Hazel is tormented every night by an unknown man, she is the second daughter of Alpha Donald, who is the Alpha of the Crescent Moon pack. their pack was suddenly attacked by some rogues and Hazel's father sought an alliance with the Dark Knight pack since that is the biggest and strongest pack in the whole world. The Alpha of the Dark Knight pack promised to help him but in exchange, he will have to marry one of his princesses. Hazel's father agreed and told him to come and pick whoever he wanted between the two princesses. Hazel was shocked to the bone to see the Alpha of the Dark Knight pack was the strange man who always appeared in her dreams. Find out what will happen more in the series "Married To The Masked Alpha"
View More“Apa yang terjadi?!”
Lily terbangun dengan jantung berdetak liar. Napasnya memburu saat matanya menyapu ruangan asing yang disinari cahaya matahari. Kepala masih berdenyut hebat akibat alkohol semalam, tetapi yang membuat tubuhnya benar-benar membeku adalah rasa sakit yang menusuk di bawah sana.
Dengan tangan gemetar, Lily meraih selimut yang melilit tubuhnya, perlahan-lahan menyingkapnya untuk memastikan sesuatu.
Dia tidak mengenakan apa pun.
“Tidak mungkin…”
Cepat-cepat, Lily menatap sekeliling dan seketika dia pun membeku.
Dia mendapati bajunya berserakan di lantai, dan sepasang sepatu pria yang tergeletak rapi di dekat meja kopi adalah bukti bahwa dia tidak sendiri tadi malam!
Ketakutan menyergapnya seketika. Lily buru-buru memegangi kepalanya, mencoba mengingat bagaimana semua ini bisa terjadi.
Semalam, Lily menyaksikan calon suaminya, Bryan, berbagi ciuman panas dengan wanita lain di apartemen miliknya sendiri. Dan lebih parahnya lagi, wanita itu adalah Sonia, gadis yang dulu paling sering merundungnya semasa sekolah.
Siapa sangka, gadis itu kini menjadi selingkuhan pria yang akan menikahinya?!
Seakan belum cukup menyedihkan, Lily bahkan mengetahui bahwa Bryan tidak pernah benar-benar mencintainya!
“Kalau dia bukan putri tunggal keluarga Mahesa, mana mau aku menikah dengan wanita membosankan sepertinya?”
Saat kalimat itu terucap dari mulut Bryan, dunia Lily runtuh seketika. Tubuhnya tidak bisa bergerak, dan dia hanya membeku di tempat sampai dua pengkhianat itu menyadari keberadaannya.
“L-Lily?!”
Bryan sempat ingin mengejarnya, tapi Lily langsung berbalik dan meninggalkan apartemen itu.
Dalam kemarahan dan kehancuran, Lily mengemudikan mobilnya tanpa tujuan dan berakhir di sebuah bar.
Lily tidak pernah minum alkohol sebelumnya. Namun, malam itu, dia menenggak minuman keras seperti air. Setiap tegukan terasa seperti membakar tenggorokannya, tetapi tidak ada yang lebih perih dari rasa sakit di hatinya.
Dia tidak ingat berapa banyak yang dia minum.
Yang dia ingat hanyalah sepasang mata tajam yang menatapnya dari kejauhan.
Lalu, seseorang membantunya berdiri. Seorang pria.
Bibirnya tersenyum samar. Saat itu, dia mengira pria itu adalah orang baik yang akan membawanya pulang dengan selamat.
Tetapi setelah memasuki kamar hotel…
Sentuhan panas itu. Bibir yang melumatnya rakus. Lengan kekar yang mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di kasur.
Terlalu jelas.
Terlalu nyata.
Lily menggelengkan kepala kuat-kuat. Tidak. Tidak. Tidak.
Dia tidak ingin mengingat lebih jauh.
Perlahan, dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya langsung menegang. Rasa sakit itu…
Air matanya menggenang.
Dia telah melakukan sesuatu yang tidak bisa dia tarik kembali.
Dengan buru-buru, Lily memunguti pakaiannya yang tergeletak di lantai. Namun, saat masih membungkuk, suara gagang pintu kamar mandi yang berputar membuatnya membatu.
Pintu terbuka.
Lily menoleh, tubuhnya langsung merapat ke dinding, memegangi selimut di dadanya seperti perlindungan terakhir.
Detak jantungnya kacau.
Seorang pria keluar dari kamar mandi.
Tinggi. Dingin. Berbahaya.
Hanya mengenakan kemeja putih dengan beberapa kancing terbuka, pria itu tampak santai membetulkan jam tangan Richard Mille yang Lily tahu harganya setara dengan satu unit apartemen mewah.
Pria itu menatapnya lurus.
"Sudah bangun?"
Nada suaranya dalam dan tenang, seolah apa yang terjadi semalam bukanlah masalah besar.
