"Mr. Norcross, did you intentionally tamper with my car?" He nodded. "Yes. But don't worry Saira, It's nothing serious. You will have it outside your doorstep in the morning." Don't worry! He says don't worry?? Worry is the word- for him! "I am Mira's best friend!" "Who is Mira?" "Your Fiancee ." "My WHAT?" "Stop pretending." "Zavi I don't even know her!" "Don't you dare two time my friend! And stop calling me Zavi." "She is lying. Whoever she is!" One of them is certainly lying. Which one? Mira or Leonardo? Leonardo Norcross, a hardcore business man who is used to people obeying him. Willingly or not is of no concern to him. Saira Zaveri is a free spirited woman who puts emotions and well being of loved ones above everything else. In a battle of rock and river fate intervenes when two castaways, poles apart in their outlook towards life are marooned in an uninhabited island. " How can a virgin claim to be a rape victim? What is the typical description of violation of modesty? What if the girl is rescued in the nick of time? Well, she is LUCKY and the rich culprits are 'innocent since 'no crime' has been committed. If she is stubborn and wants them punished they remain innocent while she is termed a liar and attention seeker. Never mind if she is a wreck emotionally and physically tormented. Saira wants nothing to do with another arrogant rich prospective shackles in her life and thwarts Leonardo's efforts. However the man seems to be home deaf to the word ' No.' Determination hits determination. Whether the perfect formula of faith to isolate them stirs in harmony or complicates the situation more cannot be predicted
View More“Segera pindah dari sini karena rumah ini sudah kujual!”
Samantha mengerjap beberapa kali sementara otaknya berusaha mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Nyonya Kathleen.
“Kamu tuli atau bagaimana? Kenapa hanya diam saja dengan wajah bodohmu itu? Cepat kemas barang-barangmu dan pergi dari tempat ini sekarang juga!” Nyonya Kathleen kembali bersuara dengan nada satu oktaf lebih tinggi.
“Tapi Nyonya Kathleen, Anda tidak bisa tiba-tiba mengusirku seperti ini. Aku sudah membayar sewa bulan ini dan bulan depan sekaligus. Sekalipun bangunan ini tiba-tiba Anda jual, seharusnya beri tahu terlebih dulu agar aku bisa mencari tempat tinggal. Aku mohon, jangan seperti ini.” Samantha memohon lirih.
Namun, wanita berusia empat puluh lima tahun itu tidak peduli, wajahnya terlihat angkuh. Dia sudah menerima uang dan pemilik baru ingin rumah tersebut segera dikosongkan.
“Itu bukan urusanku. Pemilik baru ingin rumah ini segera dikosongkan. Jadi, segera kemas barang-barangmu dan pergi!” Nyonya Kathleen berniat menjauh, tetapi Samantha menangkap lengannya.
“Aku mohon. Aku tidak tahu harus pergi ke mana.”
Samantha baru beberapa jam terbangun dari tidurnya dan sekarang ia tiba-tiba diusir. Tentu saja ia tidak mempunyai tempat tujuan. Ini terlalu mendadak!
Nyonya Kathleen menarik napas cukup dalam kemudian mengembuskannya melalui mulut.
“Baiklah, karena kamu terlihat begitu putus asa, maka kamu bisa pindah besok pagi. Hanya itu yang bisa kulakukan. Jangan mempersulitku dengan terus memohon!” kata wanita itu, lalu melenggang pergi.
Samantha hanya bisa mengangguk lemah. Entah ia harus bersyukur atau tidak atas hal itu, namun bibirnya sudah mengucapkan terima kasih.
Jika dipikirkan lagi, jelas hal ini sangat tidak adil baginya. Meskipun Nyonya Kathleen telah membayar ganti rugi sebab melanggar kontrak, Samantha sama sekali tidak berpuas diri.
Sepeninggal Nyonya Kathleen, Samantha langsung terduduk di atas lantai yang dingin. Pikirannya kalut, ia bingung harus pergi ke mana. Tidak ada tempat yang bisa ia tuju.
“Andai ayah dan ibu masih ada,” Samantha bergumam. Namun, mereka sudah tiada. Sekarang ia hanya mempunyai satu adik laki-laki, Elnathan, yang justru membuat hidupnya semakin memusingkan.
Samantha sibuk memasukkan barang-barang ke dalam kotak. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain segera berkemas.
Drrttt…
Ponsel yang Samantha letakkan di atas meja bergetar karena sebuah panggilan masuk. Jelas sekali nama Emily terpampang di layar. Dengan cepat Samantha menjawab panggilan tersebut.
“Samantha, kamu di mana, hah?! Kamu lupa hari ini ada pemotretan? Kenapa belum datang juga?!”
Samantha langsung menjauhkan ponselnya dari telinga mendengar teriakan atasannya itu. Ia menepuk dahi karena lupa dengan agendanya hari ini.
‘Matilah aku!’ Samantha menjerit dalam hati.
Seharusnya sekarang Samantha sedang duduk di depan meja rias dan bersiap melakukan pemotretan. Namun, karena Nyonya Kathleen datang mengetuk pintu rumahnya pagi-pagi dan menyuruhnya untuk segera pindah, Samantha sampai melupakan jadwal pemotretannya.
“Ma-maaf, aku sedang di jalan sekarang. Sebentar lagi aku akan tiba,” sahut Samantha bohong. Ia pun langsung beranjak dan mengemas beberapa benda ke dalam tas miliknya lalu berlari menuju pintu.
Emily adalah wanita dengan mulut berbisa. Ucapannya yang begitu tajam kerap kali membuat para model yang bekerja di bawahnya merasa frustasi, tak terkecuali Samantha sendiri. Sekarang pun Samantha sudah dapat memprediksi jika ia akan dimarahi setibanya di tempat pemotretan nanti.
Lima belas menit kemudian Samantha akhirnya tiba. Dan wajah sinis Emily langsung menyambutnya.
“Kamu sudah tidak ingin bekerja lagi, hah!?” Emily berteriak dengan kalimat yang sama persis dengan yang Samantha ucapkan dalam hatinya.
Semua orang sudah sangat hafal dengan kalimat default yang Emily lontarkan ketika ada yang datang terlambat. Wanita itu akan berteriak dengan kedua tangan berkacak di pinggang serta kedua mata yang melotot sempurna.
Tidak heran Emily mempunyai julukan ‘Katak Betina’ sebab matanya yang besar saat melotot dan suaranya yang berisik seperti katak.
“Maaf, pagi ini tiba-tiba ada—”
“Sudahlah! Tidak perlu banyak alasan. Aku akan memaafkanmu karena ini adalah pertama kalinya kamu terlambat. Tapi jangan harap aku akan bersikap mudah jika kamu terlambat lagi nanti!”
Samantha merasa sangat lega. Setidaknya ia tidak perlu dimarahi dan membuat dirinya dipermalukan di depan banyak orang. Setelah berterima kasih kepada Emily karena tidak mempermasalahkan keterlambatan dirinya, Samantha bergegas mendatangi make up artist untuk segera dirias.
“Tidak biasanya kamu datang terlambat. Ada apa?”
Seorang rekannya berbisik setelah berhasil memposisikan diri di samping Samantha.
“Ada sedikit masalah,” jawab gadis itu, terdengar lelah. “Aku—” Ucapan Samantha terhenti saat ponsel yang berada dalam genggamannya bergetar karena sebuah panggilan masuk.
Untuk sepersekian detik, ia terlihat ragu sampai akhirnya memberanikan diri untuk menjawab panggilan tersebut.
“Halo?” sahut Samantha pelan. Raut wajahnya yang sebelumnya tampak lelah seketika menegang, seolah jiwanya baru saja terlepas dari raganya saat mendengar informasi yang baru saja diterima.
“Apa? Kantor polisi?!”
Meski terkejut, Samantha tetap memaksakan dirinya untuk bergegas. Jantungnya berdegup tidak karuan. Pikirannya berkecamuk.
Samantha sudah tidak memikirkan bahwa Emily mungkin akan memecat dirinya karena langsung pergi padahal seharusnya ia melakukan pemotretan. Samantha berlari keluar dari studio dan ia beruntung sebab ada taksi yang akan lewat. Dengan wajah panik Samantha melambaikan tangan dan menghadang taksi tersebut dengan sedikit tidak sabar.
“Tolong ke kantor polisi di jalan A,” ucap Samantha tergesa begitu masuk ke dalam taksi yang baru saja lewat. Sang supir taksi pun mengiyakan dan langsung menginjak pedal gas untuk membawa Samantha ke tempat tujuan.
