"Tante..," panggil Sahara lalu berdiri dan segera mengajak Nurmala duduk. "Miko sih gak bilang kalau mau ajak Tante," ucap Sahara. "Mau sarapan sekalian, Tan?" tanya Sahara.
"Gak usah, Tante udah makan tadi," jawab Nurmala."Sahara, hari ini kamu gak usah masuk kerja. Kamu temani saja mama," kata Miko lalu pamit.Sahara kesal dengan Miko seenaknya sendiri mengambil keputusan. Mana Sahara belum siap jika harus ngobrol lama dengan Nurmala."Mama... Dia siapa?" tanya Naura yang baru saja ke luar dari kamar."Ini Oma Nurmala, Mamanya Om Miko, sayang," jawab Sahara. Sahara mengajarkan agar Naura salim pada Nurmala.Selesai sarapan, Sahara dan Nurmala mengobrol di ruang keluarga. Sementara Naura sedang mandi bersama pengasuhnya."Miko sudah banyak cerita soal kamu dan juga Naura," ucap Nurmala. "Sepertinya Miko sudah tergila-gila dengan dirimu," sambung Nurmala.Sahara merasa malu mendengar ucapan Nurmala."Kenapa sampai detik ini kamu belum menerima cintanya Miko?" tanya Nurmala.Sahara bingung harus jawab apa, namun dia harus jujur. Agar tidak ada masalah lagi di kemudian hari."Tante bisa lihat sendiri keadaan saya, saya bukan single lagi," jawab Sahara. "rasanya tak pantas bersanding dengan Miko," sambung Sahara."Pemikiran kamu sama seperti papanya Miko. Awalnya dia juga berpikir seperti kamu, namun bagiku berbeda. Apapun statusnya kalau saling cinta tak ada masalah," ucap Nurmala. "Alhamdulillah Mas Hilman sekarang sudah setuju," sambung Nurmala.Sahara semakin bingung harus menanggapi apa mengenai hal ini. Dia masih tak menyangka kalau Nurmala akan membuka hatinya untuk seorang Sahara."Semua orang punya masa lalu, Sahara. Tapi bukan berarti dia tak pantas untuk bahagia di masa depan," kata Nurmala. "Saat ini kamu pikir kamu bisa menjaga Naura sendiri tanpa papanya tapi nanti belum tentu kamu bisa," kata Nurmala.Apa yang dikatakan Nurmala benar, saat ini saja Sahara tak bisa melakukannya sendiri. Demi menutupi semua dia harus bersandiwara."Aku harap, kamu mau menerima Miko. Kasihan dia kalau harus menunggu kamu lebih lama lagi," kata Nurmala.Tiba-tiba Naura datang, dia sudah tampak cantik. Nurmala memangku Naura dan menciumi ke dua pipi Naura."Naura mau gak main ke rumah Oma?" tanya Nurmala."Mau, Oma," jawab Nurmala."Ajak Mama ya ke rumah Oma. Nanti Oma buatin kue," kata Nurmala."Mama...mama ayo ke lumah Oma. Naula mau makan kue," pinta Naura dengan gaya cadelnya."Iya, nanti ya kalau mama libur kerja," kata Sahara.Naura tampak kecewa, Sahara belum siap jika harus ke rumah Miko. Apalagi bertemu dan Hilman. Rasanya Naura takut jika Hilman akan menanyakan masa lalu Sahara."Sahara, hari ini kamu kan libur. Bagaimana kalau sekarang saja?" tanya Nurmala."Hah sekarang?" tanya Sahara."Iya, Ma. Sekarang ya, Ma," bujuk Naura.Akhirnya Sahara mengalah, sebelum ke rumah Nurmala mereka membeli bahan kue dan masakan.Sampai di rumah Nurmala, tak ada Hilman. Dia sedang ke kantor sehingga Sahara sedikit lega.Mereka membuat kue, lalu di sambung dengan masak untuk makan siang. Naura tampak akrab sekali dengan Nurmala."Sahara, kamu pandai sekali memasak. Siapa yang mengajari kamu?" tanya Nurmala saat mencicipi masakan Sahara."Hanya belajar dari ponsel, Tante," jawab Sahara."Tante senang kalau ada temannya memasak. Nanti pas makan siang, Miko dan Mas Hilang pulang, mereka pasti suka masakan kamu," ucap Nurmala.Sahara menjadi kembali panik, dia takut jika Hilman bertanya aneh-aneh. Sahara benar-benar belum siap dengan semuanya."Sahara, kamu kenapa?" tanya Nurmala yang melihat perubahan wajah Sahara."Tidak, Tante," jawab Sahara.Mereka menyiapkan makan siang, sesekali mereka mengobrol soal