Share

Part 4

Sesuai janji yang sebelumnya ia katakan kepada Carlos, mereka pergi kerumah Gia untuk mengadakan pesta ulang tahunnya. Carlos dan Gia sampai dengan bebrapa pepperbag yang dibawa Carlos, berisi bahan bahan yang Gia butuhkan.

"Mama, Gia pulang."

"Oh, sayang, kau pulang cepat?"

Gadis itu mencium pipi ibunya, "Iya, dan lihat siapa yang kubawa kemari," katanya sembari sedikit menyingkir memperlihatkan Carlos yang baru saja masuk.

"Carlos, sudah lama kau tak berkunjung kemari. Kau semakin tampan saja, ya," kata wanita itu sembari memeluk pemuda itu.

"Maaf tante, pekerjaanku cukup menumpuk akhir-akhiri ini."

"Ck, kalian berdua itu sama saja. Terlalu sibuk dengan pekerjaan juga bukan hal bagus, kesehatan kalian yang terpenting," ujar wanita itu menceramahi keduanya yang kini hanya saling pandang.

"Baiklah-baiklah, tenang saja mama, kami akan menjaga diri," kata Gia dengan senyuman, "berikan itu padaku, Carl," lanjutnya sembari mengambil alih pepperbag yang dibawa Carlos.

"Kalian berdua duduklah, aku akan membuatkan sesuatu yang spesial malam ini," katanya sembari berjalan menuju dapurnya.

"Ada apa ini?"

"Hari ini ulang tahun Carlos mama, aku ingin membuat makan malam spesial untuknya."

"Itu pun setelah kau melupakannya, 'kan," sindir pemuda itu.

"Ouh, C'mon Carl. Aku sudah minta maaf untuk itu." 

Gia mulai sibuk dengan acar memsaknya, sedangkan Carlos dan ibunya sibuk berbincang dan bercanda, sesekali gadis itu juga menimpali candaan dari keduanya.

*****

Tok tok tok

Pintu terbuka menampilkan seorang laki-laki dengan setelah jas hitam memasuki ruangan kerja Bastian. Laki-laki itu menyerahkan satu map coklat, sesuatu yang depan oleh bossnya beberapa jam yang lalu.

"Kau boleh pergi," katanya tanpa berbasa-basi. Bastian segera membuka map tersebut danmembaca dengan teliti hasil pekerjaan anak buahnya.

"Menarik."

Cklek!

Pintu kerjanya kembali terbuka, kini bukan salah satu anak buahnya, melainkan manusia yang menurutnya paling berisik dan merepotkan. Serena da Franch. Wanita yang 3 tahun lebih tua darinya itu berjalan mendekatinya dengan semangat.

Brak!

Wanita itu menggebrak meja kerja adik laki-lakinya, "Katakan dengan sejelas-jelasnya, Bas."

"What?"

"Mommy bilang kau akan mengenalkan kekasihmu akhir pekan ini, benar?"

"Hanya karena itu kau membuat keributan dirumahku?"

"Jawab saja pertanyaanku, anak nakal!"

"Aku belum memutuskannya! Lagi pula kenapa kau sangat tertarik dengan itu, huh?"

Serena menyentil kening Bastian, "Aku mengkhawatirkan gadis yang kau kencani itu, bodoh. Bagaimana bisa dia terjerumus kedalam perangkap laki-laki kaku sepertimu?" kata Serena bertanya-tanya, kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan adiknya.

"Kenapa kau selalu membuatku kesal, kak?" Bastian memijat pelipisnya, "apa kau tak punya pekerjaan lain? aku dengar anak perusahaan yang kau urus sedang ada masalah," lanjutnya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Masalah itu sudah diatasi oleh Vegas," kata Serena, wanita itu mendekatkan tubuhnya kearah Bastian, "jadi? seperti apa dia?"

"Siapa?"

"Wanitamu, bodoh, siapa lagi memangnya?"

"Untuk apa aku memberitahumu?" katanya kembali menyibukkan diri dengan berkas yang ada dihadapannya.

Serena memicingkan matanya, "Kau menghindari obrolan ini? Jangan bilang kalau kau berbohong?"

Tepat sasaran, Bastian melirik kakak perempuannya itu tanpa menimpali ucapannya, "Bukankah kau lebih baik pulang? apa anak-anakmu tidak mencari ibunya yang berkeliaran kemana-mana ini?"

Serena menyandarkan punggungnya kekepela kursi, "Kau tidak bisa membohongiku, Bas," katanya dengan senyum, lalu bangkit, "baiklah aku akan menunggu gadis itu bersamamu akhir pekan, aku harap kau berhasil, Bro." Wanitu itu keluar dari ruangan tersebut, mmbuat Bastian cukup lega.

"Huh! merepotkan sekali."

*****

Seperti biasanya, Gia sampai dikantor 30 menit lebih cepat. Ia segera menyiapkan beberapa berkas yang harus ia serahkan pada CEO nya, ia juga menyiapkan minuman untuk Bastian. Gadis itu melirik arlojinya setelah siap dengan tugas diawal harinya.

"Lima menit lagi pasti dia datang," gumamnya, Gia segera keluar dari ruangan Bossnya itu dan kembali ketempat kerjanya.

