Beranda / Romansa / Mantan Tunangan CEO / 4. Sepuluh Miliar

Share

4. Sepuluh Miliar

Penulis: Onyx Prince
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-08 14:54:53

“Apa maumu?”

Ia berucap sarkas, yang sayangnya malah mengundang kekehan kecil sehingga membuat dirinya mendengkus.

“Kau memang tidak pernah berubah … Thalia,” ujar pria itu nyaris terdengar seperti bisikan.

“Tidak ada Thalia di sini. Kau mengenali orang yang salah.”

Nathalie mempertahankan wajah datarnya. Sekilas, ia sempat melihat jika Kai yang kini beranjak dari tempat duduk itu menaikkan salah satu alis.

“Siapa pun namanya, aku tidak peduli. Karena kalian adalah orang yang sama.”

Seringai yang ditampilkan oleh pria yang berjarak beberapa langkah darinya itu sama sekali tidak berubah. Tiga tahun tidak bertemu, ia masih tetap sama, baik sifat maupun tindakannya.

Dan sialnya lagi, dirinya terjebak di sini dan tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri. Tanpa sadar, kedua tangannya telah mengepal erat.

“Aku bisa melaporkanmu atas tindakan kurang ajar ini,” ancamnya.

Tidak merasa takut. Kai yang ada di hadapannya itu masih tetap tenang, ia bahkan semakin menaikkan seringainya kala melihat wajah Nathalie yang memerah. Bukan, bukan memerah karena salah tingkah atau malu. Sebaliknya, wanita itu mati-matian sedang menahan emosi yang siap meletus.

“Laporkan saja,” balasnya seringan kapas.

Sementara Nathalie mendecih. Ancaman sekelas teri darinya tidak akan berpengaruh pada pria arogan seperti Kai. Di negara ini, siapa pun yang memiliki kuasa dan jabatan tinggi, tidak perlu mencemaskan sesuatu dalam hidupnya. Semuanya uang yang berbicara.

“Buka pintunya, dan aku akan melupakan masalah ini," putus Nathalie pada akhirnya. Ia menaikkan salah satu alis ketika melihat Kai bergerak, membuka laci meja kerjanya, merogoh sesuatu dari dalam sana dan tidak melepaskan pandangan darinya.

“Kuncinya ada padaku … kau harus mengambilnya sendiri jika ingin keluar. Dan tentu saja itu tidak akan mudah," ujarnya dengan nada yang membuat Nathalie merasa muak.

Si berengsek ini.

Nathalie tidak berencana untuk terkurung di sini terlalu lama. Terlebih pada ponselnya yang sedari tadi bergetar. Atasannya terus menghubungi, dan ia tidak memiliki cara lain selain mengikuti permainan yang dimulai oleh pria menyebalkan ini.

“Apa maumu?” 

Untuk yang kedua kalinya, ia kembali melayangkan kalimat yang sama.

“Sejak tadi kau belum menyebut namaku, apakah kau telah lupa?”

Demi Tuhan, pertanyaan konyol apa lagi ini, batin Nathalie menjerit.

“Kau beruntung. Namamu terlalu pasaran sehingga aku mudah mengingatnya.”

Kai menghela napas pendek. “Tiga tahun tidak bertemu, beginikah caramu menyambutku?”

Nathalie tidak sadar jika ia menautkan kedua alisnya hingga hampir menyatu. Tidak mengerti mengapa tiba-tiba Kai berucap omong kosong seperti ini. Pria itu bukan keluarganya, apalagi kekasihnya. Haruskah dirinya antusias saat mendengar kabar kembalinya dia?

“Aku tidak memiliki waktu untuk mengurusi hal-hal tidak penting,” balasnya datar.

“Kau boleh pergi setelah menyetujui ajakan makan malam denganku,” kata pria itu seraya memainkan kunci yang ada di tangannya. Memutar-mutarnya dengan tenang.

“Itu paksaan?”

