Share

Part 5 Kemarahan Juragan Karta

"Ti-tidak tau tepatnya kapan, Tuan? Saya dan Sarkim baru tau hampir sebulan belakang ini," jelas Kuro kepada sang juragan. 

"Berarti sudah cukup lama si jal*ng Sumi bermain api di belakangku. Mungkin ini yang dimaksud oleh Neng cantik Asih agar aku mengusir si jal*ng itu dari rumahku," gumam Karta, berbicara ke dirinya sendiri. Semakin tergila-gila saja sang juragan kepada perawan tua tersebut. 

Karta lantas memberikan perintah kepada Sarkim dan Kuro. 

"Nanti, saat kita masuk, jangan dikasih kesempatan bagi mereka untuk mengelak. Tangkap dan langsung seret, jika perlu maneh berdua aing persilahkan untuk memakai kekerasan."

"Tabeee ... Juragann."

"Di mana si babu Syarief tinggal?" 

"I-itu, Juragan. Di pojok yang paling kiri," jawab Kuro lagi. Karta tidak menjawab, langsung menuju ke arah gubuk yang ditunjuk oleh centengnya barusan. 

Satu meter lagi mendekati gubuk tempat Syarif tinggali, hati Karta malah sudah semakin panas membara. Suara Sumi yang berkali-kali mendesah, bahkan menjerit, terdengar sangat jelas di telinganya Karta. 

Tampangnya Karta semakin mengeras, sampai urat-urat di keningnya keluar semua. Sarkim dan Kuro mencoba mengintip dari cela-cela bilik, lantas memberikan kode bahasa isyarat dengan tangannya kepada Karta, apa yang sedang dilakukan Syarif dan Sumi di gubuk, yang setiap dalam gubuknya hanya diterangi oleh cahaya lampu templok.

Juragan Karta yang memiliki harga diri dan kesombongan yang setinggi langit merasa tidak lagi dihargai martabatnya. Dia mengambil sebuah balok kayu sebesar lengan, yang biasa dipakai buat kayu bakar dan langsung berjalan memutar ke arah depan gubuk. Amarahnya sudah menggelegak. 

Didobraknya kencang dengan menggunakan kakinya, pintu gubuk yang hanya terbuat dari lembaran papan tua hingga langsung terbuka dengan papannya yang langsung hancur remuk. Terdengar suara Sumi yang langsung menjerit ketakutan. 

Keduanya terlihat sedang tanpa busana di atas sebuah dipan bambu, langsung terlonjak melihat kedatangan sang juragan yang tiba-tiba. Pemandangan yang tidak se*onoh membuat Karta tidak lagi bisa berpikir panjang. 

Diayunkannya balok di tangan dengan membabi buta kepada kedua pasangan yang sedang berbuat m*sum tersebut. Jerit ketakutan dan kesakitan mulai terdengar membelah langit, diiringi dengan permohonan pengampunan. 

Betapa sebuah keadaan bisa berubah sangat cepat. D*sah ke*ikmatan berganti dengan jerit kesakitan yang memilukan. 

Syarif yang menjadi incaran utama keberutalan Juragan Karta. Pukulan balok kayu berkali-kali menghantam tubuhnya hingga sampai tergeletak tak berdaya. Sementara Sumi menangis kesakitan di sudut ruangan sembari memegangi kepalanya, yang juga terkena hantaman dari suaminya Karta. Darah sudah membasahi seluruh wajahnya. Rambut panjangnya yang dahulu tergerai indah kini terlihat berantakan. 

"Seret mereka berdua, bawa ke depan halaman depan, biar dilihat oleh semua warga," perintah Juragan Karta dengan nafas terengah-engah karena kelelahan setelah habis memukuli Syarif dan Sumi. 

Di depan gubuk sudah berkumpul babu-babu yang lain, mereka semua terbangun karena mendengar jeritan Sumi dan Syarif. Terdengar berbisik-bisik satu sama lain, setelah mereka mengetahui jika perbuatan zi*ah keduanya dipergoki langsung oleh Juragan Karta. 

Hanya seorang babu yang sudah berusia lanjut menyaksikan kejadian menghebohkan ini hanya dari kejauhan. Dia hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa. Dialah, Mak Ncum, emak kandungnya si Syarif. Pemuda yang kepergok sedang berhubungan mesum dengan istri dari majikannya sendiri. 

Sarkim dan Kuro yang sedari awal kejadian hanya diam saja menyaksikan Juragan Karta mengamuk, memukuli secara membabibuta mulai mendekati Syarif dan Sumi sesuai perintah sang juragan. Namun kembali terdiam, saat keduanya melihat secara dekat istri dari majikan mereka, Sumiarsih. 

Keadaan kedua mahluk yang terpergok sedang beradu hasrat ini sungguh sangat memilukan. Terutama Syarif, yang sekujur tubuhnya terus dihantam balok oleh sang juragan berkali-kali, tanpa berhenti. Sampai sang juragan lelah sendiri. Entahlah, apakah pemuda yang masih berusia belasan tahun itu masih hidup atau sudah berkalang tanah. Karena terlihat tidak bergerak sedikit pun. 

Sumi yang sedari tadi duduk tersudut di pojok kamar sambil menangis ketakutan, mencoba untuk mengambil kain dan kebayanya yang sedari awal sudah ada di lantai yang masih dari tanah. 

Juragan Karta yang melihat istri sirinya Sumi ingin mengambil pakaiannya yang berserak di lantai langsung bergerak cepat. Diinjaknya kain dan pakaian tersebut, sehingga Sumi tidak bisa mengambilnya. Terdengar sumpah serapah Juragan Karta terhadap dirinya. 

"Dasar perempuan jalang! Terakhir kulihat kau sudah tel*njang. Keluar dari rumahku pun kau tetap seperti yang terakhir kulihat!"

"Ampunn, Kang, ampunn ...." Sumi sang mantan primadona penari jaipong sampai bersujud-sujud, meminta Karta untuk mengampuni segala perbuatannya. 

"Apaa ... ampun? Apa kupingku tidak salah dengar?" Karta sampai membungkukkan badannya, sambil tangan kanannya menempel di belakang telinga, seolah-olah tidak mendengar ucapan Sumi. 

"Ampunn, Kang, aku khilaf." Kembali Sumi beralasan. Tubuhnya masih menunduk, kaki dan telapak tangannya sebisa mungkin dia pakai untuk menutupi sebagian tubuhnya. Karta terus membiarkan Sumi tetap dalam keadaan tanpa busana. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status