Share

5. Menggenggam kepastian

Pagi saat fajar bersinar terang beberapa minggu kemudian dia memberiku sebuah surat yang dia kirim  lewat perantara seorang kurir bertubuh tambun aku berkirakan usianya baru setengah abad lebih sedikit. Ada kerutan yang nampak di wajah bapak itu sayang aku tak sempat menanyakan namanya juga tak sempat mengajaknya duduk sekedar menikmati pisang goreng buatan ibu panti asuhan yang baru digoreng. 

Belum juga aku buka surat itu ,ibu dan bapak panti memanggil terpaksa kutunda keinginanku  untuk membacanya 

"Galendra kemarilah nak bapak - ibu ingin bicara" pintanya 

Iya! Pak sahutku lalu bergegas masuk ke ruang makan bergaya minimalis dengan hanya ada meja dan kursi dari kayu. 

Aku menyeret kursi hendak kugunakan untuk duduk diantara bapak sementara ibu masih sibuk di dapur mencuci mangkok kotor bekas membuat kudapan pisang goreng. 

Apa kamu pulang ingin membicarakan tentang gadis itu  Galendra? tanya Pak Marsudi Bapakku

Galendra tersenyum Pak Marsudi menekan ucapannya agar istri mempercepat apa yang istrinya lakukan mendengar semua itu Bu Asma segera mempercepat kegiatan yang kemudian tak berapa lama tak berapa lama Bu Asma pun duduk. Sejenak kemudian Pak Marsudi melanjutkan sepertinya kamu sedang dekat dengannya bapak tidak salahkan? 

Tidak Pak Bapak benar aku memang sedang menjalin hubungan namanya Zia dia gadis yang baik juga salihah insyaAllah

Aku berkenalan dengan dia ketika aku berada di kafe tempatku biasa nongkrong melepas penat seusai bekerja  sejak itu Galendra dekat dengannya Pak hampir setiap hari kami berkomunikasi meski lewat telepon jadi baru ketemu sekali 

Jadi baru bertemu sekali kamu langsung menyukainya begitu maksudnya kata mereka berbarengan

Galendra tersenyum menatap orang tuanya

"Aku langsung jatuh hati jawabku yakin

Pak Marsudi dan Bu Artini menarik napas panjang. Saling melirik lalu tersenyum penuh arti

Baiklah kalau kamu sudah yakin ibu dan bapak cuma ingin kamu berpikir sungguh-sungguh tentang perasaanmu jangan sampai perasaanmu adalah perasaan sesaat. 

Jangan sampai kamu mempermainkan perasaan perempuan karena itu sama artinya dengan mempermainkan perasaan ibumu.!

Segerakan lamar dia 

Galendra terdiam menatap wajah kedua orang tua angkatnya penuh cinta kata-kata bapaknya menancap tepat di hatinya. 

Tak berapa lama dia pamit hendak kekamar tak lupa membawa surat itu dalam genggaman

Dengan ucapan basmalah diatas ranjang perlahan kubuka surat itu aku seperti tersengat aliran listrik tegangan tinggi 

Assalamu'alaikum wrwb

Sudah sejam lebih aku menyusun kata namun gagal. 

Aku terlalu takut jika yang tertulis pada sepucuk surat ini membuatmu ragu memilih aku sebagai perempuanmu. 

Tetapi jika Aku diam akankah kamu sadar perasaanku? Meski itu sudah nampak jelas ketika aku menatapmu dengan kedua mataku yang berbinar- binar.

Dengan wajahku yang secerah matahari? 

Lalu.. bukankah parasku tak pernah redup saat kedua matamu bertemu aku? 

Jika isyarat itu belum cukup akan kuingatkan tentang masa itu selisih jarak kurang dari satu meter menyenangkan sekali duduk berdampingan di dalam ruang kafe. Buku catatan, laptop, secangkir kopi dan juga kau. 

Jika hal sekecil itu saja tak mampu membuatmu teringat kepadaku 

Lalu aku harus apa?

Deg jantungku seolah Berhenti berdegup seusai membaca surat dari sang kekasih Kini dia tahu bagaimana perasaan Zia. Hening menjeda Galendra 

Ya Allah  Engkau telah menjawab keyakinanku suaranya bergetar menahan debaran jantung yang berdegup lebih kencang

***

Aku terus memacu mobilku menuju kawasan Dirgantara di mana Zia  dan keluarganya tinggal

kuurungkan niatku kembali ke Surabaya. Setelah sebelumnya aku menelpon atasanku mengatakan bahwa ada urusan yang sangat penting hingga tidak bisa segera masuk kerja aku juga meminta waktu yang sedikit lebih panjang kepada atasanku syukurlah beliau memberikan ijin.