CEO muda itu menggeleng. “Tidak. Ini perintah.”

“Aku tidak dapat membedakan keduanya.”

“Keduanya terdengar mirip? Semua perintahku bersifat memaksa, kau tak dapat menyangkal.”

“Kau pria berengsek.”

Kai terkekeh pelan. “Itu nama tengahku.”

Wanita itu membuang napas kasar. Ia mengangkat ponselnya yang sedari tadi terus bergetar.

“Ya, Aris?” Ia melirik ke arah pria yang ada di depannya itu sejenak. “Aku akan kembali dalam sepuluh menit,” balasnya pada seseorang yang ada di seberang telepon.

Pip.

Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Menatap bosan pada pria yang kini sedang menyeringai licik padanya.

“Berikan kuncinya padaku.”

“Kau tidak akan pernah menyesali keputusanmu.” Kai menipiskan bibirnya. Detik berikutnya, dengan santainya ia melempar kunci di tangannya yang berhasil ditangkap Nathalie dengan mudah. Diam-diam ia memuji kecakapan wanita itu.

Nathalie menatap pria itu sinis. Tanpa mengucap sepatah kata, ia segera berbalik dan membuka pintu yang terkunci dengan sedikit terburu-buru.

“Jam delapan malam, restoran yang biasa kita datangi.”

.

.

.

Nathalie tidak pernah percaya dengan yang namanya keberuntungan, karena dia tidak pernah merasakan apa arti dari kata tersebut dalam hidupnya. Seperti sekarang, dengan dress hitam selutut yang ia kenakan, dan sepatu dengan hak rendah ia mulai berjalan memasuki restoran yang ada di depan matanya. 

Dari sekian dress yang ia punya, dirinya lebih tertarik untuk memakai warna hitam. Terkesan tenang sekaligus menantang. Sehingga mengundang beberapa pasang mata untuk meliriknya, sekadar membatin atau menatap dirinya aneh. 

Dari kejauhan, ia dapat melihat Kai yang duduk dengan pandangan keluar, menatap pemandangan malam lewat kaca bening di sebelahnya. Tak lama kemudian ia menoleh, menyadari kehadirannya. 

"Aku pikir kau tidak akan menepati janji." 

Nathalie mendengkus samar. "Aku tidak pernah mengingkari janji, apalagi berbohong." 

Dalam beberapa saat, Kai tampak terdiam. 

"Makanlah," ujarnya beberapa detik kemudian.

Nathalie menatap steak lada hitam yang ada di meja dengan tatapan gamang. Kai masih mengingat makanan kesukaannya. Dan tidak ingin berpikir lebih dalam, tanpa basa-basi ia segera mengulurkan tangannya, menikmati steak yang tersaji sesegera mungkin. Agar cepat keluar dari tempat ini. 

Diam-diam Kai memandangi wanita yang ada di depannya dengan penuh. Nathalie terlihat lebih kurus dari tiga tahun lalu. Entah dia sedang diet atau memang terlalu memikirkan banyak hal. 

"Apa?" 

Kai terperangah, ia tertangkap basah sedang memperhatikan wanita itu yang baru akan menyuapkan potongan steak ke dalam mulut. 

"Hn?" 

Menggelengkan kepalanya pelan, Nathalie lantas mengambil gelas berkaki yang ada di sampingnya dan meminum isinya beberapa teguk.

"Katakan saja apa tujuanmu, kau bukan orang yang suka berbasa-basi dan mengajak makan malam tanpa alasan." 

Kai tersenyum samar. Wanita ini masih sangat mengerti dirinya. Membuatnya tidak dapat bersembunyi lagi. Ia menegakkan bahu, mengambil sebuah kertas dari balik saku dalam jasnya dan meletakkannya di meja. Tepat di depan Nathalie.

Wanita itu menatap datar kertas cek dengan angka nol yang mendominasi. Kemudian tatapannya beralih pada Kai yang kini melipat kedua tangannya dengan angkuh.

