Saat pagi harinya, Gevan pun terbangun ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden terasa menusuk matanya. Sambil mengerjap pelan dan memicingkan mata, ia menatap jam berbentuk bulat berwarna hitam yang menempel di dinding, lalu terkesiap kaget saat mengetahui bahwa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi!Pukul tujuh pagi??Gevan masih bengong karena baru kali ini dirinya bangun pagi sesiang ini. Kepalanya pun sontak menunduk untuk menatap seraut wajah cantik di dalam dekapannya yang masih terlelap damai dalam tidur.Aluna. Seulas senyuman lembut tanpa sadar kemudian tercetak di bibirnya, saat menyebut nama itu di dalam hatinya dengan penuh memuja. Gevan merasakan secercah perasaan asing yang kini tengah menyeruak di dalam batinnya. Rasanya seperti... ... mendengar suara pelan dari debur ombak. Seperti berbaring di atas pasir pantai yang lembut dan hangat. Seperti bergelung di dalam selimut tebal yang sangat nyaman. Seperti sebuah perasaan damai, dan juga terpenuhi..
Kedatangan mereka pun disambut hangat oleh kedua orang tua Aluna yang bernama Bagas dan Anggita. Pertama-tama Aluna mengenalkan Andromeda dan Desti kepada Papa dan Mamanya, lalu kemudian mengenal Gevan sebagai calon suaminya.Pada awalnya mereka semua saling bertegur sapa dan berbincang santai, sebelum kemudian tibalah waktunya untuk Aluna mengatakan hal yang terpenting.Gadis itu pun menunduk sedalam-dalamnya untuk menguatkan hati, sementara Gevan menyunggingkan senyum tipis yang terkesan resmi di hadapan kedua orangtua Aluna.Andromeda dan Desti telah menyampaikan tujuan dan maksud kedatangan mereka, dan selanjutnya mereka tinggal menunggu keputusan dari Bagas dan Anggita--orang tua Aluna. "Pa... Ma... sebelumnya ada hal yang ingin Aluna sampaikan kepada kalian," ucap Aluna dengan suara bergetar dan mata yang mulai terasa lembab karena dipenuhi air mata.Anggita mengerutkan kening heran menatap putrinya. "Ada apa, Nduk?" Tanya Mamanya Aluna dengan bingung melihat kegundahan di wajah
Aluna sedang membawakan camilan dan minuman ke taman belakang, sambil menunggu Gevan yang sedang membersihkan diri di kamarnya di lantai atas. Sore-sore begini, memang paling enak minum teh sambil menikmati suasana kebun belakang di rumah masa kecil Aluna yang asri dipenuhi aneka warna bunga. Sejak dulu Anggita memiliki hobi bercocok tanam, sehingga ibunda Aluna tersebut membuat kebun belakang rumah menjadi tempat yang indah dan nyaman untuk bersantai sembari menikmati alam.Aluna menaruh baki berisi cake lemon oleh-oleh dari Desti serta teh hangat di atas meja kayu, lalu ia pun duduk di sana menunggu Gevan sambil bermain ponsel.Saat hendak mengecek pesan, Aluna mendapati Flora yang mengirimkan beberapa pesan untuknya.[Lun, selamat yaa. Nggak nyangka kalau ternyata kamu adalah wanita yang berhasil mendapatkan hati CEO kita yang ganteng itu. Anyway, kalian tinggal bareng kan? Dia hot nggak di ranjang?][Terus-terusss... giimana, suka nggak sama pilihan baju untuk kamu?]Ah ya... Al
Saat makan malam, Bagas dan Gevan banyak berbincang tentang berbagai hal. Bagas yang telah pensiun sebagai pilot di sebuah maskapai nasional, banyak bertanya pada Gevan mengenai bidang pekerjaan calon menantunya itu yang bergerak di jasa telekomunikasi.Bagas cukup senang mengetahui kalau Gevan adalah seorang CEO dari Samudra Corp. Bukan karena materialistis, tapi lebih untuk kesejahteraan Aluna serta cucu-cucunya kelak. Papanya Aluna itu juga bisa merasakan jika Gevan adalah pria yang cukup baik, dilihat dari bagaimana ia memperlakukan Aluna dengan lembut, serta sikap hormat yang ditunjukkannya kepada Bagas dan juga kepada Anggita.Sementara itu, Aluna dari tadi hanya bisa mencuri-curi pandang pada Gevan tanpa berani ikut terlibat dalam pembicaraan. Ia sedikit gentar setelah apa yang terjadi di kebun belakang tadi sore, ketika Tommy meneleponnya.Aluna pun hanya bisa mengerang dalam hati ketika mengingat apa yang terjadi setelah Gevan menutup telepon dari Tommy. Tadinya gadis itu
