang harus kau ketahui sekarang. Jadi, cepat berangkat lebih awal!” Suara pria yang ada di seberang telepon itu terdengar memerintah.

“Persetan dengan itu! Aku tetap akan berangkat sesuai jam kerjaku.”

“Ck! Dasar kepala batu. Kau akan sangat terkejut ketika mengetahui hal ini.”

Nathalie mendecih tidak peduli. “Ya ya. Simpan informasimu itu sampai aku datang, selamat bekerja.”

Sambungan telepon terputus olehnya. Ia melempar benda persegi empat itu ke atas kasur. Lalu kemudian bangkit terduduk, menatap suasana kamarnya yang hening.

Tak sengaja netra cokelat cerahnya mengarah pada gaun hitam yang menggantung di belakang pintu kamar. Yang seketika mengingatkan dirinya akan apa yang terjadi malam itu.

“Nasib buruk apalagi yang menimpaku hingga bertemu dengannya.” Ia memijat pelan dahinya, kedua matanya kembali terpejam.

Kai. Sudah lama ia menghapus nama itu dari isi kepalanya. Sejak kejadian yang membuat ia tidak bisa menaruh kepercayaan lagi pada pria itu. Hubungan yang terjalin selama tiga tahun dengan Kai, sebelum kemudian mereka memutuskan untuk berjalan ke jenjang yang lebih serius. Semuanya yang telah dilalui bersama tidak pernah lagi berarti, ketika ia mengetahui kenyataan yang ternyata tidak pernah diutarakan oleh Kai.

Tiga hari menjelang pernikahan. Dinding kepercayaan yang telah ia bangun dengan sangat kokoh, dengan mudahnya hancur hanya dalam hitungan detik. Bukan karena orang ketiga atau Kai yang berselingkuh di belakangnya. Namun, suatu hal lain yang lebih dari itu dan terlalu sulit untuk dijelaskan hanya dengan kata-kata.

Mengingatnya saja, kepalanya serasa berdenyut. Ingatan buruk kembali memenuhi isi kepala.

“Ini bukan saatnya untuk memikirkan masa lalu,” ujarnya pada diri sendiri. Ia menarik napas dalam, dan segera beranjak dari tempat.

.

.

.

Suasana NDN Press hari ini sedikit berbeda dari yang biasa. Beberapa orang tampak sedang berbisik dengan pandangan yang mengarah padanya. Dan itu bukan karena berita baru atau hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Mereka sedang membicarakannya, Nathalie tahu itu. Meski ia tak tahu apa yang menjadi penyebab utamanya.

Ia tidak ingin ambil pusing. Dan dengan segera membawa kakinya menuju ruangan di mana kedua teman berisiknya sudah menunggu.

“Nathalie!” pekikkan histeris dari satu-satunya pria yang ada di ruangan itu membuat wanita yang baru saja datang mengelus pelan dadanya.

“Bisakah kau sedikit lebih tenang?! Sejak pagi kau terus membuatku kesal!” Ia mendengkus, berjalan menuju mejanya. “Hal besar apa yang ingin kau beritahukan padaku?”

Ia mengalihkan pandangannya pada Jordi, yang kini beringsut mendekat padanya. Tatapan pria itu menyimpan banyak hal yang ingin dikatakan.

“Kau … apa yang kau lakukan pada CEO Hyden itu sehingga dia mengakuisisi gedung ini?”

“Mengakuisisi?” Ia mengulang perkataan Jordi. Raut terkejutnya ia sembunyikan dengan baik.

Jordi mengangguk. “Waktu itu kau yang mewawancarai dia, bukan? Apa kau membuat masalah dengannya sehingga ia melakukan hal ini?”

Sungguh tidak dapat diperkirakan. Sebelumnya, ia tahu jika Kai pasti akan berbuat sesuatu setelah malam di mana ia menyinggung harga diri pria itu. Tidak pernah sekalipun Kai akan melepaskan orang yang pernah berhadapan dengannya. Cepat atau lambat pria itu pasti akan melakukan sesuatu padanya, namun ia lebih tidak menyangka jika Kai akan melakukannya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.

Kekuatan pria itu tidak main-main rupanya. Dan Nathalie merasa dirinya tengah menggali liang kuburnya sendiri.

“Nathalie, kau dipanggil CEO baru kita untuk datang ke ruangannya.”

