Aluna sadar diri jika ia memiliki calon suami yang secara fisik sangat mendekati sempurna seperti Gevan. Jadi nggak aneh juga sih kalau lelaki itu jadi pusat perhatian kemana pun mereka melangkah. Bikin insecure aja.Bahkan saat ini pun Aluna merasa bagaikan itik buruk rupa yang lagi jalan sama Prince Charming!Apalagi ketika Gevan menggandeng tangannya sepanjang perjalanan mereka di Mall, membuat banyak tatapan iri dialamatkan kepada Aluna. Dan setelah mendengar cemoohan dua gadis tengil padanya tadi yang sukses makin membuat Aluna rendah diri, akhirnya sekarang ia pun hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, berusaha mengubur wajah dari balik rambutnya yang panjang agar tidak makin dihujat seperti tadi.Aluna juga kalau tahu sebenarnya wajahnya juga nggak jelek-jelek amat, malah lumayan cantik sebenarnya.Masalahnya, Gevan itu terlalu tampan untuk dirinya yang cuma sekedar 'lumayan'. Terlalu ningrat untuk dirinya yang rakyat jelata.Huh. Nggak lagi-lagi deh Aluna jalan ke Mall
Sesampainya kembali di rumah orang tua Aluna, tiba-tiba saja Gevan mendadak muntah-muntah hebat.Kalau menurut perkiraan Aluna sih, penyebabnya mungkin antara kebanyakan makan atau perut Gevan yang menolak untuk mencerna makanan pinggir jalan di lambung ningratnya itu.Anggita dan Bagas yang juga sama-sama baru sampai di rumah pun khawatir melihat kondisi calon menantu tersayang mereka. Apalagi dalam beberapa jam Aluna dan Gevan harus pulang kembali ke Jakarta."Nduk, ditunda saja kepulangan kalian ya? Kasihan banget Gevan kalau dipaksakan pulang dengan kondisi lemah begitu," tutur Anggita cemas."Mamamu benar, Nduk. Apalagi tiket kalian tipe First Class, bisa kok diubah jadi besok. Kalau pun misal nggak bisa, bilang saja sama Papa. Nanti biar Papa yang telepon orang bagian ticketing," timpal Bagas yang merupakan pensiunan Pilot dan memiliki banyak koneksi di bandara. Aluna hanya bisa mendesah pelan mendengar usulan kedua orang tuanya. "Tadi Aluna juga sudah bilang gitu, tapi Mas Gev
Pesawat yang ditumpangi Gevan dan Aluna kini telah sampai di Jakarta, dan langsung dijemput di bandara oleh supir pribadi Gevan, Pak Anton."Al, kalau mau beli mangga yang muda gitu dimana, sih?"Aluna menoleh cepat ke arah Gevan yang sedang duduk santai di dalam mobil. Pria itu barusan bertanya tanpa mengalihkan tatapannya yang terus memantau pergerakan saham Samudra Corp. dari I-pad. "Mangga muda?" Ulang Aluna heran. "Buat apaan, Mas?" "Buat cocolan rujak. Bikinin ya? Kayaknya seru juga rujakan malem-malem gini," sahut Gevan lagi. "Maaf Pak Gevan, di depan ada toko buah. Mau coba berhenti di situ?" Pak Anton pun mengusulkan dengan sopan.Gevan menganggukkan kepala dengan cepat. "Boleh deh. Al, kamu aja yang turun ya? Aku nggak begitu ngerti cara milih mangga muda," pinta Gevan dengan senyum gantengnya yang bikin Aluna meleleh. 'Senyumnya biasa aja bisa nggak sih? Kelewatan banget gantengnya,' gerutu Aluna dalam hati sambil membuka pintu mobil dan berjalan beberapa langkah menuju
Aluna menatap bayangan dirinya di cermin kamar mandi dengan mata yang membelalak tak fokus. Oh My God.Apa yang sudah dia lakukan semalam?!Gadis itu menutup wajahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, malu sekali membayangkan perbuatannya tadi malam dengan Gevan di meja makan. 'Uh, lama-lama aku bisa gila kalau terus berdekatan dengan lelaki itu!' ((Aku sedang melukismu, Aluna Gendhis Manika...))Aaaaakk... kenapa ucapan Gevan semalam itu tidak bisa hilang dari ingatannya?! Gevan sialan! Kenapa laki-laki itu jago sekali merayu, sih?! Hobi banget bikin anak orang jadi meleleh!Dan segera setelah Gevan mengucapkan kalimat yang super sweet itu, Aluna pun mulai merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Seperti ada sensasi meremang dan meletup-letup kecil di bawah kulitnya, sensasi yang membuatnya... bahagia.Secara perlahan namun pasti, Gevan telah mengupas setiap lapisan dari kontrol dirinya sehingga semakin hari terasa semakin menipis. Pada akhirnya Aluna benar-benar khawatir kalau