Tiga puluh menit kemudian aku tiba di depan sebuah rumah di kawasan Dirgantara sebuah rumah bergaya joglo dengan halaman yang luas dua pohon palem setinggi dua meter berjajar di depan pagar di bagian kiri sebuah garasi besar terbuka suasana semakin terlihat Asri karena ada sebuah Saung yang terbuat dari bambu

Aku turun dan menekan bel pada pintu pagar besi setinggi dua meter berwarna coklat emas. Tak tama seorang asisten rumah tangga yang kutahu bernama Bu asih keluar dan langsung membuka pintu pagar. Senyumnya terkembang ketika melihat kedatanganku

Silakan masuk Mas  Mbak Zia  dan Ibu ada di dalam kata Bu Asih mempersilahkan sepontan bibirku terangkat Aku tersenyum mendengarkannya

Dari dalam ibu Zia datang menyambut kedatangan Galendra

Bismillah desahku setelah menghempaskan pantatku di sofa 

Sebelumnya Galendra minta maaf jika kedatangan Galendra mengganggu Bia dan Zia  mendengar kata kata  Galendra yang terdengar serius Bia dan Zia terdiam seolah terhipnotis oleh suara Galendra mereka bertanya-tanya dalam hati ada apa ini, ini tak seperti Galendra biasanya. 

"Enggak mengganggu kok Kak justru aku senang"  jawab Zia  

 Galendra kembali mengucapkan basmalah untuk kedua kalinya 

"Bismillah begini Bia dan Zia  aku bermaksud untuk melamar Zia  menjadi istriku dan aku datang kemari dan maaf tanpa persiapan apapun layaknya melamar seseorang namun semua itu tak mengurangi pengharapanku agar Bia dan Zia berkenan menerima lamaran ini" kataku kemudian. 

Hening menjeda Bia dan zia saling tatap wajahnya mengisyaratkan kekagetan tak percaya dengan apa yang didengar

Bia menarik napas dalam dan sepertinya cukup berat Bia memandang putrinya. 

"Maaf kalau boleh Bia tahu Apakah yang membuat Galendra begitu yakin ingin menjadikan Zia sebagai istri seperti yang Galendra ketahui anak Bia adalah seseorang yang punya keterbatasan. Meski begitu dimata keluarga dia tetap istimewa."sambungnya

"Karena Allah membuat hatiku menginginkan Zia tanpa setitik pun keraguan lagi"awab Galendra penuh keyakinan  sebuah jawaban yang berhasil membuat Bia bungkam. 

"Bagaimana pendapatmu Zia?"

"Apa kamu menerima lamaran ini ?" tanyanya meminta kepastian. 

Zia tak menjawab tapi di sudut matanya tampak butiran bening mengendap Zia begitu terharu ditariknya napas panjang sebelum menjawab kalimat basmalah pun di ucapkan 

"iya Kak Zia  bersedia menerima lamaran Kak Galendra. Jawab zia penuh kelembutan. 

Alhamdulillah Bia dan Galendra hampir bersamaan bagai terlepas dari beban berat Galendra tak menyangka meminta seseorang untuk menerima pinangan terasa seperti ini perasaan yang tak mudah dijelaskan . 

Tapi semua itu terbayarkan saat mendengar ucapan kesediaanya menerima lamaran yang serba mendadak ini bahkan Galendra tak sempat memberi cinderamata sebagai tanda.

Aku memilih Zia sebagai istri hanya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala  tentu juga karena cinta dan sayang tak ada hal yang lain yang kupkirkan meskipun aku sudah membaca suratnya bagiku surat itu tak lebih dari sebuah jawaban keyakinan. 

Bahwasanya dialah teman hidupku, seseorang yang aku yakin mampu membuat perasaan ini tentram saat gelisah itu datang atau saat hati dipenuhi rasa marah aku yakin seyakinnya dia mampu meredam dan memenangkan membuat aku berpikir jernih kembali.  Karena apa? aku manusia biasa sama seperti yang lain gak sempurna. Punya kemarahan kesedihan gelisah ragu was- was dan InsyaAllah Zia adalah orang yang akan mengingatkan menuju kebaikan. 

Kalian tahu ? Aku terkesiap saat dia hanya memperpanjang sujudnya. Allah semua karena aku yang melukai perasaannya

Banyak orang bilang kalau berbagai cobaan akan datang sebelum acara pernikahan dilaksanakan Iya aku sendiri merasakan hal itu cobaan yang sangat berat hampir saja membuat pernikahanku dan Batal tiga hari sebelum akad. 

Persiapan demi persiapan berjalan lambat entah mengapa orang orang-orang yang aku amanahi menguji kesabaranku belum lagi WO (wedding organizer) yang ternyata fiktif. Ya Rabb jangan Engkau hilangkan kesabaranku. 

Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini  baik bagiku, agama dan kehidupanku, maka tetapkan dan mudahkanlah ia bagiku kemudian berkatilah aku, dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku, bagi agama dan kehidupanku serta akibat dari urusanku, baik untuk masa sekarang maupun untuk masa mendatang, maka hindarkanlah ia dariku dan hindarkanlah pula diriku darinya, dan tetapkanlah hal yang terbaik bagiku menurut semestinya, kemudian ridhailah aku. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status