makanan. Tepat saat jam makan siang, Miko dan Hilman datang. Hilman tampak terkejut melihat ada Sahara dan Naura."Om Miko, cobain kuenya. Ini Naula yang buat sama mama dan Oma," kata Naura menyodorkan sepotong kue ke mulut Miko.Miko mencomotnya, dia mengangguk tanda bahwa kuenya enak. Naura senang sekali, berbeda dengan Hilman yang tampak biasa saja."Om Miko, dia siapa?" tanya Naura sambil menunjuk Hilman."Kenalkan, ini Opa Hilman. Beliau papanya Om Miko," jawab Miko. Naura langsung saja mendekati Hilman dan mengulurkan tangannya. Hilman meraih tangan kecil Naura."Senang belkenalan dengan Opa Hilman," ucap Naura.Mereka lalu ke meja makan, Nurmala mengatakan bahwa masakan di meja makan ini merupakan karya Sahara. Miko langsung saja mencicipi makanan."Wah enak ini, lebih enak dari masakan mama," puji Miko. "Papa harus coba," kata Miko melirik sang papa.Hilman segera makan, dia mulai merasakan masakan Sahara."Bagaimana, Pa? Enakkan?" tanya Nurmala.Hilman hanya mengangguk, dia tak bersuara. Sahara merasa lega namun dia tetap harus waspada.Mereka makan sambil sesekali mengobrol, mereka banyak membicarakan soal Miko yang suka pilih-pilih makanan."Kalau Sahara yang masak pasti Miko gak bakal lagi pilih-pilih makanan," ucap Nurmala. "Masakan Sahara kan enak," sambungnya."Tante bisa saja," sahut Sahara.Sejak tadi antara Miko dan Nurmala tampak berlomba-lomba memuji Sahara. Sahara merasa kalau mereka tengah membujuk Hilman agar bisa menerima Sahara."Pa, benar kan kata Miko. Masakan Sahara lebih enak dibandingkan masakan mama?" tanya Miko."Ya sama sajalah," jawab Hilman. "Tapi bagi papa tetap nomor satu yang enak masakan mama kamu," sambung Hilman."Bilang aja papa gak mau jujur karena takut mama marah," ujar Miko tersenyum."Kamu itu sok tahu," kata Hilman.Perlahan rasa takut Sahara pada Hilman mulai hilang. Apalagi setelah Hilman membuka suara, sepertinya tidak semenakutkan pikiran Sahara."Opa Hilman, punya mainan gak?" tanya Naura."Ya gak punya Naura," jawab Hilman. "Minta Om Miko tuh, mainannya banyak. Tapi ya mobil-mobilan," sambung Hilman."Ya gak mau, Naula cewek masak mobil-mobilan," kata Naura."Bagaimana kalau Om belikan boneka besar?" tanya Miko."Udah punya, di kasih sama Pakde," jawab Naura.Nurmala melihat ke arah Sahara, seakan bertanya soal Pakde."Oh itu suaminya kakakku, Te," kata Sahara."Dimana orang tua kamu tinggal?" tanya Hilman."Kota Y, Om," jawab Sahara. "Kemarin kami baru ke sana jenguk beliau," sambung Sahara."Oh gitu," kata Hilman. Hilman melanjutkan makannya, dia tampak puas dengan jawaban Sahara.Setelah selesai makan, mereka berkumpul di ruangan keluarga. Naura tampak asyik bermain dengan Nurmala."Miko, kapan kamu ajak papa menemui orang tua Sahara?" tanya Hilman.Sahara terkejut mendengar pertanyaan Hilman. Padahal yang di tanya Miko bukan dirinya."Tunggu sampai Sahara mau terima aku, Pa," jawab Miko sambil melirik Sahara."Sahara, apa lagi yang kamu tunggu? Apa kamu tak kasihan melihat Miko jadi bujang tua?" tanya Hilang. "Segeralah menikah, dan berikan aku cucu laki-laki," kata Hilman.Seketika semua mata tertuju pada Hilman. Namun, Hilman malah santai saja."Kenapa kalian menatap aku seperti itu? Bukannya kalian sudah kenal lama?" tanya Hilman."Aku kira papa akan menentang hubungan kami," ucap Miko."Ah...kamu terlalu berburuk sangka," ucap Hilman. "Jangan-jangan kamu juga berpikir seperti itu, Sahara," sambung Hilman.Miko senang Hilman setuju jika dia menikah dengan Sahara. Hanya saja dia masih belum mendapatkan jawaban dari Sahara.Hari sudah siang, Miko dan Hilman juga harus kembali ke kantor. Miko ke kantor sekaligus mengantar Sahara pulang."Aku jadi bingung," kata Sahara."Bingung kenapa?" tanya Miko."Kalau orang tua kamu bertemu orang tuaku, otomatis semuanya terbongkar. Orang tuaku tahunya kita sudah menikah sejak tiga tahun lalu. Sementara orang tua kamu tahunya kita belum menikah," jawab Sahara."Benar juga, apa sebaiknya kita jujur pada orang tua kamu?" tanya Miko."Pasti mereka akan marah kalau tahu masalahku. Bagaimana tanggapan orang tua kamu? Kalau tahu semuanya," jawab Sahara."Memang rumit," ucap Miko.Mereka telah sa
