"Jangan tidur, Leon!" Kiana menepi ke pinggir jalan dan menghentikan motornya saat itu. "Bertahanlah sebentar lagi." Kiana berucap dramatis, lagipula dia juga sebenarnya sudah kelelahan."Maafkan aku, Kiana. Aku benar-benar mengantuk." Leon berucap menguatkan diri.Dengan cepat setelahnya Kiana langsung tancap gas dan untuk segera sampai di rumah."Wah! Pelan-pelan Kiana." Leon merasa matanya langsung terang karena takut dengan cara mengemudi Kiana...."Akhirnya sampai juga." Kiana bernafas lega ketika ia sudah berada di depan rumahnya."Ayo Leon." Ajak Kiana masuk ke dalam rumah. Pria itu berjalan dengah lunglai. Pada akhirnya ia berhasil mendudukkan dirinya di sofa."Mari kita pulihkan energi yang kacau ini." Tanpa ragu-ragu Kiana langsung memegang telapak tangan Leon. "Apa ini?!"Kiana benar-benar terkejut saat mendapati dirinya berada di depan sebuah pusaran bulat berbentuk benang kusut hitam. Itu adalah energi hitam yang selama ini tersembunyi di dalam diri Leon. "Aku tidak b
"Apakah tidak boleh?" tanya pria yang Kiana sangat kenal, Rachel."Tidak apa-apa, kok." Sore itu Kiana akhirnya mempersilahkan Rachel masuk ke dalam rumahnya, mendapati Leon yang sedang memelotinya tajam."Ke mana Paman dan Bibi, Kiana?" tanya Rachel tidak memperdulikan kehadiran Leon."Ah, mereka sedang sibuk dengan pekerjaan mereka," jawab Kiana, "paling besok pulang.""Kau tidak masalah ditinggalkan hanya berdua dengan pria asing itu?" Rachel tidak terima sebenarnya dengan kedekatan Leon dan Kiana. Tetapi, sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa."Tak apa, kok. Lagian sudah dapat izin dari pemimpin desa. Bahwa Leon adalah orang yang sedang memerlukan bantuan karena mengalami amnesia, belum lagi Leon adalah pahlawan dari desa ini juga." Jelas Kiana, semua orang tahu jika Leon adalah seorang manusia super karena kejadian beberapa waktu lalu. Keputusannya juga tetap ikut bersama keluarga Kiana dan disetujui pemimpin desa karena balas budi dari atas apa yang ia lakukan untuk desa. Ora
Kiana tidak langsung mendatangi Leon yang juga menyendiri, gadis itu juga tenggelam dalam pikiran ketidak-percayaannya sendiri."Ukh! Kepalaku pusing. Mengapa juga aku harus ikut-ikutan memikirkan hal yang tidak perlu!" Kiana frustasi sendiri sambil menggaruk kasar kepalanya yang tidak gatal. "Leon hanya perlu kembali ke tempat asalnya jika dia benar adalah Noel." Gumam Kiana. Semoga saja tidak ada hal yang menyebalkan dilakukan oleh manusia super sombong itu. Pikir Kiana, ia sangat tidak menyukai Noel, tetapi ia masih bisa menerima Leon, bahkan terkadang hatinya bisa sedikit tertarik oleh Leon yang tak menyerah padanya. Aku sepertinya mulai stres, bisa-bisanya aku membenci satu kepribadian dan tertarik dengan kepribadiannya yang lain, bagaimanapun mereka berdua adalah orang yang sama. Kiana menghela nafasnya, ia mengerti situasinya."Aku tidak mau kembali, lagi pula aku merasa bukan dirinya. Aku adalah aku. Aku dan dia berbeda." Leon tiba-tiba muncul dan mendekat ke arah Kiana. Kian
"Kita berangkat lagi!" Kiana bersemangat pagi itu. Leon baru saja selesai mandi, dengan santainya ia keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada."Semangat sekali Kiana, aku lapar." Ucap Leon dengan tampang memelasnya memegang perutnya yang tanpa tertutup kain sama sekali."Pakai bajumu, dasar tidak tahu malu!" Kiana melempar lap dapur ke arah Leon dengan wajahnya yang memerah sempurna. Leon langsung bergegas mencari bajunya setelahnya. Mereka sarapan di pagi itu dengan tenang. Setelahnya mereka berdua siap-siap untuk pergi ke kota lagi."Ayah dan Ibu bukannya pulang hari ini?" tanya Leon membuat Kiana menepuk jidatnya."Ah, iya. Sudahlah nanti aku minta izin saja. Bahwa ada urusan, selagi aku membawamu seharusnya tak apa." Jelas Kiana, orang tua Kiana sangat mempercayai Leon seperti anak mereka sendiri sekarang. Leon sudah mendapatkan hati orang tua Kiana, apalagi setelah Leon menjadi pahlawan untuk desa ini."Kiana sok sibuk." Leon mengejek Kiana."Diamlah, itu juga karenamu k