"Bibir kamu nikmat sekali Al," guman Gevan dengan suara beratnya yang serak. Aluna memekik kecil saat Gevan kini telah melepas pagutannya di bibir, lalu kepala pria itu menunduk untuk menghisap kuat leher Aluna. Menciptakan sensasi letupan-letupan kecil yang menggelitik di dalam perutnya.Sementara itu satu tangan Gevan mulai bergerak dengan nakal memasuki kaus oversize bergambar Hello Kitty, untuk meraup salah satu dari bukit kembar yang lembut di dalamnya. Dengan mahir, jemari pria itu mengelus puncaknya dengan sentuhan seringan bulu dari balik bra."M-Mas..." desah Aluna dengan wajah merona dan napas yang memburu, serupa napas Gevan yang berhembus di leher gadis itu. Ia merasa seperti akan meledak akibat sensasi panas yang dibangkitkan oleh sentuhan bibir Gevan yang sensual. Akal sehat dan kontrol diri yang selama ini ia gunakan bila berada di dekat lelaki, sekarang hilang entah kemana. Mungkin kening Gevan harus ditempel stiker bertuliskan, "benda panas dan berbahaya! jangan
Aluna sadar diri jika ia memiliki calon suami yang secara fisik sangat mendekati sempurna seperti Gevan. Jadi nggak aneh juga sih kalau lelaki itu jadi pusat perhatian kemana pun mereka melangkah. Bikin insecure aja.Bahkan saat ini pun Aluna merasa bagaikan itik buruk rupa yang lagi jalan sama Prince Charming!Apalagi ketika Gevan menggandeng tangannya sepanjang perjalanan mereka di Mall, membuat banyak tatapan iri dialamatkan kepada Aluna. Dan setelah mendengar cemoohan dua gadis tengil padanya tadi yang sukses makin membuat Aluna rendah diri, akhirnya sekarang ia pun hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha mengubur wajah dari balik rambutnya yang panjang agar tidak makin dihujat seperti tadi.Aluna juga kalau tahu sebenarnya wajahnya juga nggak jelek-jelek amat, malah lumayan cantik sebenarnya.Masalahnya, Gevan itu terlalu tampan untuk dirinya yang cuma sekedar 'lumayan'. Terlalu ningrat untuk dirinya yang rakyat jelata.Huh. Nggak lagi-lagi deh Aluna jalan ke Mall
Sesampainya kembali di rumah orang tua Aluna, tiba-tiba saja Gevan mendadak muntah-muntah hebat.Kalau menurut perkiraan Aluna sih, penyebabnya mungkin antara kebanyakan makan atau perut Gevan yang menolak untuk mencerna makanan pinggir jalan di lambung ningratnya itu.Anggita dan Bagas yang juga sama-sama baru sampai di rumah pun khawatir melihat kondisi calon menantu tersayang mereka. Apalagi dalam beberapa jam Aluna dan Gevan harus pulang kembali ke Jakarta."Nduk, ditunda saja kepulangan kalian ya? Kasihan banget Gevan kalau dipaksakan pulang dengan kondisi lemah begitu," tutur Anggita cemas."Mamamu benar, Nduk. Apalagi tiket kalian tipe First Class, bisa kok diubah jadi besok. Kalau pun misal nggak bisa, bilang saja sama Papa. Nanti biar Papa yang telepon orang bagian ticketing," timpal Bagas yang merupakan pensiunan Pilot dan memiliki banyak koneksi di bandara. Aluna hanya bisa mendesah pelan mendengar usulan kedua orang tuanya. "Tadi Aluna juga sudah bilang gitu, tapi Mas Gev
Pesawat yang ditumpangi Gevan dan Aluna kini telah sampai di Jakarta, dan langsung dijemput di bandara oleh supir pribadi Gevan, Pak Anton."Al, kalau mau beli mangga yang muda gitu dimana, sih?"Aluna menoleh cepat ke arah Gevan yang sedang duduk santai di dalam mobil. Pria itu barusan bertanya tanpa mengalihkan tatapannya yang terus memantau pergerakan saham Samudra Corp. dari I-pad. "Mangga muda?" Ulang Aluna heran. "Buat apaan, Mas?" "Buat cocolan rujak. Bikinin ya? Kayaknya seru juga rujakan malem-malem gini," sahut Gevan lagi. "Maaf Pak Gevan, di depan ada toko buah. Mau coba berhenti di situ?" Pak Anton pun mengusulkan dengan sopan.Gevan menganggukkan kepala dengan cepat. "Boleh deh. Al, kamu aja yang turun ya? Aku nggak begitu ngerti cara milih mangga muda," pinta Gevan dengan senyum gantengnya yang bikin Aluna meleleh. 'Senyumnya biasa aja bisa nggak sih? Kelewatan banget gantengnya,' gerutu Aluna dalam hati sambil membuka pintu mobil dan berjalan beberapa langkah menuju