Dan permainan yang lebih serius akan dimulai hari ini.

“Aku akan segera datang,” balasnya pada seorang wanita yang berada di ambang pintu.

“Aku sarankan agar kau lebih berhati-hati dalam berbicara. Kita tidak tahu apa yang akan ia lakukan padamu, dia tidak terlihat seperti orang yang akan memperlakukanmu baik-baik.”

Nathalie mendesah pelan, menghiraukan perkataan Jordi. Ia segera mengambil ikat rambutnya dan berjalan keluar.

.

.

.

“Bagaimana hadiahku?”

Tidak ada yang dilakukan oleh Nathalie selain hanya diam. Tatapannya terlihat tidak senang kala melihat Kai yang kini duduk di kursi CEO lamanya. Pria itu mungkin merasa jika ia sedang berada di atas angin, raut sombongnya terlihat jelas, sangat puas.

“Apa kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan?”

Sudut bibir pria itu tertarik, menyeringai tipis. “Ini adalah hadiah kecil untukmu. Aku belum sempat memberikan sesuatu saat pertemuan pertama kita, kau tidak menyukainya? Apa kau ingin posisi lain? Seperti—“

“Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?” selanya tanpa ekspresi, memotong perkataan Kai dengan berani.

“Dan kau akan melakukan apa yang aku mau?”

Nathalie tersenyum tipis. “Kau tahu jelas jika aku tidak akan pernah melakukannya.”

Dan yang terdengar setelah itu hanyalah kekehan pelan dari pria yang kini beranjak dari tempatnya. Meletakkan kedua tangan pada meja untuk menyangga tubuhnya yang terbalut setelan jas hitam. Dasi bergaris biru gelap yang dipakainya terlihat miring, menandakan jika Kai terburu-buru datang kemari.

“Ternyata … kau sudah dewasa tanpa pengawasanku,” desisnya.

Mengundang decihan kecil yang keluar dari bibir tipis Nathalie.

“Aku bukan balita yang perlu kau awasi.” Ia bersedekap. “Hanya karena malam itu, kau sampai mengakuisisi press yang bahkan tidak bangkrut? Apa aku menyinggung perasaanmu?”

Nathalie tersenyum miring. Memperhatikan rahang Kai yang tiba-tiba mengeras.

“Kau berpikiran terlalu sempit. Hyden adalah perusahaan raksasa sekaligus terbaik di negara ini, nama press akan semakin naik saat aku mengambil alih. Lagi pula, tidak ada yang keberatan dengan hal ini. Kenapa kau yang bahkan hanya seorang wartawan kecil tidak terima? Apa kau … takut jika terus bertemu denganku, perasaanmu akan kembali?” Untuk kesekian kalinya, Kai menampilkan smirk kebanggaannya.

Sementara itu, Nathalie masih saja mempertahankan senyumnya. Sama sekali tidak terprovokasi oleh apa yang baru saja Kai ucapkan.

“Kau membuat penjelasan panjang, hanya untuk menutupi kenyataan jika aku menyinggung perasaanmu?” Ia menarik napas, menghembuskannya perlahan. “Sebenarnya, bukan aku yang akan takut jika perasaanku kembali, tapi itu kau.”

Sepersekian detik selanjutnya, Nathalie mengendikkan bahunya acuh. “Aku tidak peduli, kita adalah orang asing sekarang. Kelak, jangan pernah memanggilku tanpa alasan yang jelas, CEO baru.”

Ia berbalik, menyentuh gagang pintu untuk keluar. Namun, tiba-tiba saja pria yang ada di belakangnya itu menarik tangannya dan membuat tubuhnya limbung.

“Ternyata, aku tidak pernah dapat menyembunyikan sesuatu darimu, ya.”

Kai menarik pinggang ramping Nathalie dengan cepat. Mendekatkan wajahnya dan menghapus jarak di antara mereka.

“Kau! Apa yang kau lakukan padaku!?” Wanita itu memberontak, mendorong pria itu sekuat tenaga.

“Sudah lama kita tidak melakukannya.” Kai berbisik, napasnya yang hangat menerpa kulit leher Nathalie sehingga membuat wanita itu meremang, napasnya terhenti. Seiring dengan tenggorokannya yang tiba-tiba tercekat.

“Ruangan CEO … tidak terlalu buruk.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status