Lily menelan ludah, tetapi tenggorokannya terasa kering.
Pria itu tidak mengucapkan apapun lagi. Dengan langkah tenang, dia berjalan menuju cermin, merapikan kerah bajunya seakan ini hanyalah pagi biasa baginya.
Namun, kalimat berikutnya membuat tubuh Lily menegang.
"Apa kamu tidak takut dimaki pelanggan?"
Pelanggan?
Kening Lily berkerut dalam. Apa pria ini baru saja menganggapnya wanita bayaran?!
Matanya membelalak.
Tidak. Ini pasti mimpi buruk.
Tapi saat melihat ekspresi santai pria itu, kenyataan menamparnya lebih keras.
Lily ingin membalas, tetapi bibirnya terlalu kelu. Dia hanya bisa memandangi pria itu—pria yang telah merenggut sesuatu yang paling berharga darinya.
Saat pria itu menoleh dan hendak berbicara, Lily langsung berlari menuju kamar mandi, mengunci pintu.
Punggungnya menempel di dinding, tubuhnya gemetar hebat.
Air mata yang sejak tadi tertahan kini jatuh begitu saja.
Apa yang telah dia lakukan?! Karena tindakan bodohnya pergi ke bar, sekarang Lily harus kehilangan kesuciannya kepada pria yang bahkan tidak peduli padanya!
**
Lily tidak tahu berapa lama dia berdiam diri di kamar mandi, memikirkan betapa malu dirinya jika orang tuanya tahu mengenai apa yang telah terjadi.
Dia hanya berharap ketika keluar, pria itu sudah tidak ada.
Namun, harapannya hancur seketika.
Saat dia membuka pintu, pria itu masih di sana.
Kini telah berpakaian lengkap, duduk di sofa dengan kaki bersilang, menatap layar ponselnya dengan ekspresi acuh tak acuh.
Lily menggigit bibir. Dia tidak ingin berlama-lama di sini.
Tanpa sepatah kata pun, Lily menyambar tasnya yang tergeletak di lantai, lalu berjalan melewati sang pria begitu saja menuju pintu.
Namun—
"Ambil bayaranmu."
Langkah Lily terhenti.
Hatinya bergetar hebat.
Perlahan, dia menoleh ke belakang.
Pria itu bahkan tidak melihatnya saat berbicara.
Tangannya bergerak santai, menunjuk sebuah tumpukan uang di meja kopi.
"Bayaran?" gumam Lily, tubuhnya membeku di tempat.
Saat itu, Arsen Sebastian Luis pun mengangkat pandangannya dan melihat Lily sekilas. Dia menautkan alis, lalu memutuskan untuk berdiri dan mendekati wanita di hadapannya itu.
Tinggi. Mendominasi. Berbahaya.
Lily bahkan harus mendongak untuk menatap wajah Arsen yang tajam dan tak terbaca.
"Apa kurang?"
Lily ingin menangis. Pria ini benar-benar berpikir bahwa dia…
"Aku tidak tahu berapa yang sudah dibayarkan temanku," lanjut pria itu seraya meraih tangan Lily, memaksanya menerima tumpukan uang itu. “Tapi ambil saja ini. Itu bayaran yang pantas untuk dirimu."
Darah Lily mendidih.
Dadanya naik turun menahan emosi yang meledak.
Tanpa berpikir panjang, Lily mengangkat tangan dan menamparnya keras!
PLAK!
“Jaga sikap Anda, dasar bajingan!”
Tanpa menunggu jawaban dari pria di hadapannya, Lily cepat-cepat pergi dari sana selagi menahan tangisan di ujung mata.
Di sisi lain,
Pria itu, Arsen bergeming. Dia tidak menyangka akan ditampar ketika ingin memberikan bayaran lebih kepada wanita panggilan yang dipesan oleh temannya itu.
Dalam hati, tak elak dia bertanya. Apa wanita panggilan zaman sekarang memang segalak ini?
Selagi menghela napas, Arsen berbalik untuk meraih jasnya agar bisa segera pergi. Namun, di saat itu tatapannya jatuh ke ranjang.
Pria itu pun membeku.
Bercak merah. Darah?
Arsen menatapnya lama, kemudian mengerutkan kening.
Wanita panggilan tadi ... masih perawan?