"Kalian benar-benar gila," ucap Hilman. "Terlebih kamu, Miko. Kenapa kamu malah menjadi pecundang," bentak Hilman. "Mau di taruh mana mukaku ini jika nanti bertemu orang tua Sahara," sambungnya."Sudahlah, Pa. Semua sudah terjadi," sahut Nurmala."Memalukan sekali," ucap Hilman. "Cepat ajak papa temui orang tua Sahara, Papa gak mau kalau sampai mereka menganggap keluarga kita tak bertanggung jawab," kata Hilman. "Iya, Pa. Nanti Miko atur waktunya," ucap Miko."Jangan nanti-nanti, Papa mau besok kita ke rumah orang tua Sahara," kata Hilman."Tapi Pa...," Ucapan Miko disela Hilman."Gak ada tapi-tapian," bantah Hilman.Miko pasrah, mereka akan ke rumah Sahara besok. Terpaksa mereka datang berempat, ini masalah orang dewasa sehingga Naura tak diajak.**"Miko, soal di rumahku, aku mau kamu atasi lagi. Kamu yang punya ide konyol ini," kata Sahara saat Miko mengantarkannya pulang."Tenang saja," ucap Miko santai.Sahara takut jika orang tuanya akan menentang pernikahan mereka nanti. Apala
Terlanjur malu, Salman memilih segera ke kamar. Dia gak mau kalau sampai Lusi meledeknya.Sementara itu, Wahyu dan Kamila tengah menemui Dokter kandungan. Mereka melakukan berbagai tes."Dari hasil tes semua bagus, kandungan Bu Kamila juga subur," ucap Dokter. "kalian baru menikah beberapa bulan, jadi wajar kalau belum hamil. Bersabar dan terus berusaha ya," ucap Dokter.Kamila senang hasilnya baik, namun raut wajah Wahyu justru berbeda. Wahyu seperti memikirkan sesuatu."Mas, kamu kenapa?" tanya Kamila. "Kamu tampak sedih sekali," sambung Kamila."Tidak apa-apa," ucap Wahyu.Sampai di rumah, ternyata Mama Wahyu datang. Kamila segera mengajak sang mertua masuk ke dalam rumah."Kalian dari mana?" tanya Yulia--Mama Wahyu."Dari dokter kandungan, Ma," jawab Kamila."Kamu hamil?'' tanya Yulia."Belum, Ma. Hanya periksa saja kesehatan kami," jawab Wahyu."Wahyu, mama kan sudah bilang. Kamu harus segera punya momongan. Ingat kamu anak mama satu-satunya jadi kamu harus kasih mama momongan. A
Setelah dua hari kedatangan Miko dan keluarganya, kini Miko datang lagi bersama Sahara dan Naura. Tak lupa Miko membelikan makanan kesukaan Salman."Kamu kira aku bisa disogok," sinis Salman saat Miko menyodorkan makanan kesukaan Salman. "Bawa pulang aja kembali aku gak butuh," sambung Salman.Miko meletakkan makanan itu di meja."Maafkan saya, Pa. Saya tahu saya salah. Tapi izinkan saya memperbaiki semua," kata Miko."Tak semudah itu," ucap Salman. "kamu datang ke sini untuk membujukku, kan? Kamu salah, tak semudah itu aku bisa terima kamu," kata Salman."Udah dong, Pa. Kasihan Miko loh," ucap Lusi. "Ini Kamila juga udah aku suruh ke sini, kok belum juga datang sih," kata Lusi mengalihkan pembicaraan."Anak itu jangan diharapkan lagi, sejak menikah dia malah lupa pulang," ucap Salman. "Punya dua anak perempuan gak ada yang bener," kata Salman.Sahara yang mendengar hanya diam saja. Dia merasa kasihan pada orang tuanya. Namun, dia tidak bisa jika harus menemani mereka.Meskipun Salman
