Share

294. Jejak Tradisi

Author: Putri Cahaya
last update Huling Na-update: 2025-04-16 23:57:21
Senyum di wajah Zelda perlahan meredup. Masih ada lengkungan manis di bibirnya, tetapi tak lagi semeriah tadi.

Pandangannya turun, jatuh pada jemarinya yang saling menggenggam di atas pangkuan, seolah mencari pegangan pada dirinya sendiri.

Lora yang duduk di sampingnya mencuri pandang, lalu menatap lekat perut sahabatnya yang kini membulat jelas di balik dress selutut berwarna pastel itu.

“Pemeriksaan terakhir? Emangnya kenapa?” tanyanya pelan tetapi penuh curiga setelah ada jeda sejenak.

Zelda tidak langsung menjawab. Hanya diam, membiarkan hening mengambang beberapa detik.

Kemudian, seperti tersadar, ia menarik napas dan kembali memasang senyum cerah hingga terasa agak dipaksakan. “Bukan apa-apa kok. Semuanya aman.”

Lora tidak sepenuhnya percaya. Tatapannya menyapu wajah Zelda yang terlihat terlalu tenang untuk seseorang yang barusan tampak ragu. Namun, ia memilih menahan diri.

Tangannya terulur untuk menyentuh perut sahabatnya yang terasa hangat dan hidup di bawah telapaknya
Putri Cahaya

Assalamu'alaikum, Teman-teman. Boleh aku minta saran dan pendapat dari kalian? Kira-kira konsep pernikahan Lora & Grissham seperti apa, ya?🤔 Ini nanti bakal tak jadikan ide cerita. Terima kasih 😊

| 5
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Mifta Nur Auliya
waalaikumsalam wrwb,,Konsep barat aja kak simplel gak bertele2,,taoi tetep syar i
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
sakral dan elegan kayaknya cocok tu thor
goodnovel comment avatar
Nur Khotimah Cassiopeia
konsep nikah dua budaya aja kak jadi 1 jawa satunya internasional tp tetap sakral dan kayak di negeri dongeng. kalau jawa jadi kayak orang kerajaan tuh bagus
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   321. Antara Percaya dan Ragu

    Dhafin tertawa kecil. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa getir yang menyimpan banyak luka. Pandangannya kosong, terarah pada gelas di depannya. Jari-jarinya bergerak memutar sedotan dalam minuman, seperti mencari pelarian dari kekalutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Bahkan sejak bercerai dari Lora, saya sudah hancur, Grissham,”ucapnya lirih, “hidup saya berantakan. Tidak ada arah, tidak ada tujuan.” Matanya sedikit berkaca, tapi ia cepat mengedipkannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh. “Sekarang yang tersisa hanyalah anak-anak. Si kembar… mereka satu-satunya hal paling berharga yang saya punya.” Ia menghela napas, panjang dan berat. “Yang penting bagi saya, saya masih diperbolehkan bertemu mereka, masih bisa memeluk mereka, menjadi seorang ayah yang baik. Itu sudah lebih dari cukup.” Grissham menyandarkan tubuh di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. Satu kakinya disilangkan di atas yang lain, sikapnya tenang tapi tak sepenuhnya dingin. Tatapannya menyorot pe

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   320. Apa Kau Pelakunya?

    Ngotea AjaTempat yang dipilih oleh Grissham untuk memenuhi janji bertemu dengan seseorang. Kafe teh yang berlokasi di pusat kota ini sedang naik daun dan menjadi primadona di berbagai kalangan.Nuansanya kekinian dengan interior bergaya hangat dan nyaman, sangat cocok untuk tempat berkumpul bersama teman, keluarga, maupun untuk sekadar me time. Meski terbilang baru berdiri, kafe ini telah berhasil menarik banyak pengunjung berkat strategi pemasaran yang jitu dan atmosfer yang menyenangkan.Setiap hari, kafe ini selalu ramai. Pengunjung datang silih berganti, apalagi saat sore seperti ini.Bukan hanya anak muda, para pekerja kantoran pun kerap menyempatkan diri mampir untuk melepas penat selepas bekerja seharian penuh.Grissham termasuk salah satu pelanggan di kafe ini. Ia sudah beberapa kali datang kemari, terutama saat ingin menyendiri atau mengerjakan proyek-proyek yang bersifat rahasia. Contohnya seperti sekarang.Laki-laki itu duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela kac

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   316. Patah Hati di Ujung Pengakuan

    “Hu-hubungan yang sangat dekat? Tanggung... jawab?”Lora tertawa pelan. Bukan karena lucu, melainkan tawa getir yang sarat kepedihan. Perkataan Grissham mungkin terdengar ambigu dan butuh penjelasan lebih lanjut. Namun, dirinya sudah tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang justru hanya akan makin mencabik-cabik hatinya. Ia tak bisa lagi berpikir jernih, apalagi positif. Entah hubungan dekat macam apa yang mereka jalani, yang pasti hal itu membuat kepercayaannya hancur berkeping-keping. Ditambah lagi dengan tanggung jawab. Semua orang pun pasti akan berpikir yang tidak-tidak.“Apa… Kak Sham menyayanginya?” tanyanya lagi, seolah masih belum puas. Ia sudah tak mampu menggambarkan bagaimana bentuk hatinya kini. Terlalu sakit, sampai rasanya kebas.Grissham mengangkat kepala, menatap Lora sendu. Ia tak ingin menjawab, tetapi sorot mata wanita itu seperti memaksanya. Tatapan yang tak bisa dibantah. “Iya, aku sangat menyayanginya. Tapi–”“Cukup!” potong Lora sambil mengangkat tangan m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status