Hazel’s Point of View We spent the rest of the day in a blur, and fortunately, I did not set my eyes on Ovian. My days seem to be a little better. The night soon fell. Emma led me to the dining hall. I badly wanted to decline going there but I ate nothing in the afternoon. Which made my stomach grumble a lot. As we passed by some maids, they erupted into laughter as if they just saw something funny. They made it obvious that they were laughing at me. “She had no shame. How could she walk around with her disgusting hair” The maid’s voice was low but I clearly heard what she said. “I wondered why the Alpha chose someone like her as a bride. Humans are very much better than someone like her” the other snorted. “If I am here, I would just go and die” The first maid yelled and the two erupted into laughter. I clenched my fist tightly, my nails dug in my palms. How dare they! They did not bother even to lower their voices, this clearly shows they were doing it intentionally. After a
Hazel’s Point of View “I think you should both get a room.” Ovian spat out coldly “Showing off your lovey-dovey ear won't help the matter.”His cold and terrifying voice rang through the room, sending shivers down my spine. I quickly let go of the guy instantly. My face was flushed. I was both scared and embarrassed at the same time.“ It is… it is…not what you think.” I stuttered. I found it hard to complete a sentence. Just then, Xander's arm suddenly wrapped around my waist, pulling me closer. The temperature in the hall dropped so low instantly. Ovian gazed darkened. His eyes were bloodshot. “What do you think you are doing?” Ovian thundered, his voice echoing through the hall.“ Since you said we should both get a room, I think we will just do that,” Xander said, an annoying smirk playing on his lips.“ Let's go Of her this instance,” he said calmly. His voice was low but menacing.Xander did not let go of me. Instead, he pulled me closer till there was no space between us.
Hazel’s Point of View “Do you know what happened to anybody that dared to disobey me?” His cold voice rang through the room sending shivers down my spine. My body trembled all over. I did not reply. And I couldn't look at him in the eyes as well. He was exuding a chilly aura. With a touch of danger. “ No.” I stated, “I won't take back the rejection. I don't want to. I don't want to be here.” I said tears welling up in my eyes, threatening to fall. “ Acting Stubborn, hub?” He asked, moving his face even closer. Our lips were barely an inch apart. My heart picked race again and started beating rapidly. “Well, I love stubborn bunnies.” He added. The evil smirk on his face returned. He suddenly lifted me off the ground. A gasp escaped my lips. He threw me on the bed violently. My body bounced back. Before I even had the time to escape, he suddenly pounced on me, pinning my hands over my head. I struggled to break free from him, but it was all futile. He raised my dress till
Hazel’s Point of View A gasp escaped my lips as his hand moved to my thigh, lifting my dress with a slow, deliberate touch. “Stop, please!” I screamed in my head, but no words left my mouth. My body betrayed me, responding to every touch—I didn’t want this. I don’t want to do this His mouth brushed my ear, teeth grazing gently. I bit my lower lip, forcing back the moan that threatened to escape. I shivered. “Please… let me go.” The words came out broken, and my voice was barely a whisper. He chuckled—cold, empty. It wasn’t amusement; it was a warning. A death sentence. My heart pounded. His hand slid to my breast and squeezed gently. My knees buckled. I bit down harder, swallowing the sound rising in my throat. As if he could hear my thoughts, he suddenly released me. For a second, I stood there, stunned. Then instinct took over—I scrambled to my feet, backing away, breath hitching. “Thank you—” I started, but then his voice cracked through the silence like a whip. “Stri
Hazel’s Point of View “Since she offends you. What punishment would you like to give her? Should I order the guards to pull her hair from her scalp till there was not even a single strand left?” He asked and I widened my eyes in shock.This punishment is so scary. I can’t even imagine that being done to me. But come to think of that girl is not even a good person. She deserves it.“Ovian, you can’t do that to me. She picked a fight with me first. I’m telling the truth, " she begged. “Please forgive me,” she begged, tears streaming down her face.“ You offended her not me, so why begging me?” He growled “I will give whatever punishment she wants”She suddenly ran to me like a mad woman and grabbed my hand.“ Hazel please forgive me. That will never happen again. I don’t want to go bald. No one will marry a bald woman” She cried bitterly.Hmph, so you know that’s and still go ahead to make me bald. She is just a great liar as well and still has the nerve to beg for my forgiveness. Hmp
Hazel’s Point of View “Hey white-haired birch, where do you think you are going “ I turned around swiftly, surprised to find Lyra standing behind me. A few maids were standing behind her as well. She was staring at me with so much hatred in her eyes. I did not even do anything wrong to her. Today would be the first time I'm setting my eyes on her. Why hold grudges unnecessarily?Emma suddenly walked to my side. She had a nervous look on her face. She moved closer to me till there was no gap between us. She whispered to me, “Try to avoid her. She's a pain in the neck.”I nodded in reply. I am not a troublesome type, and I can't turn to one because of her. “Let's go, “ I said to Emma and she nodded in agreement.Just as we walked past her, she yelled at me, “Are you deaf? Aren’t you the one I am talking to?”I stopped in my tracks instantly. I moved my gaze to her and flashed her a smile. Of course, it was a fake smile. The smile did not reach my eyes. “Miss Lyra, all you need now is
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments