Share

250. Lebih Pantas

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2025-02-18 23:57:20

"Kenapa? Apa kamu nggak setuju aku pulang besok? Kamu maunya aku pulang malam ini juga?" Lora menatap sejenak tangannya yang masih ditahan oleh Florence.

Raut wajahnya berubah menjadi tidak enak. "Maaf, Flo, aku nggak bisa kalau harus pulang malam ini. Aku nggak pulang sendirian, tapi bersama anak-anakku.”

“Nggak baik membawa mereka pulang malam-malam begini apalagi kan perjalannya jauh. Ayah sama Ibun juga pastinya nggak akan mengizinkan. Tolong pengertiannya, ya, Flo," ucapnya.

Florence langsung melepaskan cekalannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali sambil menggerakkan tangan.

"Enggak enggak, bukan begitu, Lora. Kamu nggak harus pergi dari sini baik sekarang maupun besok atau ke depannya. Tinggallah di rumah ini, Lora.”

“Kamu jauh lebih pantas dan berhak dibandingkan aku yang bukan siapa-siapa. Bahkan hubungan darah pun aku nggak punya."

Perempuan itu maju selangkah dengan tatapan sendu. "Aku minta maaf atas keegoisanku selama ini. Ya, kamu benar. Kehadiranmu di ru
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
orang tua dafin baik juga karena tau lora anak konglomerat yang bisa dibanggakan, dafin bajingan udah menabur luka yang begitu banyak dan dalam, bahkan abai sama anaknya lebih memilih pergi dengan jalang Freya dulu, laki" yg udah pernah berkhianat jangan mudah di maafkan, gak ada efek jera nantinya
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
lora grisham lebih baik, gak pernah nyakitin, setia dari muda sampai dewasa, penyayang dan mau menerima lora apa adanya dari dulu, sementara dafin udah banyak menabur luka juga keluarga dafin, dafin udah banyak memberi luka dan bahkan terang"an bercumbu didepan lora, biarpun sekarang baik
goodnovel comment avatar
Bang Joe van Rizky
gak seru kalau gak rujuk sama dhafin , grosham sama Florence saja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   321. Antara Percaya dan Ragu

    Dhafin tertawa kecil. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa getir yang menyimpan banyak luka. Pandangannya kosong, terarah pada gelas di depannya. Jari-jarinya bergerak memutar sedotan dalam minuman, seperti mencari pelarian dari kekalutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Bahkan sejak bercerai dari Lora, saya sudah hancur, Grissham,”ucapnya lirih, “hidup saya berantakan. Tidak ada arah, tidak ada tujuan.” Matanya sedikit berkaca, tapi ia cepat mengedipkannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh. “Sekarang yang tersisa hanyalah anak-anak. Si kembar… mereka satu-satunya hal paling berharga yang saya punya.” Ia menghela napas, panjang dan berat. “Yang penting bagi saya, saya masih diperbolehkan bertemu mereka, masih bisa memeluk mereka, menjadi seorang ayah yang baik. Itu sudah lebih dari cukup.” Grissham menyandarkan tubuh di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. Satu kakinya disilangkan di atas yang lain, sikapnya tenang tapi tak sepenuhnya dingin. Tatapannya menyorot pe

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   320. Apa Kau Pelakunya?

    Ngotea AjaTempat yang dipilih oleh Grissham untuk memenuhi janji bertemu dengan seseorang. Kafe teh yang berlokasi di pusat kota ini sedang naik daun dan menjadi primadona di berbagai kalangan.Nuansanya kekinian dengan interior bergaya hangat dan nyaman, sangat cocok untuk tempat berkumpul bersama teman, keluarga, maupun untuk sekadar me time. Meski terbilang baru berdiri, kafe ini telah berhasil menarik banyak pengunjung berkat strategi pemasaran yang jitu dan atmosfer yang menyenangkan.Setiap hari, kafe ini selalu ramai. Pengunjung datang silih berganti, apalagi saat sore seperti ini.Bukan hanya anak muda, para pekerja kantoran pun kerap menyempatkan diri mampir untuk melepas penat selepas bekerja seharian penuh.Grissham termasuk salah satu pelanggan di kafe ini. Ia sudah beberapa kali datang kemari, terutama saat ingin menyendiri atau mengerjakan proyek-proyek yang bersifat rahasia. Contohnya seperti sekarang.Laki-laki itu duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela kac

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   316. Patah Hati di Ujung Pengakuan

    “Hu-hubungan yang sangat dekat? Tanggung... jawab?”Lora tertawa pelan. Bukan karena lucu, melainkan tawa getir yang sarat kepedihan. Perkataan Grissham mungkin terdengar ambigu dan butuh penjelasan lebih lanjut. Namun, dirinya sudah tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang justru hanya akan makin mencabik-cabik hatinya. Ia tak bisa lagi berpikir jernih, apalagi positif. Entah hubungan dekat macam apa yang mereka jalani, yang pasti hal itu membuat kepercayaannya hancur berkeping-keping. Ditambah lagi dengan tanggung jawab. Semua orang pun pasti akan berpikir yang tidak-tidak.“Apa… Kak Sham menyayanginya?” tanyanya lagi, seolah masih belum puas. Ia sudah tak mampu menggambarkan bagaimana bentuk hatinya kini. Terlalu sakit, sampai rasanya kebas.Grissham mengangkat kepala, menatap Lora sendu. Ia tak ingin menjawab, tetapi sorot mata wanita itu seperti memaksanya. Tatapan yang tak bisa dibantah. “Iya, aku sangat menyayanginya. Tapi–”“Cukup!” potong Lora sambil mengangkat tangan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status