"Haaatsschiiii!!!"Aluna bersin-bersin sambil mengusap hidungnya yang mulai sedikit berair. Uh. Pasti alerginya kumat lagi. Sudah beberapa hari ini Aluna tidak tinggal di rumah kontrakkannya, jadi pasti ada banyak sekali partikel debu yang menempel di sela-sela perabotan. Ck."Padahal tadinya aku ke sini karena mau puas-puasin tidur!" Keluhnya lesu. Angan-angan yang telah tercipta sejak ia berada di atas ojek yang menuju tempat tinggalnya pun pupus sudah. Mau tak mau Aluna harus bekerja membersihkan rumah kontrakan mungilnya ini dulu, agar bisa kembali ditinggali dengan nyaman.Kurang lebih satu setengah jam kemudian, Aluna baru selesai membersihkan semuanya. Ia pun lalu melemparkan tubuh lelahnya di sofa kecil depan televisi."Lapeeerr," ringisnya sambil memegangi perut. Mau masak sendiri sepertinya sih sekarang dia sudah tidak sanggup karena kelelahan, sepertinya mending pesan lewat aplikasi aja deh. Aluna pun segera meraih ponselnya yang berada di meja depan sofa. Baru saja i
Sepasang kaki jenjang terbalut heels runcing sepuluh senti itu melangkah dengan anggun dan penuh percaya diri di atas panggung megah. Bikini merah menyala yang ia kenakan untuk menutup aset-asetnya membuat penampilan gadis itu semakin seksi tak terbantahkan lagi. Make up glamour di wajahnya pun semakin menambah kecantikannya yang sudah sempurna.Tepuk tangan riuh penuh kekaguman mengiringi langkah gadis yang telah selesai menampilkan bikini rancangan seorang desainer kenamaan dari Italia itu. "Amanda!"Gadis itu menoleh, dan mendapati Nira sang Manajer berlari ke arahnya. Amanda yang sedang bersiap untuk penampilan selanjutnya, tak jengah dan tak malu untuk menanggalkan dua helai pakaian minim itu dari tubuhnya. Sontak, kulitnya yang keemasan eksotis pun terpampang dengan polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi. Seorang asisten desainer memakaikan Amanda sebuah bikini hitam yang bersurai renda panjang di bagian punggung sebagai penampilan terakhirnya malam ini, sekaligus pe
"Bun... Bunda, tunggu dulu!" Gevan berlari menyusul Desti yang menyeret Aluna agar mengikutinya ke arah pintu keluar dari unit apartemen Gevan. "Bunda, tolong dengarkan Gevan dulu! Ini nggak seperti yang Bunda kira, kok. Gevan dan Aluna--kami memang tinggal di satu apartemen tapi beda kamar, Bund!" Desti mendengus tanpa memelankan langkahnya. "Beda kamar?? Terus ngaruhnya apa sih, Van? Toh tadi juga jelas-jelas Bunda lihat kalian berdua sudah satu ranjang! Aduuuhhh... kepala Bunda pusing banget rasanya melihat kelakuan kamu tadi!" Desti memijit pelipisnya sambil mendesah keras.Aluna hanya bisa teediam dan menunduk malu. Rasanya dia sudah tidak punya harga diri lagi sebagai wanita di hadapan calon mertuanya ini. Desti pasti benar-benar sudah menganggapnya seperti perempuan murahan!"Pokoknya mulai sekarang kalian harus dipisahkan! Cuma sebentar ini, kok. Jadi Aluna akan tinggal sama Bunda dan Ayah di rumah, sedangkan kamu tetap di apartemen! Paham kamu, Van?!" Sentak Desti dengan ma
Beberapa waktu kemudian yang terasa sangat lama, Gevan mengangkat wajahnya dari dada Aluna yang telah dipenuhi oleh jejak merah tua tanda kepemilikannya. Manik hazel-nya lalu menatap kesal pada Aluna yang malah sudah tertidur pulas.Padahal ia sengaja menyulut gairah calon istrinya itu, tapi Aluna seolah tidak mempedulikannya dan malah terlelap sendiri!Dengan gemas, Gevan pun mengecup bibir merah merekah yang selalu basah itu dengan penuh gelora. Tapi ya memang dasar tidurnya kaya kebo, Aluna tetap saja tidak terbangun. Gevan begitu terhanyut saat calon istrinya itu merintih dan mengerang dengan suara seksinya, membuat gairahnya yang telah bangkit semakin meluap-luap. Hingga ia tidak menyadari jika satu jam kemudian Aluna mengeluh lelah, karena terus menahan rasa sakit yang begitu nikmat. Gevan berpikir kalau ia akan mulai memberikan Aluna vitamin penambah stamina yang aman untuk ibu hamil, agar calon istrinya itu bisa mengimbangi gairahnya yang meledak-ledak dan tidak akan bisa