Tak lama, sesuai perkiraannya, Bastian datang dengan perfeksionisnya. Sesaat hal itu membuat Gia terpikat sesaat, tetapi segera tersedar dari pikiran lainnya itu. Gadis itu bangkit dan memberi salam pada Bastian yang dibalas hanya dengan anggukan kepala.

Gia kembali duduk saat melihat boss nya sudah memasuki ruangan, "Aku rasa ia taka kan pernah menikah dengan perilaku dingin dan kaku seperti itu," gumamnya.

Di sisi lain ruangan, Bastian sibuk dengan berkas-berkasnya sesekali ia menyesap minuman yang ada dimejanya. Ditengah-tengah pekerjaannya dering telepon berbunyi, Bastian meraih benda pipih itu dan menerima panggilan tersebut tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas miliknya.

"Halo?"

"Bastian, apa makanan favorit kekasihmu?"

"Mom? makanan favorit?"

"Iya, Mommy akan berbelanja hari ini dan berencana membuatkan calon menantu mommy makanan kesukannya. Jadi?"

Bastian memijat pelipisnya, ia melupakannya, "Mom, kau bisa menyiapkan apapun, aku yakin dia pasti menyukainya," ujar Bastian pasrah.

"Ah, kalau begitu, apa yang tidak bisa ia makan? Mommy tidak mau melukai calon menantu mommy."

"Dia bisa memakan semuanya, Mom, dan berhenti memanggilnya 'Calon menantu', itu menggangguku."

"Mengapa itu mengganggumu? kalian akan segera menikah, wajar jika mommy memanggilnya begitu, 'kan"

Bastian menghela napas, "Oky, terserah saja. Bastian sibuk sekarang, nanti Bas telepon lagi." Bastian memutus panggilan tersebut sebelum mommynya sempat menjawab.

Pemuda itu meletakkan ponselnya keatas meja sedikit membanting, ia menyandarkan punggung ke kepala kursi sembari menghela napas berat. Bastian melirik ketempat Gia berada, gadis berkuncir kuda, dengan penampilan sederhana dan profesional, hal yang membuatnya bisa mempertahankan Gia menjadi sekretarisnya selama lebih dari 2 tahun.

"Apa aku harus benar-benar menggunakannya?" gumamnya. Menit berikutnya ia beralih kembali dengan layar tab nya, tetapi baru beberapa menit ia sudah kembali melirik tempat sekretarisnya itu. "Akh, sudahlah. Aku hanya ingin masalah ini segera selesai," monolognya, lalu menekan satu tombol di telepon kantornya yang menyambungkan ketelepon kantor Gia.

"Keruanganku, sekarang!" ujarnya tegas.

Pintu diketuk, setelah mendapat ijin untuk masuk Gia membuka pintu ruangan bossnya. Gadis itu berdiri dihadapan Bastian, sedikit terkejut dan kaget karena tiba-tiba dipanggil keruangan itu. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Bastian diam dan justru mengamati gadis itu dengan teliti, ia bangkit dan berjalan mengitari tubuh Gia membuat gadis itu merasa ngeri. Bastian bersandar dipinggir meja menghadap Gia dengan tangan masuk kedalam saku celananya.

"Apa kau ada rencana akhir pekan ini?" tanya Bastian semakin membuatnya terkejut, tetapi tetap dengan ekspresi yang masih bisa ia kontrol.

"Akhir pekan ini saya ada jadwal kunjungan adik saya, Pak."

"Begitu rupanya." Bastian mengangguk paham.

"Tapi, jika ada sesuatu yang mendesak, saya bisa membatalkan kunjungan adik saya," tambahnya.

Bastian menaikkan sebelah alisnya, "Apa tak masalah? aku membutuhkanmu dari pukul 4 sore sampai malam," katanya.

"Ah, begitu. Kalau begitu saya akan mengunjungi adik saya dipagi hari, setelah itu saya akan segera menemui anda. Kalau boleh tahu, dimana kita akan mengadakan rapat, Pak?"

"Rapat? aku tidak mengajakmu untuk rapat. Aku mengajakmu untuk dinner bersama keluargaku." Satu kalimat yang mampu membuat fungsi otak Gia terasa berhenti sejenak. Gadis itu mencerna perlahan kata-kata CEOnya itu.

"M-maaf pak, apa saya tidak salah dengar, dinner?" tanya Gia mengkonfirmasi ulang ucapan Bastian.

"Aku rasa telingamu masih berfungsi dengan baik, nona Gia."  

Gia masih dibuat speecless dengan ucapan Bastian, "K-kenapa saya? anda bisa pergi bersama kekasih anda, bukan?" Konyol, Gia merutuki pertanyaan konyolnya. Ia sesaat lupa jika Bastian paling tidak suka jika ada orang yang membicarakan kekasih di depannya.

"Bukankah kau tahu, nona Gia?" Gadis itu menunduk.

"Maaf, pak. Tapi, tetap saja, kenapa harus saya?"

"Karena aku tak punya pilihan lain. Tenang saja, aku akan membayarmu, anggap saja ini adalah kerja lemburmu."

Gia terdiam, ia merasa aneh, ada sedikit rasa yang membuatnya merasa sesak, "Maaf pak, tapi saya tidak bisa." Gia membungkuk, "permisi." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status