"Papa...ada apa teriak-teriak," teriak Lusi sambil berusaha membuka pintu.Tidak berapa lama pintu terbuka, mereka bertiga keluar dalam keadaan baik-baik saja. Hal itu membuat Lusi merasa lega."Ma, Kami pamit ya," kata Sahara.Naura yang sudah berada di dekat Lusi segera pamit pada Salman dan Salman.Dalam perjalanan pulang, Sahara terus memikirkan permintaan Salman. Dia masih belum bisa jika harus kembali ke rumah itu. Apalagi jika nanti dia harus bertemu dengan Kamila dan Wahyu."Berat ya," kata Miko. "Bisa tidak kamu jelaskan padaku, kenapa kamu enggan tinggal bersama mereka?" tanya Miko. "Ada banyak alasannya, tapi aku belum bisa menjelaskannya sama kamu," jawab Sahara. "Nanti kalau aku sudah siap akan aku jelaskan," sambung Sahara.Miko tak dapat memaksa Sahara, dia akan menunggu Sahara sampai Sahara siap untuk menceritakan semua padanya. Apalagi mereka sudah memutuskan akan menikah, Miko harus tahu semua tentang Sahara dan Naura. Terlebih lagi tentang siapa ayah biologisnya Na
Tak tinggal bersama mertua saja sudah membuat Kamila naik darah. Bagaimana jika dia tinggal serumah dengan Yulia? Dia pasti tak akan betah.Tak ingin memikirkan soal Yulia, Kamila memilih menutup pintu kamar dan segera istirahat. Dia tak ingin stres hanya karena memikirkan sikap Yulia.Sementara itu, Miko dan Sahara tengah menyusun rencana untuk datang kembali ke rumah Salman.Sahara sengaja belanja bersama Naura siang itu. Namun, dia dikejutkan oleh suara laki-laki yang tak asing baginya."Belanja ya," sapa Wahyu."Iya, Mas. Mas Wahyu dengan siapa ke sini?" tanya Sahara melihat kanan kiri tak ada Kamila ikut serta."Sendiri," jawab Wahyu.Wahyu ternyata diam-diam selalu mengawasi Sahara. Bahkan dia tahu kalau Sahara dan Miko akan menikah."Aku dengar kamu akan menikah dengan Miko, kenapa kamu bohong?" tanya Wahyu."Aku dan Miko sebenarnya sudah menikah secara agama. Namun, baru kali ini kami akan meresmikan pernikahan kami," jawab Sahara. "Mama dan papa juga sudah tahu semuanya," kat
Gedoran demi gedoran terdengar, tapi Kamila dan Wahyu malah asyik di kamarnya. Sementara itu, tetangga Kamila merasa terganggu dengan suara Yulia."Tante, kalau mertamu jangan terlalu pagi. Orangnya pasti masih tidur," kata tetangga Kamila. "Jangan berisik juga, ganggu yang lain," sambungnya."Biarin saja, ini rumah anakku," bantah Yulia.Setelah hampir 15 menit menunggu, tiba-tiba Wahyu membuka pintu. Yulia langsung nyelonong masuk ke dalam."Kalian ngapain aja sih? Mama sampai malu karena ditegur tetangga," kata Yulia."Makanya jangan kepagian, Ma. Mama juga berisik banget sampai tidur kami terganggu," ucap Wahyu. "Ngapain lagi mama pagi-pagi ke sini? Mau bikinin Wahyu sarapan?" tanya Wahyu setengah mengejek."Istrimu mana? Masa dia masih tidur," ucap Yulia."Lagi mandi," jawab Wahyu.Tidak berapa lama, Kamila datang. Dia segera ke dapur untuk membuatkan sarapan. Dia sedikit acuh dengan kedatangan Yulia.
Yulia semakin murka, dia mengambil pel yang dipegang Kamila dan memukulnya ke pantat Kamila."Auw sakit, Ma. Mama kan jatuh sendiri kenapa marahnya ke aku," bantah Kamila.Kamila langsung saja lari ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Dia langsung menelfon Wahyu dan menceritakan semua. Bukannya marah, Wahyu malah tertawa."Mama ada-ada saja, salah dia sendiri jalan gak lihat-lihat kok malah ngamuk ke kamu," kata Wahyu."Udah kamu di kamar saja dulu," kata Wahyu. "Katanya tadi mau ke rumah orang tuamu, gak jadi?" tanya Wahyu."Gaklah, mana aku berani pergi kalau Mama di rumah," jawab Kamila.Tidak berapa lama terdengar mobil Yulia pergi dari halaman rumah Kamila. Kamila langsung menutup telfonnya dan membereskan lantai yang kotor.**Miko dan Salman bermain catur, sesekali mereka berdebat karena Salman tak ingin kalah."Kamu anak muda tuh ngalah sama yang tua," kata Salman."Ya gak bisa, Pa.