Share

Bab 3. Dia?

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-08-14 14:21:00

"Ini urusan kerja, Sera. Bahkan, sudah terjadwal sebelum adanya rencana pernikahan kita,"  jawab Kai, “Saya harap kamu mengerti.”

"Tapi–”

“Visa kamu sudah diurus. Jadi, kamu bisa menyusul. Gak masalah, kan?" jelas Kai yang begitu tenang. 

Sera membuang nafas panjang.

Jiwa mudanya tidak bisa menelan mentah-mentah alasan Kai yang mendadak baginya. 

Bukankah dia bisa mengabarkan sebelumnya?

Tapi, apa yang bisa Sera lakukan selain menerima itu semua?

“Om mau aku bantuin siap-siap gak?” tanya Sera yang tiba-tiba memiliki ide acak untuk bisa menyiapkan pakaian Kai selama di Amerika. Entah dari mana munculnya perasaan ingin melayani Kai itu.

“Gak perlu. Aku akan beli semua di sana.”

Muka Sera kembali masam. 

Bibirnya kini bahkan mengerucut sempurna karena niat baiknya ditolak mentah-mentah.

Apa perannya sebagai istri hanya sebatas di ranjang untuk Kai?

Namun, Sera hanya menahan semua dalam hati.

Dia tak ingin jadi istri yang merepotkan untuk Kai.

Sudah cukup dengan pernikahan mendadak mereka.

Rasanya, ia bersyukur karena Kai masih menghargainya.

Semoga saja, pria itu bisa lebih hangat ke depannya. Harapan itu, tak terlalu muluk-muluk, kan?

Sayangnya, hati Sera tak tenang.

Kai tak menghubunginya, bahkan setelah dua minggu berlalu.

Untungnya, keperluan Visa sudah selesai, sehingga kaki Sera kini sudah bisa menginjak bandara John F Kennedy, New York.

"Nah, kita sampai." Diani tersenyum sumringah. "Ayo, Ra!"

Sera digandeng oleh Diani dan sisi kanannya dan Lila, sang Kakak Ipar, di sisi kirinya.

Gadis itu sontak tersenyum.

Setidaknya, Diani adalah sosok Ibu yang sangat mengayomi dan penyayang, akan menjadi mertua yang selama ini diidamkan oleh Sera. 

Karena itu, Sera tak pernah merasa canggung. Lila juga sangat baik menerimanya sebagai adik ipar.

Hanya saja, langkah mereka terhenti saat melihat pria tampan yang dibalut dengan jaket hitam dan celana jeans berwarna mocca.

“Kai!” seru Diani yang tampak lebih antusias dari pada sang menantu yang tak bertemu selama empat belas hari sebagai pengantin baru.

Kai melambaikan tangannya–membuat senyum Sera mengembang. 

Tapi tak disangka, seorang wanita dengan rambut berwarna merah dan mata berwarna biru muncul dari belakang punggung Kai.

Hello everyone!”

Senyum Sera seketika hilang.

Berbeda dengan Diani dan Lila yang tampak bersemangat!

"Lana, apa kabar? Sudah lama Tante gak lihat kamu.Ya Tuhan, senang sekali bisa bertemu dengan kamu." Diani tampak tersenyum.

"Hai, Lama tidak bertemu. Saya juga kangen sekali," balas wanita yang parasnya sama seperti menantu kedua keluarga Adnan.

"Ya Tuhan! Ya Tuhan! Tante kira Kai bercanda saat mengatakan bahwa dia bertemu denganmu.

Mereka berpelukan dan disaksikan oleh Sera. 

Gadis itu tak tahu siapa wanita bernama Lana yang tampak sangat akrab dengan Ibu mertuanya itu.

Yang jelas, mereka akrab sekali. Bahkan, Kai mengabarkan pertemuan mereka ke sang mertua? 

"Siapa dia?" gumam Sera yang masih mematung agak jauh dari ketiganya yang terlihat hangat dengan senyuman di wajah mereka masing-masing. 

"Saya juga tidak menyangka bertemu Kai di New York. Seperti sebuah takdir. Saya senang sekali bisa bertemu kembali dengan Tante. Terutama Lila!” ucap Lana yang kemudian segera memeluk sahabat lamanya itu dengan antusias.

Lana, kamu tidak banyak berubah ya. Semakin cantik. Kamu juga sudah bekerja sekarang. Tante senang sekali. Kamu terlihat cantik dengan setelan kerja. Tante jadi mau ajak kamu jalan-jalan ke butik yang punya setelan kerja, sepertinya cocok buat kamu pakai,” ucap Diani antusias.

Siapa yang tidak suka baju gratis?” celetuk Lana yang disambut dengan riuh tawa keduanya.

Sera tahu bahwa Ibu mertuanya sangat ramah, tapi ia tak menyangka akan seramah itu pada orang lain?

Bahkan dengan Sera, rasanya juga tidak seakrab itu.

Mungkinkah ini alasan Kai tak menghubunginya? Wanita yang memang terlihat cantik itu membuat Sera hilang kepercayaan diri. Sekali tatap saja, orang sudah tahu siapa yang harus di pilih antara Sera dan wanita bernama Lana itu.

“Oh–” Ucapan Lana terjeda saat melihat Sera. “Dia siapa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status