Share

Part 4 Rumah Babu

Penulis: Pena Asmara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-12 00:42:44

Karta kembali ke depan rumahnya, lantas memanggil kedua centeng yang sedang menjaga rumahnya. Berdiri bertolak pinggang di depan teras rumah. 

"Sarkim! Kuroo!" 

Tanpa menunggu lama, kedua centengnya datang dengan tergopoh-gopoh menghampiri, datang menghadap dengan tubuh terbungkuk-bungkuk. 

"Tabee, Juragan?" tanya Kuro, centeng Karta yang bertubuh kurus tinggi. 

"Nyai Sumi kemana!" tanya Karta dengan membentak. 

"Ti-tidak tau, Juragan."

"Dasarr gob*ookk! Kerja kalian apa di sini! Makan gaji buta, haa!" bentak Karta dengan sangat gusar. 

"Ma-maaf, Juragan. Nyai Sumi tidak ada keluar rumah dari saat kami berjaga di sini, Gan." Sarkim kali ini yang menjawab. 

"Tapi nyai tidak ada!" 

Kedua centeng itu saling melihat satu sama lain, seperti saling memberikan kode, dan Karta membacanya sebagai sesuatu yang seperti dirahasiakan. 

"Kalian berdua pasti tahu sesuatu?" selidik Karta kepada keduanya. 

"Bicara! Atau aing suruh si Rustam buat memenggal kepala kalian?" ancam Karta kepada kedua centengnya tersebut yang langsung pucat setelah mendengar nama Rustam disebut majikannya. Rustam adalah jawara nomor satu yang paling ditakuti di Desa Kemangi ini, rumahnya ada di dekat batas desa. Centeng nomor satu Juragan Karta. 

Kembali kedua centeng itu saling melihat, dan   akhirnya Kuro yang bicara. 

"Mu-mungkin nyai ada di rumah-rumah babu, Juragan," 

"Rumah-rumah babu? Ngapain nyai di situ?" 

"Kami tidak tau, Gan?" 

Rumah-rumah babu adalah tempat yang sengaja Karta bangun untuk para pekerjanya. Baik pekerja lelaki ataupun perempuan. Bentuk bangunannya seperti bedeng-bedeng yang berdekatan, hanya saja semua bangunannya terbuat dari bilik-bilik bambu. Letaknya ada di belakang rumah utama ini, berjarak sekitar 20 meter. Halaman rumah Karta memang sangat luas sekali, semua dikelilingi tembok, dan rumah-rumah babu tersebut berada di ujung batas tembok. 

"Kalian pasti tau, ngapain nyai di situ?" tanya Karta lagi, melangkah mendekati kedua centengnya tersebut. Firasatnya mengatakan, ada sesuatu yang sengaja mereka berdua sembunyikan. Kedua centeng itu masih terdiam. Saling menatap satu sama lain dengan wajah antara bingung dan ketakutan. 

"Jawabb!" 

Plak ... plak

Juragan Karta menghadiahi kedua centengnya tersebut dengan gamparan yang sangat keras, sampai kedua tukang pukul itu mengaduh kesakitan. Sepertinya, kedua centeng itu memang sengaja disuruh untuk tutup mulut oleh seseorang yang sudah memberikan keduanya "uang diam"

"Mu-mungkin a-ada di bedengnya si Syarif, Gan?" jawab Sarkim pelan sambil memegangi pipinya yang terasa panas bekas dari gamparan yang keras. 

Syarif adalah salah satu babu laki-laki usia remaja yang bertugas mencari rumput dan mengurusi domba-domba aduan milik Juragan Karta. Tinggalnya memang di rumah babu-babu. 

Syarif? Buat apa Nyai Sumi di situ?" gumam Karta bertanya-tanya. Hatinya mulai timbul rasa curiga.

"Kalian ikut, aing!" ujar Juragan Karta kepada kedua centengnya tersebut. 

"Tabee, Juragan."

Juragan Karta berjalan terlebih dahulu, melewati samping rumahnya untuk menuju ke pemukiman babu-babu. Dari kejauhan sudah terlihat deretan gubuk-gubuk bambu yang terlihat gelap, dan hanya di terangi dua buah obor, masing-masing satu obor di tiap-tiap ujung pemukiman. 

"Jangan bersuara," bisik sang Juragan kepada kedua centengnya tersebut. Yang hanya dijawab lewat anggukan. Mereka berjalan mengendap-endap, semakin mendekati tempat penampungan. 

Jumlah rumah-rumah babu yang terbuat dari bilik bambu itu  semuanya ada lima gubuk. Mayoritas babu yang bekerja memang perempuan, hanya Syarif saja yang lelaki remaja. Syarif ini adalah anak dari babu yang berusia paling tua, Mak Ncum. Satu gubuk ditempati oleh satu babu. 

