“Sori ya, Leen. Mamaku tadi cerewet sekali soal gaun pengantin. Untung kamu dan Tante Ernie sabar sekali menuruti kemauannya. Aku sungguh berterima kasih,” kata Samuel malam harinya di telepon. Baru pukul enam petang tadi dia mengantar Aileen dan Ernie pulang ke rumah. Sementara Tina diantar pulang oleh sopir pribadinya.Sesampainya di rumah Aileen, Samuel sebenarnya diajak mampir ke rumah dulu oleh Ernie. Tapi dengan halus pemuda itu menolaknya. Dia berkata harus segera pulang untuk membicarakan hal penting dengan ayahnya. Padahal sebenarnya dirinya ingin memberikan Aileen kesempatan untuk segera beristirahat. Pemuda itu dapat merasakan calon istrinya tersebut merasa kelelahan mencoba begitu banyak model gaun pengantin demi memenuhi selera Tina yang perfeksionis.“Nggak apa-apa, Sam,” jawab Aileen lirih. “Lagipula gaun yang untuk acara pemberkatan di gereja itu bisa dibilang pilihanku sendiri. Aku sangat menyukainya. Mamaku juga.”“Aku juga,” sela lawan bicaranya spontan. “Kamu canti
Air mata gadis itu jatuh bercucuran. Suaranya mulai terisak-isak. James yang mendengarnya di seberang sana jadi sakit kepala. Nangis lagi, nangis lagi! keluh pemuda itu dalam hati. Jengkel sekali dia pada kekasihnya ini. Salah ngomong sedikit saja sudah baperan. Aduh!“Ya sudahlah, Sayang. Sori aku salah ngomong. Sori kamu jadi sakit hati karenanya. Sori…,” ucap pemuda itu panjang lebar. Mudah-mudahan tangisannya segera berhenti, batinnya semakin dongkol. Kalau nggak, mending kututup saja teleponnya dan kutinggal tidur!Akan tetapi seperti biasanya hati Aileen langsung adem begitu mendengar permintaan maaf sang kekasih. Entah kata-katanya itu tulus atau sekadar untuk menenangkan hatinya saja. Selanjutnya pembicaraan mereka mulai teralihkan pada hal-hal lain yang tak berkaitan sama sekali dengan pernikahan Aileen.Setelah puas ngobrol dengan pemuda pujaan hatinya, gadis itu bersiap-siap untuk tidur. Perasaannya terasa ringan sudah melampiaskan kerinduannya pada James meskipun hanya mel
Ucapan wanita itu tiba-tiba terhenti. Dia tak sanggup melanjutkan kata-katanya sampai selesai. Takut kekuatirannya itu akan menjadi kenyataan. Sementara itu sang suami mulai memejamkan matanya rapat-rapat. Tina menghembuskan napas kesal. Namun dirinya merasa kasihan juga melihat raut wajah suaminya tampak kelelahan.Perlahan dia berbisik pada laki-laki itu, “Mas…ayo tidur yang benar. Jangan dalam posisi duduk begini. Ayo berbaring saja….”Selanjutnya dibantunya Ruben tidur dalam posisi miring dengan memeluk guling. Diselimutinya tubuh kekar itu dengan selimut tebal. Terdengar suara dengkuran halus pria itu yang menandakan dirinya sudah terlelap.Tina menghela napas dalam-dalam. Dia lalu berkata pada dirinya sendiri, “Firasatku mengatakan bahwa ada yang tidak beres dengan pernikahan ini. Aileen Benyamin memang seorang gadis baik-baik. Tapi terlihat jelas dia tidak menaruh perasaan pada anakku. Beda dengan Sam yang sepertinya mulai menaruh hati pada calon istrinya itu. Aku takut kalau…k
Sementara perasaan Ernie sibuk berkecamuk sendiri, putri kandungnya yang sejak tadi memperhatikan mobil Samuel dari balik jendela kamar tidurnya menghembuskan napas lega.“Akhirnya pergi juga mereka. Lagian ngapain sih, dari tadi kok nggak segera berangkat? Ngobrol apa aja Mama sama Sam?” celoteh Aileen pada dirinya sendiri. Dia bergegas merapikan meja kerjanya. Setelah itu diraihnya ponselnya untuk memesan taksi online.Setelah memperoleh driver yang siap mengantarkan dirinya ke tempat yang hendak dituju, Aileen lalu menelepon James. Terdengar nada sambung satu kali yang kemudian berganti dengan suara yang teramat dikenalnya.“Halo, Sayang,” sapa suara di seberang sana ceria. “Sudah siap datang ke kos-ku?”“Yes. Sepuluh menit lagi taksi online datang ke rumahku, James. Habis itu aku langsung berangkat ke tempat kos-mu. See you.”“Siap, Sayang,” jawab James sembari tersenyum senang.Demikianlah kedua anak muda itu bertemu dengan sembunyi-sembunyi untuk memadu kasih di dalam kamar kos
Dengan perasaan getir mempelai pria itu menelan ludah. Ditepuk-tepuknya tangan pasangannya lembut. “Tenanglah, Aileen. Kalaupun ada yang harus mendapat hukuman dari Tuhan, akulah satu-satunya orang yang akan menanggungnya. Karena aku yang mengusulkan sandiwara pernikahan ini. Bukankah begitu?”Aileen menatapnya ragu. Samuel menganggukkan kepalanya tegas. Sorot matanya begitu teduh. Membuat hati Aileen berangsur-angsur tenang kembali.“Thank you, Sam,” ucap perempuan itu tulus.“For what?” tanya sang pria heran.“For…being a very good friend to me,” jawab Aileen sambil tersenyum manis.Hati Samuel luluh seketika. Aku duduk di samping bidadari yang hatinya tak kumiliki, batin pemuda itu nelangsa. Ya sudahlah. Yang penting dia bisa bahagia dan tak merasa tertekan menikah denganku.***Hari itu terasa bagaikan mimpi bagi Aileen. Dia melangkah ke altar gereja didampingi oleh Samuel yang dalam hitungan menit akan resmi menjadi suaminya di mata agama dan hukum negara ini. Ketika dia menguca
Samuel nyengir mendengarnya. Dia lalu mengangguk. Dipanggilnya salah seorang personil wedding organizer yang mengatur pernikahannya. Dimintanya orang itu untuk mencari asisten desainer gaun pengantin Aileen. Tak lama kemudian perempuan yang dinanti-nantikannya itu muncul.Sang mempelai pria langsung berkata, “Tolong bantu pegangi ekor gaun istri saya ya, Mbak. Acara resepsi sudah selesai. Kami sekarang akan pergi ke kamar pengantin. Tolong Mbak ikut kami. Istri saya butuh bantuan untuk melepas gaun pengantinnya.”Perempuan muda itu mengangguk. Dia tadi juga sudah diinstruksi oleh atasannya agar menunggu sampai pesta selesai supaya dapat langsung membawa pulang gaun pengantin yang dikenakan mempelai wanita. Gaun yang dipakai pada acara pemberkatan di gereja sudah dibawa kembali oleh asisten satunya tadi siang. Mereka memang bekerja bergiliran. Ide mengembalikan gaun pengantin wanita langsung kepada desainernya tanpa menunggu esok hari merupakan permintaan khusus dari Tina.Ibu kandung
Suaminya mengangguk mengiyakan. “Begitulah Mama. Sangat perhatian terhadap keluarganya. Memang dia cerewet dan terkesan suka mencampuri urusan orang lain. Tapi sebenarnya hal itu untuk menunjukkan kepeduliannya yang tulus. Tolong kamu agak sabar menghadapinya ya, Leen. Setidaknya Mama kan sudah membiarkan kita tinggal di rumah yang sesuai dengan keinginanmu. Itu sudah merupakan suatu pengorbanan yang besar darinya.”Aileen mengangguk setuju. Dia sendiri bukanlah orang yang terlalu perhitungan. Kalau memang pihak sana sudah mundur selangkah, dirinya pun tak keberatan untuk mengalah. Seperti halnya dengan gaun pengantin resepsi yang merupakan pilihan ibu mertuanya. Dia menurut saja memakainya demi menghindari perselisihan yang tak perlu. Demikian pula halnya dengan serba-serbi pernikahan seperti souvenir, konsep acara, menu hidangan resepsi, kue pengantin, bahkan dekorasi kamar pengantin pun dipercayakannya sepenuhnya pada ibu mertuanya tersebut.“Gimana ya reaksi Mama Tina seandainya d
Sebuah perasaan tak enak bergelayut dalam hatinya. Penthouse ini disewa oleh kedua orang tua Sam untuk memfasilitasi kami berdua mereguk malam pertama yang indah. Tapi aku minta anak mereka pergi demi menikmati malam pertama dengan pria lain!“Sam…sori. Aku…aku sungguh nggak pantas melakukan ini. Kurasa…kurasa sebaiknya kubatalkan saja pertemuanku dengan James….”Samuel langsung bangkit berdiri. Ditatapnya tajam perempuan yang telah resmi menjadi istrinya itu. Wajah cantik di hadapannya tertunduk malu. Terlihat jelas Aileen tak sanggup membalas tatapan suaminya.Pria itu berdeham pelan. Dia lalu berkata dengan hati-hati, “Kamu sudah telanjur berjanji pada pacarmu untuk bertemu di sini, kan? Bagaimana perasaannya nanti kalau pertemuan kalian tiba-tiba dibatalkan? Bisa-bisa dia curiga kita berdua ngapa-ngapain di sini.”Dia sudah tahu maksud James menemuiku di penthouse ini, keluh Aileen dalam hati. Yah, pria manapun pasti dapat menebak tujuan sepasang kekasih berduaan saja di dalam kam