Saat Nara kembali ke dalam kamarnya, dia masih saja tetap memikirkan suara tangisan wanita yang dia dengar di ruang gelap tadi. Dia yakin, di sana pasti ada seorang wanita yang dikurung oleh Zico. Tapi kenapa harus di ruang gelap seperti itu. Ruangan itu terasa sangat menakutkan, siapa yang akan tahan tinggal di tempat seperti itu.“Siapa, siapa wanita yang menangis tadi,” gumamnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, karena memang sudah menjadi kebiasaannya. Di saat dia panik atau sedang memikirkan sesuatu yang menurutnya sangat penting untuk dia pecahkan, kakinya itu pasti tidak akan bisa diam. Dia akan terus berjalan mondar-mandir untuk mencari tahu hal yang sedang dia pikirkan.Namun, tiba-tiba Nara menghentikan langkah kakinya, di dalam kepalanya terpikir satu nama. “Mungkinkah, mungkinkah itu Kiara?” ucapnya.Deg!Hati Nara bergetar, saat otaknya memikirkan bahwa wanita yang menangis di ruang gelap tadi adalah sahabatnya Kiara, dan ketika bibirnya mengucapkan nam
Jo dan Nara telah sampai di ruangan gelap itu, Jo mengambil sebuah kunci dari dalam saku jasnya. Sebelum membuka pintu ruangan itu, Jo kembali melihat ke arah Nara yang sepertinya sudah sangat tidak sabar untuk masuk ke dalam, dari ekspresinya terlihat jelas bahwa dia sedang sangat mengkhawatirkan sahabatnya Kiara.Tug! Ceklek. Jo membuka pintu ruangan itu. Dan membiarkan Nara masuk ke dalam. “Masuklah Nona,” ucapnya.Sebelum masuk ke dalam, Nara memandangi isi dari ruangan itu. Di sana terlihat benar-benar gelap, pasti terasa sangat sesak, jika seseorang tinggal di ruangan segelap ini. Dan saat ini sampai seterusnya dia juga akan tinggal di sini. Sampai Zico menghentikan hukumannya.Nara menelan salivanya. Tidak bisa dia ungkiri bahwa dia merasa takut untuk masuk ke dalam ruangan itu. Namun demi sahabatnya, dia harus memberanikan diri. Nara mulai menggerakkan kakinya untuk berjalan masuk ke dalam. Di belakangnya, sekretaris Jo pun mengikutinya. Dan hal itu membuat Nara menjadi bin
Jo mengikuti Nara dan Kiara dari belakang, dia terus melihat ke arah ponselnya yang saat ini masih di pegang oleh Nara. Nara masih menggunakan ponsel Jo dan menyalakan senter di ponselnya. Karena bukan hanya ruangan ini saja yang gelap, tapi lorong untuk keluar dari sini juga sama gelapnya.“Hah, ponselku sudah terkontaminasi,” gumamnya.Tug! Nara tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia melirik ke arah Jo dengan tatapan tajamnya. “Apa maksudmu terkontaminasi? Apa aku ini bakteri?” tanyanya.“Saya tidak pernah mengatakan kalau adalah bakteri Nona, Anda sendiri yang mengatakannya. Jadi lebih baik lanjutkan langkah kaki Anda untuk keluar dari sini,” jawab Jo.“Cih, dasar iblis kedua,” maki Nara dengan pelan, yang sebenarnya masih di dengar oleh Jo. Tapi dia tidak memedulikannya, karena memang Nara selalu mengatainya seperti itu.***Saat sudah keluar dari lorong gelap itu, Jo meminta Nara dan Kiara untuk menghentikan langkah kaki mereka. “Tunggu Nona!” tahannya.Sontak Kiara dan Na
Nara terdiam, dia memandangi Zico yang masih berdiri memunggunginya. Tatapannya terus terfokus pada tubuh Zico yang tinggi dan atletis. ‘Betapa indahnya tubuh ini, namun sayang sifatnya tidak seindah fisiknya,' batinnya.“Tuan, terima kasih. Karena kau sudah menerima permintaanku untuk membebaskan Kiara,” ujar Nara.Zico yang memang masih memunggungi Nara itu terlihat menunjukkan smirknya. Dia meneguk wine yang ada di tangannya itu. Lalu berbalik menghadap Nara. “Apa kau senang?” tanyanya.“Ya?” Nara kembali dibuat tersentak dengan pertanyaan Zico, entah kenapa pertanyaan itu terasa aneh di telinganya. “Iya, saya merasa senang. Karena sahabat saya baik-baik saja, dan bisa hidup seperti sedia kala,” jawabnya.Zico lalu melangkahkan kakinya, dia duduk di sofanya sembari menyilangkan kakinya dengan sikut tangannya yang dia tumpukan pada lengan sofa dan telapak tangannya dia kepalkan untuk menopang pipi sebelah kanannya. Dia menatap lurus ke arah Nara yang saat ini juga menatapnya. “T
Zico tersadar bahwa dia tidak sendiri di kamar ini. Karena di sampingnya ini ada seorang putri dari orang yang telah menghancurkan keluarganya dan membuat papanya mengakhiri hidupnya sendiri. Zico menolehkan wajahnya pada Nara yang berada di sampingnya, tatapannya itu menajam. Bahkan terasa sangat menusuk bagi Nara.“Tu-tuan?” Nara mencoba untuk bertanya lagi pada Zico. Sebenarnya dia tidak berani melakukannya, karena tatapan Zico yang sangat tajam itu membuatnya gemetaran. Di tambah ekspresi wajahnya terlihat sangat marah, apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa setelah berteriak menyebut nama papa, tiba-tiba dia terlihat sangat marah.Zico mengangkat tangannya, tangannya itu terlihat mendekati leher Nara. Dengan tatapan tajam yang dipenuhi dengan amarah itu, Zico mencekik leher Nara dengan sangat kuat.“Kurang ajar! kurang ajar kau Aryo Suharja. Berani-beraninya kau menghancurkan keluargaku. Aku tidak akan memaafkanmu! Lihat saja, aku juga akan menghancurkan keluargamu. Seperti yang
Esok paginya, Nara keluar dari dalam kamarnya. Setelah kejadian mengagetkan semalam, dia tidak bisa tidur lagi. Dia hanya duduk diam di atas tempat tidurnya hingga pagi menjelang.Sebenarnya Nara saat ini tengah mencari keberadaan Zico, karena Zico semalam dalam keadaan sangat marah. Mungkin saja dia akan melampiaskan kemarahannya itu pada orang lain atau mungkin kepada dirinya sendiri.Nara menyusuri setiap sudut mansion untuk mencari keberadaan Zico. Namun nihil, dia sama sekali tidak menemukannya. “Ada dimana dia sebenarnya. Apa dia keluar dari mansion? Atau masih ada tempat lain dari mansion ini yang belum aku datangi?” gumamnya.Nara tampak berpikir, kemudian dia terlihat memaki dirinya sendiri yang sepertinya telah bertindak bodoh. “Ya ampun dasar Nara bodoh, aku belum mendatangi ruang kerjanya. Padahal itu adalah tempat yang selalu dia datangi. Aku akan ke sana,” ucapnya lagi. Tanpa banyak membuang waktu lagi, Nara pun langsung melangkahkan kakinya dengan cepat untuk pergi k
Nara memejamkan matanya untuk mengumpulkan kesabarannya, karena memang butuh kesabaran yang ekstra untuk meladeni tingkah Zico. Dengan cepat Nara pun memegang tangan Zico dan menaruhnya di hadapannya.Zico terkejut, matanya terbelalak saat mendapat perlakuan berani dari Nara. “Kau! Aku bilang tidak mau!” Bentaknya.Dia mencoba untuk melepaskan tangannya dari pegangan Nara. Namun rupanya Nara memegangnya dengan sangat kuat, sehingga tidak mudah bagi Zico untuk melepaskannya. Zico menatap tajam Nara, tapi Nara justru lebih mengencangkan pegangan tangannya pada tangan Zico."Bukankah aku sudah bilang, untuk saat ini aku tidak bisa mengikuti perintahmu, jadi percuma saja kau memberontak atau mengusirku berkali-kali. Karena aku tidak akan mendengarkannya,” ucap Nara, yang membuat Zico semakin kesal.“Kau akan mendapatkan hukuman,” ujar Zico.“Baiklah, hukum aku. Tapi sebelum itu, biarkan aku mengobati lukamu dulu,” jawab Nara.Zico terdiam, sepertinya dia tidak bisa menjawab apa pun
Zico hanya terdiam, dia hanya memandang Nara yang sedang sibuk mendinginkan supnya dengan tatapan yang benar-benar. Bahkan tanpa di sadarinya, ujung bibirnya tampak terangkat sedikit saat melihat tingkah Nara yang terlihat lucu.Nara mendinginkan sup itu dan menyuapi Zico dengan telaten, dia terus melakukannya sampai sup di mangkuk itu habis tak bersisa.“Selamat pagi Tuan, Nona, “ sapa Jo yang datang tepat waktu. Karena Zico memang baru saja selesai memakan sarapannya.“Kau datang tepat waktu Jo, ayo!” ajaknya. Zico beranjak dari duduknya dan pergi dari meja makan, diikuti oleh Jo yang selalu mengekor di belakangnya.Nara terlihat lega, karena iblis itu akhirnya pergi. Sehingga dia bisa memakan sarapannya tanpa gangguan dari Zico lagi. “Hmm aku sudah sangat lapar, iblis itu benar-benar terus menyiksaku tiada henti. Apakah dia tidak memiliki belas kasih sama sekali, padahal kan aku bari saja menolongnya,” kesalnya.***Jo membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Zico, saat Z