Kemarahan Juragan Karta semakin bergejolak, darahnya sudah menggelegak, tetapi coba dia redam. Kali ini, kemarahannya bukan karena cemburu terhadap Syarif dan Sumi, tetapi karena Karta merasa selama ini sudah dibohongi. Dan Karta pun sekarang jadi memiliki alasan yang cukup kuat untuk mencampakkan nyainya tersebut. 

10 meter sebelum mereka sampai, Karta menghentikan langkahnya. Dia sengaja bersembunyi di sebuah pohon tua yang besar. Memang ada puluhan pohon-pohon buah ukuran besar di belakang rumahnya. 

Bisa dibilang, jarak antara rumah induk yang biasa Karta dan Sumi tempati ke pemukiman babu-babu dipisahkan oleh pohon-pohon tua berukuran besar-besar. Layaknya seperti hutan kecil. 

Karta lantas kembali berbicara dengan kedua centengnya tersebut, dengan nada geram. 

"Aing tau, selama ini maneh berdua sudah merahasiakan hal ini sama aing," cabik Karta kepada kedua centengnya tersebut. 

"Ma-maaf, Juragan. Kami dipaksa oleh Nyai Sumi agar tutup mulut," jawab Sarkim takut takut, kedua centeng itu hanya menunduk, tidak berani menatap wajah sang juragan. 

"Baji*g*n, Manehh! Sialan!" geram Karta, dia tidak berani bersuara kencang, karena takut terdengar oleh para babu. Sarkim dan Kuro sampai terbungkuk-bungkuk, tanda mengakui kesalahan mereka. 

"Sudah berapa lama kalian mengetahui hubungan gelap mereka?" tanya Karta lagi. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   Part 30 Hal yang Paling Ditunggu

    Part 30"Nartii ...! Bikinin soto nya tiga!"Narti dan Asih saling berpandangan, seperti tidak percaya jika secepat itu sudah ada pelanggan yang datang ke warung soto miliknya. "Nartii! Ini dagang nggak, sih?" Terdengar teriakan dari ruangan warung bagian depan. "Iya, Kang! Sebentarr!" jawab Narti cepat. Wajahnya terlihat cerah. "Ayuk, Sih ada pelanggan," ajak Narti meminta Asih membantunya melayani pelanggan. "Urang di dapur saja, Sih. Nanti jika Juragan Karta melihat urang, malah tidak jadi makan di sini," jelas Asih kepada Narti. "Terus, ini kuah sotonya bawa ke depan tidak?""Tidak usah, Nar. Biar di sini saja. Masa urang nanti ngangkang di depan banyak orang?"Narti tertawa kecil mendengar ucapan Asih, dan memang benar. Rahasia dagangnya ini jangan sampai diketahui oleh orang lain selain hanya dia dan Asih. "Nartii ...! Maneh pingsan di dalam!" Si pelanggan yang Narti tahu itu suara dari Kang Kosim memanggilnya kembali. Dan Kosim ini boleh dibilang mungkin jarang sekali mak

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   Part 29 Memulai Rencana

    Part 29Pagi-pagi sekali, dengan ditemani oleh Asih, Narti berangkat ke pasar dadakan yang berada di Desa Sekarwangi. Untuk ke desa itu, mereka harus melewati Desa Cipandayan terlebih dahulu, baru setelah itu desa tujuan mereka untuk berbelanja kebutuhan berdagang warung soto milik Narti. Asih memang sengaja memilih menginap di rumah Narti semalam, selain karena Narti minta ditemani untuk pergi ke pasar, hari ini juga untuk yang pertama kali mereka mencoba penglaris dagang yang diberikan oleh Nyi Warsih. Selain untuk membuat agar dagangan Narti menjadi laris, penglaris dan pengharum aroma masakan ini juga bertujuan agar Juragan Karta mau mampir dan makan di warung soto santan milik Narti. Keduanya sangat bersemangat sekali. Ingin secepatnya membuktikan keampuhan penglaris dari Nyi Warsinah. Apakah benar bisa membuat dagangan Narti menjadi laris dan diserbu pembeli. Karena memang sebenarnya, warung soto milik Narti ini tidak bisa dibilang rame-rame amat, bahkan cenderung sepi pemina

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   Part 28 Mahluk yang Berbeda Beda