"Sepuluh miliar. Aku akan memberimu kesempatan untuk kembali padaku." 

Sesaat, alis Nathalie berkerut, dirinya tidak tahu harus berkata apa. Tanpa sadar ia sudah meremas ujung dressnya.

"Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu dengan mudah? Kau lupa jika dirimu masih memiliki seorang kekasih, Kai?"

Untuk pertama kalinya. Wanita itu memanggil nama pria yang ada di hadapannya setelah beberapa tahun berlalu. 

"Kau takut jika Angelista akan cemburu? Tenang sa—"

"Tidak. Untuk apa aku harus mengkhawatirkan hal bodoh itu? Selain itu, bukankah kau yang akan terkena dampaknya? Bagaimana jika ia memutuskanmu dan lebih parahnya lagi, dia menamparmu? Hubungan kalian akan berakhir sia-sia. Dia adalah wanita terbaik dalam hidupmu." 

Kai menyeringai tipis. Setipis mungkin sehingga Nathalie tidak menyadarinya. 

"Jika itu yang kau masalahkan, maka tenang saja, dia sangat mengerti diriku. Dan, dia tidak akan pernah menamparku, dia wanita lemah lembut," balas Kai menekankan setiap kata-katanya. 

"Jadi ... kau akan menyetujuinya?" lanjut pria itu. Menggapai wine miliknya dan menyesapnya perlahan. Membiarkan wanita yang masih terdiam itu berpikir. 

Nathalie tiba-tiba tersenyum. Tangannya terulur untuk mengambil cek tersebut. Dan Kai tidak dapat untuk tidak semakin melebarkan seringainya. 

"Apa kau tahu? Ada beberapa wanita yang tidak menyukai cara rendahan seperti ini." Ia membolak-balikkan cek yang ada di tangannya dengan hati-hati. 

Membuat pria yang ada di hadapannya menipiskan bibir. "Dan kau bukan termasuk salah satunya, kan?" 

Wanita itu mengangguk. "Aku memang bukan salah satunya ..." 

Ia memandang Kai dengan tatapan dingin.

"... dibanding dengan sebutan rendahan. Aku lebih merasa jijik dengan caramu. Sangat menjijikkan sehingga aku ingin kembali menamparmu ... seperti dulu." 

Meski agak terkejut, namun Kai dapat menyembunyikan ekspresinya dengan pintar. Ia tidak percaya jika Nathalie akan merobek cek yang ada di tangannya dengan tenang. Lalu memasukkan potongan kertas itu ke dalam gelas wine miliknya. 

Wanita itu tersenyum puas. 

"Aku masih berbaik hati memberimu muka dan tidak menyiram wine itu ke wajahmu. Jangan pernah berharap lebih. Di mataku yang sekarang, kau tidak lebih dari seorang pria berengsek." 

Ia beranjak dari tempat duduknya. Menyahut tas tangannya dan melangkah pergi dari restoran ini.

"Nikmati sepuluh miliarmu. Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi ..." 

Ia berhenti sejenak di samping Kai.

"... bedebah." 

Dan yang terdengar setelah itu hanyalah suara sepatu Nathalie yang perlahan mulai menjauh. Meninggalkan Kai yang masih tak berkutik di tempat. 

Pandangannya tiba-tiba menggelap. Diraihnya ponsel keluaran terbaru miliknya yang ada di atas meja dan menghubungi seseorang.

"Lakukan, dalam lima menit," desisnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
kenapa Kai? gapunya muka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mantan Tunangan CEO   166. Keluarga Kecil

    Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me

  • Mantan Tunangan CEO   165. Anggota Baru

    Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in

  • Mantan Tunangan CEO   164. Tertangkap Basah

    Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya

  • Mantan Tunangan CEO   163. Di Atas Rialto Bridge

    "Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin

  • Mantan Tunangan CEO   162. "Kau mau melakukannya?"

    "Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s

  • Mantan Tunangan CEO   161. Pengganggu bagi Kai

    Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status