"Kau kenapa, Kiana?" Leon langsung menghampiri Kiana khawatir padanya."Aku tidak apa-apa." Kiana langsung menarik nafasnya berusaha menenangkan diri.Leon terus menatapinya, tetapi ia tidak tahu hal apa yang harus ia lakukan pada Kiana. Pada akhirnya air mata Kiana jatuh juga, tidak bisa ia tahan lagi.Kiana menutup matanya dengan sebelah tangannya. Ketika itu Leon langsung menghampiri Kiana dan memberikannya pelukan erat. Tidak peduli jika gadis itu akan marah dan memukulnya."Hiks! Hiks!" Kiana akhirnya menumpahkan seluruh air matanya di pelukan Leon."Jangan bersedih Kiana." Leon memeluk erat Kiana, sembari mengelus kepalanya lembut membuat Kiana merasa sedikit tenang. Leon sangat benci ketika melihat Kiana menangis. Leon merasa sangat ingin menghancurkan apa yang membuat gadis itu merasa bersedih.Kemudian Leon tidak sengaja menatap layar telepon genggam yang dipegang oleh Kiana dan mendapati sebuah foto yang tidak asing untuknya juga. Itu adalah Rachel yang berfoto bersama denga
Kiana memejamkan matanya berpikir keras."Apa yang kaulakukan, kenapa berekspresi begitu?" Leon bertanya dengan datar."Uh, aku merasa ada yang berbeda. Mungkin cuma perasaanku saja."Gadis ini terlalu jujur. Noel sadar jika Kiana mulai curiga, tetapi ia tetap ingin berpura-pura saja selagi Kiana tidak menyadarinya."Ah iya, ini sarapanmu." Kiana menyuguhkan beberapa hidangan untuk Leon. Pemuda itu menatap makanan tersebut lama.Apa ini higienis? Leon terus menatapinya."Ada apa? Kau heran karena aku memasak terlalu banyak hari ini." Kiana tidak pernah seperti ini sebelumnya."Iya ...." Ucap Leon tidak menatap wajah Kiana. Aku berbohong. Pikirnya."Aku menyiapkan hidangan spesial ini sebagai ucapan terima kasihku untukmu." Kiana tersenyum lebar.Sebenarnya apa yang sudah ia lakukan untuk wanita ini? Noel tidak tahu apa-apa tentang bagaimana kedekatan Leon dan Kiana sebelumnya. Sebab ia punya tujuan lain, hal itulah yang membuatnya jadi mendekati Kiana. Aku jadi terpaksa memakan ini se
Aku tidak bisa menyesali apa pun lagi, karena itu benar-benar percuma. Leon juga tidak mengatakan apa-apa.Siang itu Kiana termenung bersandar di kursi belakang rumahnya sendiri sambil terus menghela nafasnya, menatap langit cerah.Leon pergi entah ke mana, Kiana tidak ingin tahu lagi. Sebab Kiana sudah menyadarinya, jika Leon yang berada di hadapannya sekarang, bukanlah Leon yang ia kenal lagi.Pertemuan singkatnya dengan Leon, yang mungkin tidak akan pernah kembali, membuat Kiana benar-benar menyesal karena tidak pernah menyenangkan pria itu.Haruskah aku menyuruhnya pulang ke tempat asalnya, tapi aku belum siap kehilangan Leon. Benar ya, setelah aku kehilangannya baru aku merasa menyesal. Aku ingin berteriak. Kiana hanya membatin ia menahan perasaannya, bahkan ucapannya yang sangat ingin keluar dari mulutnya. Entah mengapa, saat ini ia ingin berpura-pura tidak sadar dengan apa yang sudah terjadi.Aku terlalu naif karena telah berpikir Leon akan selalu ada di sisiku selamanya. Aku t
Setelah kepergian Noel, Kiana merasa lebih baik. Namun juga merasa kehilangan salah satu orang yang berharga untuknya."Dunia ini terlalu aneh untukku, bagaimana mungkin aku membenci dan menyukai seseorang di waktu yang sama." Keluh Kiana.Srot!"Hiks! Hiks!" Setelah ditinggalkan sendirian, Kiana akhirnya menumpahkan seluruh emosi yang menyangkal di hatinya.Malam itu dengan seluruh lampu dalam rumah dimatikan. Kiana membungkus dirinya dengan selimut tebal, tengah duduk di sofa sembari menonton televisi yang dinyaringkan agar suara tangisnya tertimpa dengan suara televisi."Semua orang meninggalkanku sendirian. Apakah ini karma untukku karena terlalu bersikap plin-plan pada semua orang." Kiana merasa bersalah atas sikapnya. Awalnya ia menyukai Rachel dan ia tidak tegas dengan perasaannya lalu berakhir ditinggalkan dna Rachel bertunangan dengan orang lain. Kemudian dia bilang tidak menyukai Leon tetapi ketika Leon meninggalkannya, hati Kiana terasa sakit. "Huwaa! Percuma saja menyes