    Part 28Tubuh Asih sampai bergetar dan menggigil saat ada sesuatu seperti hembus angin yang tidak terlihat oleh kasat mata memasuki kemaluannya. Badannya terasa dingin, namun perlahan-lahan mulai hilang dengan sendirinya, dan sekarang justru area sekitar kehormatannya terasa hangat. Tidak ada sedikit pun rasa sakit pada area itu.Sepertinya, malam mulai memasuki waktu subuh, ketika Nyi Warsih dan Narti kembali datang untuk menjemput Asih Sukesih di lobang pohon tempat ritual berlangsung. Tidak banyak percakapan atau pun pertanyaan dari dukun tua tersebut, karena mereka langsung kembali lagi ke goa tempat di mana dukun perempuan tua itu tinggal."Gimana Sih, serem nggak ditinggal sendiri?" bisik Narti saat mereka berjalan bersisian dan sudah hampir sampai goa, sementara Nyi Warsih dengan langkah terseok-seok melangkah lebih dulu."Urang nteu berani buka mata, Nar. Merem wae ngikutin perintah dari Nyai Warsih," jawab Asih juga dengan sedikit berbisik."Tidak terjadi apa-apa gitu, Sih?"

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   27 Prosesi Ritual

    Part 27Setelah Asih melepaskan celana dalamnya seperti yang diminta oleh Nyi Warsih, mereka bertiga segera keluar goa mengikuti langkah sang dukun pemuja penghuni alam kegelapan. Berjalan perlahan menyusuri kegelapan malam Hutan Cipelang dengan hanya membawa dua buah obor. Menerobos rumput ilalang lebih masuk lagi ke dalam hutan, dan berhenti tepat di sebuah pohon yang sangat tinggi dan besar. Suara-suara hewan hutan sesekali terdengar, diselingi suara gemerisik ranting-ranting pohon yang terkena hembusan angin malam. Bagi Narti dan Asih suasana terasa sangat mencekam. Isi dalam hutan ini masih sangat asing bagi mereka, tapi tidak buat Nyi Warsih. Nyi Warsih lantas memutari pohon besar tersebut, diikuti oleh Narti dan Asih, yang langsung terkejut setelah melihat batang pohon itu berlobang besar pada bagian bawah, mirip seperti pintu bulat yang terbuka lebar. Sesaat Nyi Warsih mengucapkan mantra-mantra dengan matanya yang terpejam, yang tidak dimengerti oleh Asih dan Narti. Seseka

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   26 Hamba Sahaya Alam Kegelapan

    Part 26"Gimana, Neng Asih. Maneh jadi nteu, ngejalankeun ritual Iyeu?" Nyi Warsih langsung bertanya kepada Asih apakah sudah siap untuk menjalankan ritual ini, yang dinilai oleh si dukun perempuan itu terlihat ragu-ragu, saat dia meminta untuk menjalani ritual pelet darah kotor. "Jika ragu-ragu lebih baik tidak usah, karena nanti kemungkinan akan gagal di tengah jalan. Buang-buang waktu. Lagipula, malam ini malam yang paling bagus waktunya untuk menjalankan ritual ini karena bertepatan dengan malam bulan purnama. Coba maneh lihat sendiri," ucap Nyi Warsinah sambil menunjuk ke dalam lorong goa sisi sebelah kiri. Narti dan Asih sesaat saling bertatapan, keduanya turun dari altar batu, lalu mulai mengikuti perintah sang nyai memasuki lorong gua sebelah kiri, dan benar saja, ternyata terdapat lobang pada langit-langit goa sehingga bisa langsung melihat angkasa raya. Dan ucapan Nyi Warsinah ternyata benar adanya. Malam ini terlihat jelas di atas langit nan luas, jika penampakan bulan te

  • Mantra Pemikat Sang Perawan Tua   Part 25 Siapa Lagi Pelakunya

    Part 25"Siapa lagi pelakunya, Nyi Warsih, selain bapaknya si jalang Sumi?" tanya Asih dengan tatapan mata yang penuh dendam dan kemarahan."Sepertinya Juragan Karta, Sih. Karena 'kan bapaknya si Sumi setelah menghianati bapakmu, dia kerjasama dengan Karta," ucap Narti, mencoba menebak menurut pemikirannya. "Benar itu Nyi, Karta si orang lain itu selain Darto bapaknya si Sumi?""Yang urang lihat bukan si Karta, tetapi si Ruslan, tangan kanannya. Urang nteu ngerti, apa Karta tau atau tidak peristiwa itu," jelas Nyi Warsinah. "Jadi si Ruslan dan Darto pelakunya. Kasihan almarhum bapak, menjadi korban fitnah mereka, bahkan dibunuh juga oleh mereka," ucap Asih dengan nada geram. "Juragan Karta sepertinya tau, Sih. Karena Ruslan itu orang kepercayaannya. Siapa tau dia hanya diperintahkan oleh Karta untuk menghabisi nyawa ibumu itu," ujar Narti lagi. "Siapa yang ingin kalian buat mati, Neng Asih. Sumi anak si Darto atau si Karta. "Sumi pastinya, biar matinya tragis seperti si Dadang da

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status