Tak perlu waktu lama hingga mobil taksi yang membawa Samantha memasuki halaman kantor polisi. Gadis itu segera turun dengan perasaan gugup luar biasa.
“Kukira kamu tidak akan datang. Jujur saja aku sudah bosan melihat adikmu. Kapan dia berhenti membuat masalah?”
Samantha sudah hafal dengan kalimat sambutan itu setiap kali ia datang ke kantor polisi.
Sebenarnya ingin sekali Samantha menjawab kalimat pedas yang ditujukan kepadanya itu, tetapi ia hanya berakhir dengan memberikan senyuman tulus hingga membuat si polisi tidak bisa berbicara lebih banyak lagi.
“Dia Samantha. Saudara si pria yang menghancurkan mobil.”
Seorang pria yang mengenakan setelan formal langsung menoleh ke belakang tepat di mana Samantha berdiri.
Wanita itu terlihat sedikit kacau, tetapi kecantikannya sama sekali tidak dapat ditutupi meski dengan kenyataan bahwa adik laki-lakinya telah menghancurkan mobil mewah seseorang.
Pria asing itu menyunggingkan seulas senyum miring. Dalam hati dia bergumam, ‘Hell … wanita ini akan membuat Dante Adams kewalahan.’
Saira's POV. "Zavi it is just you and me here for at least some time. I am sure Dhruv must be looking for us but I am not sure how far the currents have carried us in that storm. We were not too long ijn the sea so I am sure help will not be too far." I nodded before remembering he could not see since he was not looking towards me as he had promised he will not. And somehow I do trust him. I sat quietly as I heard sound that told me he was adding some dry branches and twings that he had collected and soon I could feel the fire be larger than before. It crackled and some bits of sparks kept flying around as the occasional not so dry wood may be coming in contact
Saira's POV. "-You do understand what I am saying don't you Zavi? I am just saying that we should – er shed our clothes-" "Shed our clothes?" I squealed, I was not scared, not at all. On the contrary I was having a tough time trying not to laugh out loud. Leonardo can be so adoring and cute at times that it just does not suit with his Casanova image! Even in the not so bright light by the fire I could make out the man had gone red in the face due to embarrassment! A Casanova asks a girl to strip with the good intention of her not falling ill and then blushes because of the way it sounded. I coughed a
Saira's POV. This man has been trying his best to meet my expectations and win my heart. To have someone like him in my life I would have to be terribly lucky. However luck has not been particularly fond of me in the recent years. Coming close to me will complicate things for him. Mira holds a very special place in my heart and my life. I understand her internal trauma and mental stress but I cannot risk a repeat of what happened to me that fateful night years ago. And today- I do not remember how I fell into the ocean today but I cannot rule out Mira's involvement - I shivered at the very possibility and could not even bear to think about it.
Saira's POV.I awoke to paws prodding on my chest. I could hear a voice in the distant muttering some chants. Is this how everyone feels after death.I am dead, right? Do wild animals handle us in afterlife? Perhaps they are creatures for specific purpose?This must be a transit booth or something. I need to see. Why do my eyelids feel so heavy? Where are the rest of my body parts.I felt a jerk and salty water hit my tongue as it rose from inside me and I coughed it out of my mouth.I choked as some of it came out of my nose.Was I at the bottom of a deep pit? How did I fall inside a pi
Leonardo's POV. The boat rocked making me stumble but my determination was stronger than any rational thought my brain could conjure. I felt eyes on me but I did not stop to check. Lifting my body up I dived into the only water. Taking a deep breath I started swimming in the direction where I had seen the dolphins in the distant. The streak of light blue between them may have been visible only for a split second before disappearing but I knew that colour was of Zavi's gown. I could hear faintly Dhruv's voice calling out to me in the background over the din of the motor boat and sounds of my swimmi
Saira's POV. An hour before the old couple spotted the Dolphins frolicking in the ocean in the previous chapter. My surrounding was like a bottomless pit that was sucking me in as I hurled into it. Desperately I trashed around in my attempt to clutch at something – anything that would put a stop to my fall. No matter how much I tried I was barely able to move my limbs. They felt so stiff and heavy. With effort I pushed open my eyelids only to feel a sudden piercing pain in my eyes. Water! Sea Water! Fear spread into my heart like the shadows cast by the setting Sun as I realised I was floatin
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments